Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

SERAM SERANGAN SATU MUHARRAM Sebuah Kejahatan dan Perbuatan Kejam


جَبل البَرَّاقَة
وَحَرب الرَّافِضة في 1 محرم 1433 هـ
لأبي أحمد محمد بن سليم الأندونيسي  


SERAM
SERANGAN SATU MUHARRAM
Sebuah Kejahatan dan Perbuatan Kejam




Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory
-semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-




دار الحديث
بدماج-صعدة-اليمن

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له و أشهد أن لاإله إلاالله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله. أما بعد:
Termasuk dari perkara yang seram dan sangat menakutkan bila kehidupan setiap orang selalu terancam, baik itu ancaman terhadap jasmani ataupun rohaninya. Setiap orang tentu akan menilai bahwa tindakan teror berupa penembakan, pengeboman dan pemboikotan serta pengembargoan adalah suatu tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Bila seseorang baru menyaksikan apa yang terjadi di Dammaj maka tentu dia akan menganggap bahwa kejadian tersebut adalah suatu kejadian yang seram dan membahayakan keberlangsungan hidup, kejadian tersebut merupakan salah satu dari perbuatan kejamnya kaum pemberontak-teroris-Rofidhah –semoga Allah membinasakan mereka-.
Tulisan ini kami susun sebagai salah satu sejarah ringkas seputar kejadian di Dammaj yang kami beri judul "SERAM, SERANGAN SATU MUHARRAM, SEBUAH KEJAHATAN DAN PERBUATAN KEJAM".
Semoga apa yang kami tuliskan ini sebagai penghibur bagi siapa saja yang bersedih hati karena anak-anak, keluarga, kawan-kawan dan suadara-saudaranya seiman yang berada di Dammaj sedang berada di atas ujian yang besar. Dan semoga apa yang kami susun ini dapat memberikan manfaat untuk kami, kedua orang tua kami dan saudara-saudara kami serta para pembaca.
Ditulis oleh Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory As-Seramy pada tanggal 6 Muharram 1433 Hijriyyah menjelang waktu Ashar di Markiz Darul Hadits Salafiyyah Dammaj –semoga Allah menjaganya-.


BAB I
PENDAHULUAN

Bulan Muharram adalah termasuk salah satu dari empat bulan haram, pada bulan tersebut diharamkan melakukan peperangan dan perbuatan kejam, Allah Ta’ala berkata:
﴿إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [التوبة: 36]
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa”. (At-Taubah: 36).
Tiga bula bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, pada bulan-bulan tersebut Allah Ta’ala sangat mengharamkan peperangan dan perbuatan zhalim, dan Rasulullah Shallallahu ‘Aalihi wa Sallam juga berkata tertang salah satu dari empat bulan tersebut sebagaimana dalam “Ash-Shahihain” dari Abu Bakrah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah kepada kami pada hari raya Qurban (Idul Adha’), beliau berkata:
 «أتدرون أي يوم هذا».
“Taukah kalian ini hari apa?” Kami berkata: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu, maka beliau diam sampai kami menyangka bahwasanya beliau akan menamainya dengan selainnya namanya. Beliau berkata lagi:
 «أليس يوم النحر».
“Bukankah ini adalah hari raya Qurban?”. Kami katakan: Tentu. Beliau berkata lagi:
 «أي شهر هذا».
“Ini bulan apa?”. Kami berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu, maka beliau diam sampai kami menyangka bahwasanya beliau akan menaimainya selain dengan namanya, lalu beliau berkata:
«أليس ذو الحجة».
“Bukankah ini adalah bukan Dzulhijjah?”. Kami menjawab: Tentu. Beliau berkata lagi:
«أي بلد هذا».
“Negri apa ini?”. Kami berkata: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu, maka beliau diam sampai kami menyangka bahwasanya beliau akan menamainya dengan selain namanya, beliau berkata lagi:
«أليست بالبلدة الحرام».
“Bukankah ini adalah negri haram?”. Maka kami katakan: Tentu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«فإن دماءكم وأموالكم عليكم حرام كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا إلى يوم تلقون ربكم ألا هل بلغت».
“Sesungguhnya darah-darah dan harta-harta kalian adalah haram seperti haramnya hari kalian ini, bulan kalian ini, negri kalian ini sampai kepada hari berjumpaan kalian dengan Robb kalian, ketahuilah: Apakah sudah aku sampaikan?”. Kami berkata: Iya. Lalu beliau berkata: 
«اللهم اشهد فليبلغ الشاهد الغائب».
“Ya Allah saksikanlah! Maka hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir”.
Di dalam “Shahih Muslim” lebih jelas lagi tentang penjelasan dari empat bulan haram tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ».
“Sesungguhnya zaman semakin mendekat, keadaannya seperti keadaan pada hari Allah menciptakan langit-langit dan bumi, setahun ada12 (dua belas) bulan, darinya 4 (empat) bulan haram, 3 (tiga) yang berturut-turut; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab, bulan Mudhar (Rajab) yang dia itu antara Jumadil (Awwal- Tsaniyyah) dan Sya’ban”. –kemudian Rasulullah bertanya sebagaimana yang disebutkan dalam “Ash-Shahihain”
Semua kaum muslimin tentu sudah mengetahui bahwa yang pertama kali menggerakan pasukan untuk memerangi kaum muslimin adalah kaum musyrikin yang berada di Mekkah, mereka sangat berupaya keras untuk menghancurkan kaum muslimin, begitu pula ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) memiliki visi dan misi yang sama, mereka semua berusaha untuk menghancurkan kaum muslimin dan melenyapkan syiar-syiar Islam dari muka bumi, serta berbagai macam cara mereka gencarkan untuk meraih apa yang mereka inginkan, namun bila masuk bulan-bulan haram mereka langsung menghentikan peperangan dan menutup segala sebab-sebab yang menjurus kepada peperangan, bila mereka membuntuti jalan-jalan maka mereka pun membuka, mereka menghentikan pemboikotan dan berbagai perbuatan jahat lainnya, di dalam "Ash-Shahihain" dari Abdullah bin 'Abbas –semoga Allah meridhainya- bahwasanya datang rombongan Abdul Qais kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, mereka berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا لاَ نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلاَّ فِي شَهْرِ الْحَرَامِ وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الْحَىُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ  
"Ya Rasulullah sesungguhnya kami tidak bisa datang kepadamu kecuali hanya pada bulan haram karena diantara kami denganmu ada sebuah kampung dari orang-orang kafir mudhar".
Dari hadits tersebut sebagai penjelasan tentang orang-orang kafir di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwasanya mereka memuliakan bulan-bulan haram, berbeda dengan orang-orang kafir yang beragama syi'ah-rofidhah, mereka tidak memuliakan bulan-bulan haram sama sekali, sebagaimana yang mereka lakukan pada akhir bulan Dzulqa'dah 1432 Hijriyyah berupa pengepungan dan pemboikotan besar-besaran terhadap ahlussunnah wal jama’ah di Darul Hadits Dammaj. Tidak hanya itu, bahkan mereka melakukan penyerangan terhadap Darul Hadits Dammaj secara berkesenambungan, mereka tidak memilah milih, siapa pun yang mereka lihat di Dammaj maka mereka tembak; anak-anak, ibu-ibu dan orang-orang tua menjadi korban kekejaman dan kejahatan mereka.


BAB II
SERANGAN SATU MUHARRAM
SEBAGAI PERWUJUDAN DENDAM

Ketika mereka merasa gagal dalam melakukan embargo dan pencegahan terhadap orang-orang yang mau masuk ke Dammaj maka mereka mulai menempuh cara lain yaitu dengan cara membuat posko dan matras yang semakin mendekat dengan pemukiman Ahlussunnah di Dammaj, ketika mereka diperingatkan untuk tidak melakukan hal tersebut maka mereka pun mulai melakukan cara-cara kekerasan berupa penembakan, dari penembakan tersebut mengakibatkan seorang ahlussunnah mati, yang beliau –semoga Allah merahmatinya- adalah salah satu dari penjaga maktabah umum Darul Hadits Dammaj, dan 2 (dua) orang luka-luka. Peperangan tersebut berlanjut sampai hari raya Qurban bahkan sampai beberapa hari setelahnya, dari peperangan tersebut banyak korban dari kaum Rofidhah –hanya Allah yang tahu beberapa korban mereka-.
Bila mereka merasa lemah maka mereka membuat cara lain dengan berpura-pura meminta kepada lajnah (utusan pemerintah) untuk membantu proses damai, ketika mereka mendapatkan bantuan  kekuatan dari jaringan mereka diberbagai tempat maka mereka mulai mengkhianati tuntunan damai mereka dengan melakukan penembakan brutal terhadap Ahlussunnah yang ada di Dammaj.
Ahlussunnah keberadaannya seperti sebelumnya yaitu tidak melakukan penyerangan akan tetapi hanya bertahan di perbatasan-perbatasan Dammaj dan Ahlussunnah berupaya keras untuk mencegah serangan mereka dengan membalas tembakan-tembakan mereka. Hari berganti hari mereka terus dalam keadaan seperti semula yaitu selalu gagal bahkan mereka selalu di atas kekalahan, berkali-kali mereka menuntut damai namun mereka sendiri yang melanggar tuntutan damai mereka.
Pada tanggal 1 Muharram 1433 Hijriyyah, pagi harinya ada dari penembak jitu Rofidhah melepaskan tembakan yang mengenai samping masjid Ahlussunnah Darul Hadits Dammaj, yang biasanya tempat tersebut adalah tempat duduknya penjaga (pengawal) Syaikhuna Yahya bin Ali Al-Hajuri –semoga Allah menjaganya-. Selesai waktu dhuha (menjelang zhuhur) kaum Rofidhah mulai melakukan serangan besar-besaran, yang tidak diduga-duga, yang serangan tersebut ditargetkan untuk menguasai gunung Barraqah, karena gunung tersebut merupakan salah satu posko utama dalam penjagaan terhadap Darul Hadits Dammaj, mereka menyerang dengan menggunakan senjata besar-jarak jauh seperti mortal, rudal, basoka dan yang selainnya, mereka menembaki matras-matras yang ada di gunung Barraqah dan gunung Thullab, bersamaan dengan itu mereka menembaki pula matras-matras yang berada di jalan-jalan Mazra'ah menuju ke kedua gunung tersebut. Mereka melepaskan tembakan-tembakan yang dahsyat itu selama berpuluh-puluhan kali, ketika masuk waktu shalat Ashar kaum Rofidhah mungkin mengira bahwa yang ada di gunung Barraqah sudah pada mati semuanya dan yang masih berada di lingkungan markiz Darul Hadits Dammaj sudah tidak bisa lagi naik karena jalan-jalan dan matras-matras menuju gunung Barraqah sudah mereka runtuhkan maka mereka serentak melakukan serangan langsung menuju gunung Barraqah dengan melewati bagian barat gunung Barraqah, ketika mereka sudah berada di lereng gunung dan mereka sudah berada di hadapan para penjaga gunung Barraqah maka terjadilah pertempuran sengit, dari pertempuran tersebut mengakibatkan pihak mereka banyak yang berjatuhan korban –hanya Allah yang tahu jumlah korban mereka-, adapun dari Ahlussunnah yang Allah rezkikan mereka menjadi sebaik-baik orang yang terbunuh di bawah kolong langit hanya 24 (dua puluh empat) orang, di dalamnya terdapat 3 (tiga) kawan dekat kami (Abu Haidar Al-Andunisy, Shaleh Al-Abddunisy dan Hisyam Al-Malayzy) –Insya Allah akan datang kisah-kisah hidup mereka pada babnya tersendiri-, dan korban luka-luka sekitar 20 (dua puluh) orang lebih, di dalamnya termasuk Abdul Hadi Al-Andunisy.
Di tengah pertempuran sengit tersebut sebagian kawan di gunung Barraqah memberikan kabar kepada yang berada di lingkungan Darul Hadits Dammaj bahwa di gunung Barraqah membutuhkan bantuan maka seusai shalat Ashar sekitar 50 (lima puluh)an orang beranjak lari naik ke gunung Barraqah dengan penuh tawakkal kepada Allah –'Azza wa Jalla- karena jalan dari Mazra'ah ke gunung sudah tidak aman karena para penembak jitu Rofidhah terus menghujani jalan tersebut dengan mortir dan senjata-senjata besar lainnya, Al-Hamdulillah yang beranjak naik Allah selamatkan, ketika sudah di puncak gunung pertempuran terus berlanjut hingga sampai malam hari, pada malam tersebut terlihat langit sangat terang, bintang-bintang dan bulan sabit tanggal 2 Muharram menghiasi angkasa, pertempuran tersebut berlanjut, sekitar pukul 9 (sembilan) malam datanglah awan menutupi angkasa, yang ditandai dengan turunnya hujan gerimis, hati-hati Ahlussunnah tenang, peperangan pun meredah, Al-Hamdulillah Ahlussunnah meraih kemenangan:
﴿وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ [آل عمران/126]
"Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) kalian, dan agar tenteram hati kalian karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah yang Al-'Aziz (Maha Perkasa) lagi Al-Hakim (Maha Bijaksana)". (Ali Imran: 126).

BAB III
TANGGAPAN TERHADAP KOMENTAR-KOMENTAR MIRING SEPUTAR KEJADIAN DI DARUL HADITS DAMMAJ

Komentar 1:
Di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj bukan tempat belajar agama akan tetapi sebagai tempat belajar kemiliteran, bukti konkrit dengan terbunuhnya 2 (dua orang warga Indonesia) di Dammaj.
Tanggapan:
Orang yang mencintai ilmu agama Islam dan yang mencarinya tentu akan mengetahui bahwa ma’had Darul Hadits Salafiyyah yang ada di Dammaj-Sha’dah-Yaman adalah satu satu ma’had Ahlussunnah tersebar di dunia, telah diluncurkan darinya buku-buku agama Islam yang bermanfaat, baik yang berbahasa Arob ataupun yang berbahasa asing seperti bahasa Indonesia, Malayzia, Inggris, Prancis, Soumalia dan yang selainnya. Begitu pula telah keluar dari Darul Hadits Salafiyyah Dammaj ribuan da’i dan ahlu ilmu dari berbagai negara. Di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dengan –izin Allah- pada setiap pekan dibuka pelajaran baru sekitar 50 (lima puluh) pelajaran yang berbeda-beda dalam bidangnya, setiap orang bebas memilih pelajaran yang sesuai dengan yang dia inginkan.
Ketika kaum teroris-khawarij-Rofidhah melakukan pemboikotan dan penyerangan terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj yang paling dahsyatnya pada bulan-bulan haram ini maka pelajaran  berkurang, namun Al-Hamdulillah pelajaran umum bersama Syaikh kami Yahya bin Ali Al-Hajury –semoga Allah menjaganya- tetap berjalan, bagaimana pun dahsyatnya peperangan tetap Syaikh kami mengajar dan memberi siraman rohani, adapun pelajaran umum yang beliau senantiasa mengajarkannya adalah:
ü  Tafsir Al-Qur’anil Karim” karya Al-Hafidz Ibnu Katsir.
ü  Al-Jami’ush Shahih Mimma Laisa Fish Shahihain” karya Al-Imam Al-Wadi’y, kedua pelajaran tersebut diajarkan setelah shalat Zhuhur dan diajarkan secara selang seling; sehari “Tafsir Al-Qur’anil Karim” dan seharinya lagi “Al-Jami’ush Shahih”.
ü  Shahih Al-Bukhary” karya Al-Imam Al-Bukhary, diajarkan setelah shalat Ashar.
ü  Shahih Muslim” karya Al-Imam Muslim.
ü  Jami’u Bayanil Ilmi Wafadhlihi” karya Al-Imam Ibnu Abdil Barr.
ü  “Al-Hiththatu Fii Dzikrish Shihahis Sittah” karya Asy-Syaikh Siddiq Hasan Khan, ketiga pelajaran terakhir penyebutannya ini diajarkan antara shalat Maghrib dan Isya’.
Adapun kawan-kawan kami yang terbunuh maka mereka dalam keadaan mengamalkan ilmunya, karena setiap pemeluk agama Islam dituntut untuk mengamalkan ilmunya, diantaranya; diperintah untuk menjaga diri dan membela diri bila berhadapan dengan apa saja yang membahayakan, Allah Ta’ala berkata:
﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (190) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ(191) [البقرة : 190-191 ]
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjid haram, kecuali jika mereka memerangi kalian di tempat itu, jika mereka memerangi kalian (di tempat itu), maka perangilah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir”. (Al-Baqarah: 190-191).
Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menyebutkan bahwa fitnah lebih besar bahayanya dari pada pembunuhan, dan fitnah itu sendiri memiliki makna yang sangat banyak diantaranya: Merampas harta, menyakiti, mengganggu kebebasan beragama, memboikot, memblokade dan yang semisalnya dari tindakan-tindakan kriminal lainnya. Perbuatan tersebut telah dilakukan oleh kaum pemberontak-teroris-Rofidhah yang mereka menamai diri-diri mereka dengan “Khutsiyyun”.
Dalam ayat tersebut dijelaskan pula tentang larangan membunuh siapapun yang berada di masjid haram, kecuali bila orang tersebut melakukan pembunuhan maka boleh untuk dibunuh. Begitu pula pada bulan-bulan haram tidak dibolehkan melakukan peperangan dan tidak boleh pula melakukan perbuatan yang menjurus kepada peperangan, akan tetapi bila ada yang melakukan pembunuhan pada bulan-bulan tersebut maka boleh untuk diperangi dan dibunuh pada bulan tersebut.
Para pemberontak Khutsiyyun telah melanggar bulan-bulan haram tersebut, mereka mengepung Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dan mencegah orang-orang yang mau masuk ke Dammaj, tidak hanya itu bahkan mereka memerangi dan melakukan pembunuhan terhadap Ahlussunnah yang berada di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, bila seperti itu keadaannya maka wajib bagi setiap orang yang ada di Dammaj untuk membela diri dan mempertahan Darul Hadits Dammaj, karena di dalam Darul Hadits Dammaj banyak orang-orang lemah; wanita-wanita, anak-anak, orang-orang tua, maka berkewajiban pula bagi yang memiliki kekuatan dan tenaga untuk membantu dan melindungi mereka dari kejahatan kaum Rofidhah, baik itu dengan cara berjaga-jaga di perbatasan-perbatasan Dammaj seperti di dua gunung Dammaj, bila dua gunung tersebut tidak dijaga dan tidak dipertahankan maka teroris-Khutsiyyun akan terus melakukan pengintaian dan pembunuhan terhadap orang-orang yang berada di Darul Hadits Dammaj sebagaimana para teroris tersebut senantiasa menghujani penduduk Dammaj dengan tembakan-tembakan dari gunung-gunung di sekitar Dammaj. Penembak jitu mereka selalu siaga, siapa pun yang mereka lihat di gang-gang rumah maka mereka langsung tembak, anak-anak, para wanita dan orang-orang tua menjadi korban kejahatan dan kebiadaban mereka, mereka tembak semua sampai yang terbunuh ada dari kalangan wanita, anak-anak wanita dan orang-orang tua.
Orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang ilmu agama walaupun hanya sedikit tentu akan merasakan kepedihan dan merasa sedih dengan keadaan saudaranya sesama muslim yang berada di Dammaj, dengan itu dia terdorong untuk membantu; Bila dia berada di luar Dammaj maka dia membantu dengan mendoakan dan memberi bantuan sebatas yang dia mampui. Bila dia yang berada di Dammaj dan tidak memiliki senjata untuk mencegah serangan kaum pemberontak Khutsiyyun maka dia membantu membuat benteng, khandak dan matras serta aktiv dalam kerja sama dengan saudara-saudaranya. Bila dia memiliki senjata maka dia membantu dengan berjaga-jaga di perbatasan-perbatasan Dammaj, tidak kemudian lari dan kabur dari Dammaj dengan membawa sejuta alasan supaya mendapatkan kasihan dan perlindungan sebagaimana yang telah dilakukan oleh 3 (tiga) orang hizbiyyun yang bernama Anwar Pincang asal Sumatra, Ibrohim Gas asal Kalimantan dan Dzulkifli Kaca Mata asal Kalimantan.   
Adapun 3 (tiga) saudara kami; Abu Haidar asal Aceh, Shalih asal Sumatra dan Hisyam asal Malaysia maka mereka telah mendahului kami dalam kebaikan, mereka telah meraih keutamaan yang sangat banyak –semoga Allah menjadikan mereka bersama Al-Anbiya’, Ash-Shiddiqin dan Asy-Syuhada’ serta Ash-Shalihin-. Dengan sebab mereka orang-orang baik di seluruh dunia semakin mencintai orang-orang Indonesia dan mereka kagum dengan orang-orang Indonesia yang memiliki jiwa kebersamaan dan sosialitas yang tinggi sebagai perwujudan dan pengamalan ilmu agama yang telah mereka pelajari.
Apa yang telah dilakukan oleh ke 3 (tiga) saudara kami tersebut merupakan perwujudan dari perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ».
“Tidak akan (sempurna) keimanan salah seorang diantara kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Anas bin Malik). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga berkata:
«الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا».
“Seorang yang beriman terhadap orang beriman lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagiannya dengan sebagian yang lain”. (HR. Al-Bukhary, Muslim dan At-Tirmidzi dari Abu Musa Al-Asy’ary).

Komentar 2:
Orang-orang Indonesia di Dammaj banyak yang membawa senjata dan peralatan perang, bukankah itu tidak ada bedanya dengan para teroris?!!!

Tanggapan:
Orang yang pernah mempelajari sejarah atau geografi tentu akan memahami bahwa setiap negara di dunia ini tentu memiliki hukum dan peraturan yang berbeda-beda, sebagian negara membolehkan warga negaranya untuk membawa senjata di dalam kesehariannya dan sebagian negara yang lain tidak memperkenankan hal yang demikian itu.
Adapun di negri Yaman terkhusus di Dammaj dan di sekitar propinsi Sha’dah maka setiap warga memiliki kebebasan untuk membawa senjata, begitu pula kami di Dammaj maka boleh untuk membawa senjata. Dan perlu diketahui pula bahwa kami di Dammaj membawa senjata karena atas izin dari pemerintah Yaman sebagaimana ketika perang pada tahun yang lalu pemerintah mengutus beberapa aparat negara dengan membawa ratusan senjata perang untuk penuntut ilmu Darul Hadits Salafiyyah Dammaj supaya para penuntut ilmu bisa menggunakannya untuk membela diri dan bisa mencegah serangan kaum pemberontak Khutsiyyun, dan kami (Abu Ahmad Muhammad bin Salim asal Limboro-Seram Barat-Maluku) mendapatkan satu senjata perang dan sampai saat ini kami terus bawa, bila suatu saat kami ingin pulang ke negri Indonesia Tanah Airku maka kami berkewajiban mengembalikan senjata tersebut kepada Darul Hadits Dammaj sebagai persyaratan ketika kami menerimanya.
Berbeda halnya kalau kami sudah pulang ke Indonesia Tanah Airku namun kemudian masih membawa senjata perang maka tentu itu suatu kesalahan besar yang menyelisihi tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya memerintahkan untuk mentaati penguasa, bila penguasa melarang sesuatu karena kemaslahatan umat dan perintah tersebut bukan maksiat maka kami taati, Allah Ta’ala berkata:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ [النساء: 59]
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri (ulama dan umara’) diantara kalian”. (An-Nisa: 59). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِى فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ عَصَى أَمِيرِى فَقَدْ عَصَانِى».
“Barangsiapa mentaatiku maka sungguh dia telah mentaati Allah dan barangsiapa memaksiatiku maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mentaati pemimpinku maka sungguh dia telah mentaatiku dan barangsiapa yang memkasiati pemimpinku maka sungguh dia telah bermaksiat kepadaku”. (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
Kami adalah putra Indonesia yang sudah mengerti hukum dan peraturan NKRI serta kami mengerti pula tentang tata tertib di negara kami Indonesia, negara kami Indonesia adalah negara yang mencintai kedamaian, ketentraman dan ketenangan hidup maka tidak mungkin bagi kami kemudian akan bertingkah seperti para teroris datang dari negri orang kemudian membawa pemikiran sesat yang pada akhirnya merusak negrinya sendiri.
Dari penjelasan tersebut orang-orang tentu sudah memahami bahwa kami membawa senjata karena untuk membela diri dan senjata yang kami bawa adalah hadiah dari pemerintah Yaman, bila kami tetap dicurigai sebagai teroris karena membawa senjata maka sungguh kecurigaan tersebut tidak hanya mengenai kami akan tetapi mengenai kakek-kakek kami juga yang pernah berjuang bersama pemerintah NKRI dalam mengusir para penjajah Belanda, kakekku yang bernama Maruhadi asal Limboro sebagai rakyat biasa; bekerja bersama orang tuanya terkadang sebagai nelayan dan terkadang bertani, namun ketika sudah terjadi perang untuk meraih kemerdekaan RI, beliau bergabung dengan pemerintah, beliau menjadi komandan perang di Ambon dan sekitarnya, beliau lebih dikenal dengan nama Dedengo, beliau mendapat dukungan dari pemerintah NKRI dan diberi persenjataan, kemudian beliau memimpin pasukannya memerangi tentara penjajah Belanda setelah pasukan Belanda meninggalkan tanah air Indonesia beliau kembali ke kampung halamannya Limboro-Seram Barat-Maluku dan bekerja sebagaimana semula, maka apakah pahlawan seperti itu kemudian pantas untuk dikatakan sebagai teroris?!!! Bahkan selayaknya orang seperti beliau itu dihargai dan dimuliakan karena jasanya yang begitu besar!. Maka sadarlah wahai orang-orang yang masih memiliki akal pikiran!.      

Komentar 3:
Banyak da’i-da’i keluaran Darul Hadits Salafiyyah Dammaj menjadi teroris!.

Tanggapan:
Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dari sejak awal kali berdirinya hingga hari ini sangat keras dalam menentang terorisme, para teroris sudah sangat banyak berupaya untuk meruntuhkan Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, mereka mencela para ulama Dammaj dan menyebutkannya dengan budak-budak atau para pekerjanya pemerintah Yaman sedangkan pemerintah Yaman mereka sebutkan dengan budak-budak atau pekerjanya Amerika Serikat-Israel.
Upaya untuk menghancurkan nama baik Darul Hadits Salafiyyah Dammaj selalu gagal, maka upaya lain yang mereka lakukan adalah dengan mengutus orang-orang mereka untuk berpura-pura menampakan diri sebagai penuntut ilmu dan duduk belajar di Dammaj, ketika mereka sudah mulai merasa memiliki ilmu dan memiliki modal ilmu, mereka kemudian kembali dan bergabung dengan jaringan mereka, sekadar contoh Abu Taubah ketika di Dammaj dia mengisahkan jati dirinya, bahwasanya dia ke Dammaj adalah sebagai utusan dari jaringan para teroris Indonesia namun dia tidak mau lagi kembali ke jaringan mereka karena sudah mengetahui bahwa jaringan mereka adalah berfaham teroris-khawarij, dia pun bertahan di Dammaj selama 10 (sepuluh) tahun lebih dan memutuskan hubungan dengan jaringannya. Setelah mencapai waktu tersebut dia kemudian melakukan perbuatan kejahatan dengan bentuk lain yaitu berupaya untuk mengacaukan hubungan persaudaraan seiman di Dammaj, dia bersekongkol dengan gurunya yang bernama Abdurrahman bin Mar’i Al-Adny melakukan adu domba, ketika makar Abu Taubah Al-Andunisy dan gurunya serta komplotannya tersebut diketahui oleh Syaikh kami Yahya Al-Hajury maka beliau –semoga Allah menjaganya- mengusir mereka dari Dammaj. Dengan sebab itu Abu Taubah balik ke Indonesia dan bergabung dengan da’i-da’i keluaran Darul Hadits Dammaj semisal Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Muhammad As-Sarbiny, Asykari bin Jamal Al-Bughisy, Muhammad Afifudin As-Sidawy, Mukhtar alias Herga Lafirlas dan Ayip Syafruddin serta komplotannya. Mereka itu adalah keluaran Darul Hadits Salafiyyah Dammaj namun kemudian mereka memusuhi Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dan mencela Ahlussunnah yang berada di Dammaj.
Diantara sifat-sifat mereka adalah bila ada fatwa atau nasehat Ahlussunnah yang berada di Dammaj yang mencocoki perbuatan mereka maka mereka sebarkan dan bila menyelisihi hawa nafsu mereka maka mereka membuang dan menutup-nutupinya. Tidak hanya itu bahkan mereka terkadang berdusta atas nama Ahlussunnah yang berada di Dammaj atau mereka memutar balikkan fakta dan kenyataan yang ada, yang pada akhirnya manusia beranggapan bahwa Darul Hadits Salafiyyah Dammaj adalah tempat dan sarangnya teroris.
Orang-orang yang berakal tentu tidak akan serampangan mengambil suatu keputusan, bila dia sebagai seorang yang beragama Islam tentu dia tidak akan mau bila setiap pemeluk agama Islam dikatakan sebagai teroris, dia tentunya akan menjawab bahwa pelaku teroris itu hanyalah oknum atau sebagian orang yang beragama Islam, adapun Islam dan kaum muslimin telah berlepas diri dari perbuatan mereka.

BAB IV
SEBUAH KENANGAN YANG MEMBUAT TENTRAM

Telah kami uraikan secara ringkas dan padat tentang keutamaan orang-orang yang mati karena menuntut ilmu agama dan keutaman orang yang mati karena dibunuh oleh para teroris-khawarij seperti kaum Rofidhah dan yang semisalnya pada tulisan kami yang berjudul "KEMATIAN SEMAKIN MENDEKAT, KEMANAPUN KAMU BERADA PASTI AKAN DIJEMPUT" maka pada tulisan ini kami akan menyebutkan sedikit tentang kisah-kisah dan kenang-kenangan indah tentang 3 (tiga) kawan kami, yang mereka telah mendapatkan 2 (dua) keutamaan sebagai orang yang dibunuh oleh teroris-khawarij dan sebagai orang mati di dalam menimba ilmu agama, mereka telah mendahului kami dalam kebaikan dan keutaman –semoga Allah menjadikan kami dan mereka sebagai para syuhada'-.

3.1 Shaleh Al-Andunisy –semoga Allah merahmatinya-.
ü  Semangatnya Dalam Menuntut Ilmu dan Mengamalkannya.
Beliau –Rahimahullah- senantiasa mengikuti pelajaran khusus kitab “Bulughul Maram” bersama Asy-Syaikh Muhammad bin Ali bin Hizam –semoga Allah menjaganya-, bila sudah selesai pelajaran maka beliau mengulangi pelajaran tersebut dengan membacakannya kepada salah seorang kawannya asal Libiya.
Beliau –Rahimahullah- juga mengajar bila ada dari kawannya yang memintanya untuk mengajarinya, berkata Abu Ihsan Muhammad Al-Bughisy kepada kami: “Apakah kamu memiliki waktu kalau keadaan nanti sudah aman untuk melanjutkan pelajaran kitab “Shifatu Shalatin Nabi” yang pernah saya belajar dengan Shalih namun tidak selesai dikarenakan Shalih sudah meninggal?”.  

ü  Senyuman dan Keheranannya.
Ketika beliau –Rahimahullah- mendengar rekaman suara mantan gurunya Dzul Akmal alias Maling Kandang yang dengan tanpa malu mengatakan bahwa murid-muridnya (diantaranya Shalih) dirampas oleh Thaghut-thaghut dari Dammaj maka Shalih terheran-heran sambil tersenyum manis, karena kebodohan mantan gurunya tersebut.
Semua orang memang akan terheran-heran dengan kebodohan si Maling Kandang yang berani berkata di luar kewajaran, dia menyebutkan orang-orang yang ada di Dammaj atau yang membela Dammaj sebagai thaghut, apa yang dikatakan oleh si Maling Kandang persis dengan yang dikatakan oleh kaum teroris-Rofidhah, mereka mengeraskan suara rekaman da’i-da’i mereka yang mencaci maki Ahlussunnah di Dammaj dan melontarkan kata-kata seperti yang dikatakan oleh si Maling Kandang: Orang-orang Dammaj adalah thaghut, jaringan Amerika Serikat-Israel.

ü  Detik-detik Menjelang Kematiannya.
Pada malam Ahad 2 Muharram 1433 Hijriyyah sekitar jam 8 (delapan) malam, di tengah-tengah semaraknya tembakan-tembakan kami mendatangi matras yang 4 (empat) kawan kami berjaga-jaga padanya, setelah kami sampai di samping matras, kami mendengar Abdul Hadi berteriak: “Intabih ya ikhwah” (hati-hati wahai saudara-saudara)”. Ketika kami mendengar suaranya maka kami mendekatinya, beliau pun berkata: “Intabih rijlai” (awas 2 kakiku)!”, kami mendapati beliau dalam posisi tiarap, karena kedua kakinya luka-luka, samping pinggang (belakang) dan kedua lengannya juga luka-luka, beliau hanya bisa menggerakan kepala dan bisa bersuara. Kami berkata kepadanya: Ya Abdal Hadi bagaimana kabarmu? Beliau berkata: “Man anta? (siapa kamu)?” Kami menjawab: Saya Khidhir. Beliapun sangat senang dengan kedatangan kami ke matrasnya.
Karena peperangan terus berkecamuk maka kami berkata kepada Abdul Hadi untuk bersabar dulu di tempatnya, karena jalan dari gunung ke lokasi markiz Darul Hadits masih berbahaya, lagi pula terorir-Rofidhah terus melepaskan tembakan mortir dan tembakan-tembakan lainnya ke arah matras yang kami berada padanya, Abdul Hadi –semoga Allah menyebuhkannya- berkata: Insya Allah saya masih bisa bersabar, kami dari Zhuhur tadi dalam keadaan seperti ini, di depan kita ini Shalih, badanya sudah hancur, sebelum hawwon (mortir) mengenainya, beliau berteriak Allahu Akbar!, selesai bertakbir hawwon langsung mengenainya, beliau pun langsung meninggal. Setelah beliau meninggal datang lagi hawwon berikutnya mengenai badan (perut)nya, sedangkan di badanya ada bom (geranat) yang beliau bawa, ternyata ledakan hawwon tersebut mengenai badannya dan juga mengenai geranat, yang akibat dari itu badanya terkena dua ledakan; ledakan hawwon dan ledakan geranat, dengan itu kemudian badannya hancur.    
    
  3.2 Abu Haidar Al-Andunisy –semoga Allah merahmatinya-.
ü  Kedermawanan dan Perhatiannya Terhadap Saudaranya Seiman.
Berkata Abu Ihsan Muhammad Al-Bughisy –semoga Allah menjaganya-: "Dulu Abu Haidar sangat berjasa kepada kami sebagai temannya, diantaranya yang saya ingat; Beliau suka menolong dan membantu saudaranya (seiman) yang membutuhkan bantuan dan beliau sangat semangat berjaga-jaga di perbatasan-perbatasan Dammaj, kami sebagai teman dekatnya sangat senang dengannya karena beliau suka mengalah dan penyabar, senang memberi kalau beliau memiliki sesuatu, beliau berhati-hati dalam membuat suatu keputusan dalam setiap permasalahan apapun. Abu Haidar semangat dalam menuntut ilmu serta semangat mengajarkannya, beliau memiliki banyak murid di Dammaj, diantaranya dari anak-anak orang Arob. Orang-orang Yaman senang dengan sikap dan kesabarannya dalam mendidik anak-anak mereka. Kami semua merasa bersedih dengan kehilangan saudara semisal beliau dan kami merasa sangat sulit mendapatkan teman seperti beliau. Bersyukurlah kepada Allah wahai orang tua yang telah melahirkan beliau, karena beliau termasuk orang yang baik".

ü  Perhatiannya Terhadap Dakwah dan Kepentingan Umat.
Beliau adalah termasuk dari salah seorang penuntut ilmu yang memiliki kecemburuan terhadap dakwah, ketika Dzul Akmal alias Maling Kandang berkata di atas kebodohan dan berani mencela Syaikhuna Yahya bin Ali Al-Hajury –semoga Allah menjaganya- maka Abu Haidar –Rahimahullah- bangkit menulis hasil rekaman dari suara si Maling Kandang, yang kemudian diserahkan kepada sebagian kawan-kawan yang mau membantahnya.

ü  Ikut Berbahagia Ketika Ada Seseorang Mau Berkawan dengan Sesama Ahlussunnah.
Ketika ada seorang kawannya yang menyatakan berlepas diri dan bertaubat dari perbuatan yang pernah dilakukan yaitu berloyalitas dengan orang-orang yang tidak jelas jati diri mereka, yang mereka berpenyakit dalam hatinya, yang terkadang duduk dengan hizbiyyin dan terkadang duduk dengan Ahlussunnah maka Abu Haidar sangat bergembira dengan kabar tersebut, kami yang memberi kabar tersebut merasa bergembira pula dan kagum dengan sikapnya yang tidak menaruh dendam terhadap siapa saja yang mau kembali kepada kebenaran, karena sikap seperti ini sangatlah sulit didapatkan, sebagaimana yang kami saksikan di kalangan hizbiyyin, terkadang mereka sudah bersepakat untuk tidak saling menghibahi, mencela dan saling menjauhi satu dengan yang lainnya, akan tetapi bila mereka sudah kembali ke tempat-tempat mereka masing-masing maka akan terlihat kalau dendamnya masih tersimpan sekadar contoh Muhammad Afifudin As-Sidawy dan komplotannya sudah bersepakat bahwa Ja’far Shalih termasuk kawan-kawan mereka, namun ketika Muhammad Afifudin berjumpa dengan para pengikutnya di salah satu masjid di Manukan-Surabaya dia mensifati Ja’far Shalih seperti anak-anak, bahwa Ja’far Shalih mengundang kawan-kawannya untuk rapat kemudian pergi. Dan Muhammad Afifudin mensifati seperti itu setelah dia mendengar rekaman suara Ja’far Shalih yang bertanya kepada ulama di Madinah yang berkaitan dengan Tsunami di Banda Aceh. 

ü  Penjagaannya Terhadap Waktu.
Ketika kaum Rafidhah melakukan pengepungan terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj maka aktivitas di Dammaj pun terbatasi, untuk menunggu waktu makan pagi, siang dan malam membutuhkan waktu yang terkadang sejam atau terkadang lebih dari sejam. Di tengah-tengah panjangnya waktu menunggu makan maka Abu Haidar –semoga Allah merahmatinya- memanfaatkan waktu tersebut dengan membaca Al-Qur’an. Bila ada salah seorang di sampingnya bertanya tentang sesuatu kepadanya maka beliau menghentikan membaca Al-Qur’an dan melayani orang yang bertanya kepadanya. Pernah ada seorang kawan kami bertanya kepadanya: Bagaimana dengan jaga di gunung?, dengan penuh ceria beliau menjelaskan bahwa Rofidhah senantiasa menghujani tembakan kepada kawan-kawan yang jaga di gunung, sampai-sampai yang jaga di gunung itu tidak bisa mencari tempat untuk membuang hajat melainkan hanya bisa membuang hajatnya di sekitar matras, hal tersebut dikarenakan dahsyatnya tembakan-tembakan dari Rofidhah.   

ü  Wasiatnya Sebelum Meninggal Dunia.
Berkata Abu Ihsan Muhammad Al-Bughisy: "Sebelum Abu Haidar meninggal beliau berkata kepada kami bahwasanya beliau bercita-cita ingin mati syahid di jalan Allah -semoga Allah menjadikannya bersama para syuhada'-. Beliau berwasiat kepada saudara Fadhil Al-Jawy bahwa kalau beliau meninggal maka senjata (senapan)nya diwakafkan untuk dakwah (khusus orang-orang Indonesia yang ada di Dammaj) dan yang bertanggung jawab merawat senjata tersebut adalah Fadhil Al-Jawy, bila ada orang Indonesia yang mau jaga maka dipinjamkan kepadanya, kemudian untuk seterusnya kalau saudara Fadhil meninggal atau akan pulang ke Indonesia maka senjata tersebut diberikan kepada orang Indonesia yang bisa merawatnya, tentunya kepada orang-orang yang bermanhaj lurus bukan orang maridh (berpenyakit dalam hatinya)". 

ü  Detik-detik Menjelang Kematiannya.
Setelah Abdul Hadi memberitahu kami tentang Shalih bahwa beliau berada di depan kami, kemudian Abdul Hadi memberitahu kami pula bahwa Abu Haidar di samping kiri kami, ketika Abu Haidar mendengar suara kami maka beliau memanggil kami, karena ledakan mortir mengenai samping perutnya, yang mengakibatkan beliau tidak kuasa untuk berbicara, kami hanya mendengar panggilannya kepada kami: “Ha....Ha...”. Ketika kami mendengar panggilannya kami bergegas mendatanginya, namun karena pertempuran terus semarak, kami pun menunda untuk menemui beliau. Setelah tembakan berkurang dan para teroris-Rafidhah sudah mundur maka kami mendatangi Abu Haidar, lalu beliau berkata: “Ha...Ha...”, beliau terbaring di atas lambung kiri, tangan kanannya diletakan di atas kepala, kemudian kami memegang badannya ternyata badannya sudah kaku, kami bersedih dengan keadaannya, lalu kami berkata kepadanya:
قل: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ». «مَنْ قال: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ».
“Katakanlah: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”. Barangsiapa mengatakan: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah maka dia akan masuk jannah (surga)”. Beliau pun berkata: “Laa I….”, kami sangat bergembira karena beliau masih bisa mengucapkan tahlil, walaupun suaranya terputus namun bibirnya terus bergerak, kami berulang-ulang mengatakan seperti itu, beliau pun terus mengatakannya. Kami bergembira dan kagum dengan kesabarannya menahan sakit dari Zhuhur sampai Isya’, ketika kami berdoa:
اللهم اجعلنا مع الصديقين والشهداء والصالحين
“Ya Allah jadikanlah kami bersama para Shiddiqin (orang-orang yang jujur), Syuhada’(orang-orang yang mati syahid) dan Shalihin (orang-orang yang baik)”. Beliau pun berkata: “Am….” Yaitu amin (kabulkanlah). Terakhir ucapan kami kepadanya:
قل: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ». «مَنْ قال: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ».
“Katakanlah: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”. Barangsiapa mengatakan: “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah maka dia akan masuk jannah (surga)”. Beliau pun mengatakan sebagaimana sebelumnya –semoga Allah menjadikannya sebagai seorang yang mati syahid-.

3.3 Hisyam Al-Malayzy –semoga Allah merahmatinya.
ü  Kesungguhannya dalam Mencari Kebenaran
Beliau –semoga Allah merahmatinya- telah merantau ke beberapa tempat untuk mencari kebenaran, beliau –semoga Allah merahmatinya- pernah ke Indonesia untuk menuntut ilmu, beliau bercerita kepada kami bahwasanya beliau pernah belajar ilmu agama di pondok pesantren LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Beliau sangat bersyukur ketika Allah Ta'ala menyelamatkannya dari kelompok sesat LDII dan beliau sangat bersyukur dan bergembira ketika Allah 'Azza wa Jalla menjadikannya sebagai seorang Ahlussunnah yang bisa senantiasa menuntut ilmu.
Memang termasuk sesuatu yang wajib untuk disyukuri bila seseorang mendapatkan keutamaan yang Allah Ta'ala berikan sebagaimana yang Allah Ta'ala berikan kepada saudara Hisyam, karena orang yang mati di atas sunnah maka sungguh dia telah mendapatkan kebaikan yang luar biasa, berkata Syaikh kami Yahya bin Ali Al-Hajury –semoga Allah menjaganya-: "Paling besarnya karamah (kemulian) bagi seseorang adalah bila dia mati di atas sunnah".
Di samping itu Hisyam juga telah mendapatkan keutamaan sebagai orang yang mati di atas jalan menuntut ilmu, beliau juga mati karena jihad di jalan Allah –semoga Allah menjadikannya mati syahid- dan beliau mati karena dibunuh oleh teriris-khawarij-Rofidhah. (Lihat keutamaan-keutamaan tersebut pada tulisan kami "KEMATIAN SEMAKIN MENDEKAT, KEMANAPUN KAMU PERGI PASTI AKAN DIJEMPUT").

ü  Sikap Tegasnya Terhadap Hizbiyyin.
Ketika orang Yaman bertanya kepada Hisyam tentang keberadaan komplotan Abu Abayah Mushthafa Al-Buthony –yang ketika itu mereka belum menampakan kehizbiyyahan mereka- semisal Mahmud Al-Kriany asal Surabaya dan Khalil Preman asal Jakarta maka Hisyam berkata: "Mereka adalah orang-orang yang fanatik dan membela tokoh-tokoh hizbiyyin Indonesia". Ketika orang Yaman tersebut sampaikan ke Mahmud dan Khalil maka keduanya menantang Hisyam dan bersegera mendatangi Syaikhuna Yahya untuk melaporkannya perkataannya Hisyam, keduanya membuat kedustaan kepada Syaikh kami bahwa Hisyam menuduh Khalil sebagai hizbi, di hadapan Syaikh kami Yahya bin Ali Al-Hajury –semoga Allah menjaganya- dengan tegas Hisyam menyatakan bahwa itu adalah dusta, beliau tidak mengatakan bahwa Khalil adalah hizbi, akan tetapi beliau berkata: “Khalil adalah orang yang fanatik dengan hizbiyyin semisal Muhammad Afifudin dan Syaikh sudah tahu sendiri tentang perkataan Muhammad Afifudin”. Setelah mendengarkan perkataan Hisyam maka Syaikh kami Yahya bin Ali Al-Hajury –semoga Allah menjaganya- berkata kepada Mahmud dan Khalil: "Tinggalkan perbuatan fanatik kepada hizbiyyin".
Kedua preman hizby tersebut kemudian keluar dari ruang tamu dalam keadaan sangat marah terhadap Hisyam, akan tetapi Hisyam tetap dalam keadaannya seperti biasanya; tetap tenang dan tidak perduli dengan celaan dari para pencela dan tidak takut dengan kemurkaan orang-orang yang jahat, karena para pencela dan orang yang suka berbuat jengkel tidak akan memudharatkan orang lain melainkan hanya memudharatkan dirinya sendiri, Allah Ta'ala berkata:
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ [يونس: 23]
"Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya kemarahan kalian itu akan menimpa diri kalian sendiri". (Yunus: 23). Allah Ta'ala juga berkata:
﴿قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ [آل عمران: 119] 
"Katakanlah: Matilah kalian disebabkan kejengkelan kalian". (Ali Imran: 119).

ü  Kedermawanan dan Perhatiannya Terhadap Saudaranya.
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang berjaga-jaga di gunung Barraqah itu lebih besar ujiannya dari pada orang-orang yang berjaga-jaga di bawahnya. Terkadang orang yang berjaga-jaga di gunung hanya memakan sepotong roti atau terkadang hanya memakan anggur-anggur kering dan terkadang hanya memakan nasih putih yang dimasak dengan tanpa garam dan tanpa bumbu-bumbu. Ketika kami dan kawan-kawan yang berjaga-jaga di gunung selesai shalat zhuhur kami membuat 3 (tiga) halaqah untuk makan berjama’ah dengan hidangan makan siang adalah nasi putih, di tengah proses makan siang tiba-tiba datang Hisyam dengan membawa 3 (tiga) buah kaleng tuna, semua yang ikut makan sangat bergembira dengan pemberian Hisyam tersebut –semoga Allah membalas kebaikannya-.
Beliau –Rahimahullah- pernah pula jaga dengan kami di Wad’i (samping Markiz Darul Hadits Salafiyyah Dammaj) pada awal tahun 1432 Hijriyyah, ketika kami terlambat mengambil makan siang di dapur umum markiz Darul Hadits Salafiyyah Dammaj maka beliau –Rahimahullah- membelikan untuk kami makanan.
Berkata Numair Al-Lomboky: Hisyam adalah orang yang baik, beliau pernah memberikan kepadaku uang dan pernah pula membawa tuna untuk kami makan berjama'ah dengannya".

ü  Pembelaannya Terhadap Hak-hak Orang yang Dizhalimi.
Sudah merupakan kebiasaan dan perjanjian antara pemilik tanah dengan yang membangun rumah di sekitar markiz Darul Hadits Salafiyyah Dammaj bahwa bila seseorang safar atau pulang ke negrinya selama setahun tidak balik ke Dammaj maka rumahnya akan diambil oleh pemilik tanah, ketika ada seorang kawannya asal Malaysia pulang ke Malaysia, belum mencapai setahun pemilik tanah menuntut rumah tersebut dan meminta kunci rumah untuk mengambilnya maka Hisyam –Rahimahullah- mempertahankan rumah tersebut dikarenakan pemilik rumah ke Malaysia belum mencapai setahun, Hisyam –Rahimahullah- bersikeras mempertahankan rumah tersebut dan beliau mendatangi Anwar Al-Wadi’y untuk membantu penyelesaian perkara tersebut dan Al-Hamdulillah rumah tersebut terselamatkan dari kezhaliman pemilik tanah.

ü  Semangatnya dalam Menuntut Ilmu.
Beliau –Rahimahullah- tidak segan-segan dan tidak malu untuk bertanya dan belajar kepada orang yang memiliki ilmu yang beliau belum memilikinya, beliau belajar ilmu nahwu kepada saudaraku Abul Husain Umair bin Salim Al-Limbory –semoga Allah menjaganya-. Beliau –Rahimahullah- lebih dahulu datang di Dammaj dari pada Abul Husain Umair, namun karena ilmu, beliau tidak merasa minder dan malu untuk belajar kepada orang yang belakangan datang di Dammaj, sifat seperti ini termasuk dari salah satu sifat para penuntut ilmu sejati, berkata Mujahid -Rahimahullah:
لا يتعلم العلم مستحي ولا مستكبر.
“Tidak akan mempelajari (memperoleh) ilmu bagi orang yang pemalu dan tidak pula orang yang sombong”. Dan berkata Aisyah –Semoga Allah meridhainya-:
نعم النساء نساء الأنصار لم يمنهعن الحياء أن يتفقهن في الدين
“Sebaik-baik wanita adalah wanitanya kaum Anshar, tidaklah mencegah mereka rasa malu untuk memahami (mendalami) ilmu agama”.
Kedua perkataan tersebut adalah shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhary dalam “Shahihnya” dengan tanpa menyebutkan sanad-sanad (jalur-jalur periwayatan) dan Al-Imam Ibnu Hajar dalam “Fathul Bary” mengutipkan penyebutan sanad-sanadnya sampai kepada Mujahid dan Aisyah –semoga Allah meridhai keduanya-).  
Karena beliau –Rahimahullah- memiliki keinginan dan kemauan yang tinggi maka tidak heran kalau beliau mampu menguasai beberapa bahasa. Bila beliau berjumpa dengan saudara-saudara asal Britonia (Inggris), Amerika atau Singapure beliau terkadang berbincang-bincang dengan berbahasa inggris, bila berjumpa dengan saudara-saudara asal Malaysia beliau berbincang-bincang dengan bahasa Melayu (Malaysia), bila berjumpa dengan saudara-saudara asal Indonesia maka beliau berbincang-bincang dengan bahasa Nusantara (Indonesia), bila ada orang yang mengajaknya berbicara dengan bahasa Jawa maka beliau berbicara dengan bahasa Jawa dan bila beliau berjumpa dengan orang-orang Arob beliau berbicara dengan bahasa Arob. 

ü  Keberaniannya Ketika Berhadapan dengan Musuh.
Di akhir bulan Dzulhijjah 1432 Hijriyyah kami dan Hisyam –semoga Allah merahmatinya- berjaga-jaga di gunung Barraqah, ketika sudah masuk waktu shalat maghrib dan dikumandangkan adzan maghrib maka kami menyempatkan diri naik di atas qasabah (menara pengintaian), tiba-tiba kami melihat sekelompok teroris-Rofidhah mau menyerang ke matras-matras penjagaan di gunung maka kami dan seorang warga Dammaj melepaskan tembakan-tembakan kepada mereka, maka dari situ terjadilah pertempuran antara kami para penjaga di gunung dengan teroris-Rafidhah, mereka menghujani kami dengan tembakan-tembakan dari 4 (empat) arah; kiri-kanan dan muka-belakang, mereka menghujani menara pengintaian yang kami dan seorang warga Dammaj berada di atasnya, ketika kami menolehkan pandangan ke arah bawah kami melihat beberapa orang keluar dari matras-matras menuju ke matras terdepan yang merupakan titik perbatasan antara matras Ahlussunnah dengan matras teroris-Rafidhah. Ketika kami turun dari menara pengintaian tersebut ada salah seorang mengabarkan kepada kami bahwa orang-orang yang keluar dari matras-matras dan maju ke matras terdepan tadi adalah Hisyam dan beberapa orang Yaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar