Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

MELATIH ANAK-ANAK UNTUK BERIBADAH



MELATIH ANAK-ANAK UNTUK BERIBADAH

بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Abu Ahmad saya pernah taklim di masjid Ashhabul Hadits saat itu yang  ceramah Abdul Wahid Al-Jakarty (Abu Qilabah) dia mengatakan bahwa shohabiyyah melatih bayi yang menyusu berpuasa, apakah benar? benarkah Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menyuruh hal tersebut dan ibunya saja ada keringanan.


Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Mungkin Al-Ustadz Abdul Wahid Al-Jakartiy semoga Alloh memberikan kefaqihan kepada kami dan kepadanya keliru dalam memahami makna hadits, karena di dalam hadits itu dengan lafadz shibyan atau shobiy. Mungkin beliau membawa makna tersebut kemakna bayi, sebagaimana Alloh (تعالى) katakan tentang kisah Ash-Shiddiqah Maryam semoga Alloh meridhoinya:
{فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا} [مريم: 29]
"Lalu dia mengisyaratkan kepada (bayi)nya, maka mereka berkata: Bagaimana kami akan mengajak bicara orang dalam buayan yang masih keadaan bayi". (Maryam: 29).
Pada ayat tersebut jelas bahwa makna shobiy adalah bayi yang membutuhkan ASI (air susu ibu), dan makna shobiy terkadang umum; mencakup bayi dan juga mencakup anak-anak yang belum baligh, Alloh (تعالى) berkata tentang Nabi-Nya Yahya:
{وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا} [مريم: 12]
"Dan Kami memberinya Al-Hukm (Al-Kitab) dalam keadaan masih anak-anak". (Maryam: 12).
Dan tentang permasalahan makna shobiy yang berkaitan dengan melatihnya untuk puasa maka yang dimaksud adalah anak-anak yang sudah terlepas dari ketergantungan kepada ASI (air susu ibu), sebagaimana hal ini disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy semoga Alloh merahmatinya di dalam "Ash-Shohih", beliau berkata:
"بَابُ صَوْمِ الصِّبْيَانِ".
"Bab puasanya anak-anak". Kemudian beliau berkata:
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِنَشْوَانٍ فِي رَمَضَانَ: "وَيْلَكَ، وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ، فَضَرَبَهُ".
"Dan telah berkata Umar semoga Alloh meridhoinya kepada orang yang mabuk pada bulan Romadhon: "Celaka kamu, anak-anak kecil kami (saja) berpuasa, lalu beliau memukulnya".
Kemudian beliau (Al-Bukhoriy) membawakan hadits Ar-Rubayyi' bintu Mu'awwidz bahwasanya dia berkata:
"فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ".
"Dahulu kami berpuasa, dan kami (melatih) anak-anak kecil kami berpuasa, dan kami menjadikan untuk mereka mainan-mainan dari bulu-bulu, jika salah seorang dari mereka menangis untuk makan maka kami memberikannya mainan tersebut hingga dia (terus berpuasa) sampai berbuka".
Pada hadits ini sangat jelas penyebutan tentang anak-anak, yang tentunya adalah anak-anak yang belum baligh, dan makna hadits sangat jelas menunjukan bahwa mereka bukan dari bayi yang masih membutuhkan ASI karena pada lafadz hadits menyebutkan bahwa mereka memiliki keterkaitan dengan makanan "jika salah seorang dari mereka menangis untuk makan" bukan untuk meminum ASI.
Dan Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak memerintahkan untuk melatih bayi supaya berpuasa, akan tetapi beliau menyarankan kepada anak-anak untuk dilatih berpuasa sebagaimana Beliau (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menyarankan untuk melatih mereka dengan sholat, Beliau (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلَاةَ ابْنَ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرٍ»
"Ajarilah oleh kalian anak yang berumur 7 (tujuh) tahun tentang sholat, dan pukullah oleh kalian anak yang berumur 10 (sepuluh) tahun karenanya". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari hadits Sabroh bin Ma'bad Al-Juhaniy, dan At-Tirmidziy berkata: Ini adalah hadits hasan".
Dari hadits ini pula semakin memperkuat bahwa anjuran melatih untuk ibadah adalah anak-anak yang belum baligh bukan bayi yang masih membutuhkan ASI.

Pertanyaan:
Sebagian ulama beralasan tentang bolehnya makhluk bernyawa tampil di TV atau di kamera dengan mengkiaskannya kepada bolehnya tampil di depan cermin, atau seperti foto kopy-an, apakah hal tersebut dibenarkan?.

Muhammad bin Salim menjawab:
Hal tersebut tidak bisa dibenarkan baik secara dalil syar'i maupun secara akal, karena gambar makhluk yang ditampilkan di TV itu tersimpan begitu pula yang difoto kopy hasil kopyannya juga disimpan, kapan ingin dimunculkannya maka akan dimunculkan, adapun cermin hanya sekilas yaitu ketika dia berhadapan dengannya saja.
Mereka mengkiaskan dengan cermin bukan pada tempatnya akan tetapi cermin lebih pas untuk dikiaskan dengan perkataan Abdulloh bin Abbas semoga Alloh meridhoi keduanya yang diriwayatkan oleh At-Tirmidziy:
ثُمَّ صَلَّى العَصْرَ حِينَ كَانَ كُلُّ شَيْءٍ مِثْلَ ظِلِّهِ
"Kemudian beliau sholat ashar ketika segala sesuatu seperti bayangannya".
Jadi sisi pengkiasan di sini bahwa bayangan seseorang ketika masuk waktu ashar itu semisal dengannya baik bentuknya maupun panjangnya kemana dia pergi bayangan itu akan ikut selama dia di bawah terik matahari, begitu pula seseorang ketika berhadapan dengan cermin maka persis bentuknya sama dengan yang dicermin, bila dia tinggalkan cermin tersebut maka bentuk atau bayangannya akan hilang.
Dan Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak mengingkari bayangan yang dicermin sebagaimana beliau (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak pula mengingkari bayangan seseorang ketika dia berada di terik matahari, adapun gambar makhluk hidup baik itu berbentuk lukisan, ukiran, kamera, foto kopyan, scan-an atau yang semisalnya maka Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah mengingkarinya:
«مَنْ صَوَّرَ صُورَةً، فَإِنَّ اللَّهَ مُعَذِّبُهُ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا أَبَدًا»
"Barang siapa membuat gambar (makhluk yang bernyawa), maka sesungguhnya Alloh akan mengazabnya, sampai dia (diperintah untuk) meniupkan ruh kepada gambar yang dibuatnya, dan dia tidak akan mampu meniupkan ruh kepadanya selama-lamanya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon di dalam "Ash-Shohihain" dari hadits Abdulloh bin Abbas.






الْقَوَاعِدُ السَّلَفِيَّةُ



الْقَوَاعِدُ السَّلَفِيَّةُ
لِأَبِي أَحْمد مُحَمَّدِ بْنِ سَلِيْمٍ اللِّمْبُوْرِيِّ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

الْقَاعِدَةُ الْأُولَى:
أصول الدعوة السلفية ثلاثة: كتاب الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وسنّة النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وعلى منهج السلف الصّالِح، قال الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ} [الأعراف: 3].
وقال سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا} [النساء : 59].
وعن الْعِرْبَاض بن سَارِيَةَ قال: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ: «أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ». (رواه أبو داود، وابن ماجه، والترمذي، وقال: هذا حديث صحيح).

الْقَاعِدَةُ الثَّانِيةُ:
كل من خالف أصول الدعوة السلفية فإنه يدخل في الحزبية، ويكون له من العقوبة بقدر مخالفته، قال الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63].

الْقَاعِدَةُ الثَّالِثَةُ:
فلا يجوز للمسلم أن يتبع أراءً أو أقوالاً تخالف ما كان عليه سلفنا الصّالِح، قال الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا} [النساء: 115].
وقال سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى: {إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آَمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ (12) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (13)} [الأنفال: 12، 13].

الْقَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ:
فعدم الرجوع إلى ما كان عليه سلفنا الصَّالِح هو السبب الأصيل الذي جعل المسلمين يتفرقون إلى المذاهب، قال الله عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ} [الأنعام: 159] ، وقال عَزَّ وَجَلَّ: {فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ} [الصف : 5].

الْقَاعِدَةُ الْخَامِسَةُ:
فعلى المسلم إذا رأى رجلاً يتهاون بشيء من سنن النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أن يتبرأ منه ويتركه، قال الله عَزَّ وَجَلَّ: {لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ} [المجادلة: 22].

الْقَاعِدَةُ الْسَادِسَةُ:
ليس كل اجتماع يكون مذموماً، فإن كان الاجتماع على كتاب الله وسنة النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعلى ما كان عليه سلفنا الصّالِح فهذا الاجتماع ممدوح، عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِى يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلاَ يَتَحَاشَ مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلاَ يَفِى لِذِى عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّى وَلَسْتُ مِنْهُ». (رواه مسلم).

IKAN ADALAH MAKANAN KESEHATAN YANG TERBAIK UNTUK PARA PENUNTUT ILMU


IKAN ADALAH MAKANAN KESEHATAN YANG TERBAIK
 UNTUK PARA PENUNTUT ILMU

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Ustadz apa benar bahwa terlalu banyak memakan ikan menjadikan seseorang bodoh? Karena kami pernah mendengar orang Ambon berkata: "Beta paleng banya makan ikan sampe beta bodoh" yang artinya: "Saya sangat banyak makan ikan sampai saya bodoh"?.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Perkataan orang tersebut tidak menunjukan bahwa banyak memakan ikan itu mengakibatkan kebodohan, akan tetapi yang dimaksud dari perkataan tersebut adalah "sangat banyaknya dia memakan ikan sampai membuatnya tidak bisa menghitungnya berapa ikan yang dia makan, dia tidak tahu berapa ekor ikan yang dia makan?! Itu makna bodoh yang dimaksud orang tersebut".
Adapun kalau dikatakan bahwa dengan memakan ikan mengakibatkan kebodohan itu tidak dibenarkan baik dilihat dari sisi syari'at atau pun dilihat dari sisi akal, bahkan dengan memakan ikan menyebabkan daya ingat bagus, menambah darah (apalagi kalau ikannya diasinkan), dan menguatkan tubuh.
Bahkan ikan merupakan makanan pilihan yang istimewa, dan Alloh (تعالى) telah memilihnya sebagai makanan perbekalan untuk Nabi-Nya Musa (عليه السلام), Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata tentang kisah Musa (عليه السلام) ketika mau menuntut ilmu di sisi Khidhir (عليه السلام):
فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الحُوتَ آيَةً، وَقِيلَ لَهُ: إِذَا فَقَدْتَ الحُوتَ فَارْجِعْ
"Maka Alloh menjadikan untuknya ikan sebagai tanda, dan dikatakan kepadanya: Jika ikan tersebut jatuh maka kembalilah". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dan Muslim dari hadits Abdulloh bin Abbas.
Ketika Musa dan muridnya (Yusya') sudah kelaparan maka Musa meminta kepada muridnya tersebut untuk diberikan perbekalannya berupa ikan supaya keduanya memakannya sebagaimana Alloh (تعالى) kisahkan di dalam surat Al-Kahfi:
{آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ} [الكهف: 62، 63]
"Datangkan makanan kita, sungguh kita telah mendapati pada perjalanan kita ini rasa capek, berkata (muridnya): Tahukah engkau ketika kita singgah di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (tentang) ikan itu dan tidaklah membuat lupa dari menyebutkannya melainkan syaithon". (Al-Kahfi: 62-63).
Bahkan Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) senang memakan ikan, tatkala Abu Ubaidah bersama prajuritnya kembali ke Madinah dan mereka menceritakan kepada Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tentang perjalanan mereka dalam keadaan sangat lapar kemudian mereka menemukan seekor ikan yang sangat besar yang disebut dengan "al-'anbar" yang sudah mati di pinggir pantai maka Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)  berkata:
«كُلُوا، رِزْقًا أَخْرَجَهُ اللَّهُ، أَطْعِمُونَا إِنْ كَانَ مَعَكُمْ».
"Makanlah kalian, itu adalah rezqi yang Alloh telah mengeluarkannya, berikanlah untuk kami jika kalian masih memilikinya". Kemudian Jabir berkata:
"فَأَتَاهُ بَعْضُهُمْ فَأَكَلَهُ".
"Lalu didatangkan sebagiannya untuknya lalu beliau memakannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dan Muslim dan ini adalah lafadznya Al-Bukhoriy.
Dan tentang permasalahan ikan ini telah kami paparkan di dalam tulisan kami "Fathud Dayyaan fii 'Ajaibil Hiitaan".


GHULUW (MELAMPUI BATAS) ADALAH SUMBER SEGALA PENYAKIT

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
'Ammiy temanku berkata bahwa ada orang yang sangat tidak suka sama 'ammiy, orang tersebut mengatakan bahwa 'ammiy ingin mengambil hak orang, 'ammiy ingin sesuatu yang ada pada orang lain, 'ammiy ingin…., 'ammiy apa sebabnya orang tersebut begitu jengkel sama 'ammiy?!!!.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Wahai anak saudaraku ketahuilah semoga Alloh menjaga kami dan menjagamu bahwa setiap orang yang berupaya untuk menjadi manusia yang baik maka pasti akan ada yang memusuhinya, lebih-lebih kalau orang tersebut benar-benar mengikuti Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) maka pasti akan dimusuhi, Alloh (تعالى) berkata:
{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ} [الأنعام: 112]
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi musuh, (dari kalangan) syaithon-syaithonnya manusia dan jin, sebagian mereka membisikan kepada sebagian yang lain". (Al-An'am: 112).
Tidaklah ada dari seseorang memiliki rasa dengki, hasad dan dendam kepada orang lain melainkan karena dia terjangkiti penyakit ghuluw (melampui batas).
Tidaklah seseorang menaruh kebencian yang sangat kepada kami melainkan karena dia memiliki sifat ghuluw, baik dia ghuluw terhadap apa yang ada pada dirinya yaitu dia ingin supaya kami menyanjungnya dan mengangkatnya setinggi langit atau dia ghuluw terhadap orang yang dia senangi, dia ingin meninggikan orang tersebut akan tetapi karena melihat kami mungkin sebagai penghambatnya maka jalan satu-satunya dia pun berupaya untuk mencelakakan kami dengan berbagai cara, namun Insya Alloh tidak akan memudhoratkan kami, Alloh (تعالى) berkata:
{لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى} [آل عمران: 111]
"Tidak akan memudhoratkan kalian melainkan hanya gangguan (saja)". (Ali Imron: 111).
Tidakkah kamu wahai anak saudaraku melihat kepada khowarij terdahulu, mereka sangat ghuluw terhadap Ali bin Abi Tholib semoga Alloh meridhoinya, semua perkara harus lewat ke Ali, perkara kecil atau pun perkara besar harus lewat Ali, masalah kholifah harus Ali, adapun Abu Bakr, Umar dan Ustman tidak berhak, karena ghuluw kepada Ali maka selain Ali bagaimana pun baiknya, bagaimana pun mulianya, tidak teranggap di sisi mereka.
Ketika Ustman semoga Alloh meridhoinya berhasil mereka bantai maka bergegaslah mereka mendukung Ali, beliau dibai'at dan mereka sangat bersemangat dalam berperang menghadapi Mu'awiyyah, ketika Ali menyelesihi kemauan mereka untuk terus berperang menghadapi Mu'awiyyah dan Ali menginginkan perdamaian dengan Mu'awiyyah mereka pun marah, mereka berontak dan keluar dari ketaatan kepada Ali, yang tadinya mereka ghuluw terhadap Ali kemudian setelah itu mulai mereka mencacati Ali, mereka mengatakan bahwa Ali khianat, Ali tidak berhukum dengan hukum Alloh, Ali berperang dengan Mu'awiyyah akan tetapi tidak boleh mengambil harta rampasan perangnya, Ali tidak mau menulis gelarnya sebagai Amirul Mu'minin, Ali berhukum dengan hukum manusia yang dijadikan sebagai penengah, Ali….dan Ali…, yang ujung-ujungnya mereka menghalalkan kehormatan Ali bahkan sampai Ali semoga Alloh meridhoinya terbunuh di atas tangan salah satu dari tokoh mereka.
Dan kami pun khawatir terhadap orang-orang yang ghuluw tersebut kalau nantinya akan kecewa terhadap orang yang mereka tinggi-tinggikan itu, yang pada akhirnya mereka akan mencacatinya pula, kami khawatir nantinya mereka akan membongkar aib-aibnya atau menuduhnya dengan tuduhan sebagaimana mereka menuduhkan kepada kami.
أَسْأَلُ اللهَ الْعَافِيَةَ
Sekali lagi kami katakan bahwa ghuluw adalah sumber dari sumber-sumber segala penyakit, baik itu penyakit jasmani atau pun penyakit rohani, bila seseorang memiliki sifat ghuluw ketika memakan suatu makanan maka tentu makanan tersebut akan memudhoratkannya, mungkin perutnya akan pecah atau minimalnya akan termuntahkan, begitu pula seseorang yang ghuluw terhadap orang lain maka tentu akan memudharotkannya, mungkin orang tersebut akan berlepas diri darinya ketika di dunia ini atau di akhirat kelak, Alloh (تعالى) berkata:
{قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ} [سبأ: 32].
"Dan pembesar-pembesar mereka berkata kepada pengikut-pengikut mereka: Apakah kami yang menghalangi kalian dari petunjuk setelah dia datang kepada kalian?! Bahkan kalian itu adalah orang-orang yang pembuat dosa". (Saba': 32).
  

MENGATASI LUKA BAKAR

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Ketika seseorang terluka disebabkan kebakaran atau terkena bahan panas yang mengakibatkan kulitnya hangus maka langkah apa yang dia lakukan?.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Hendaknya dia celupkan luka tersebut ke dalam air yang dingin, tidak dibenarkan bila luka bakar diberi odol (atau pepsodent) atau cairan yang panas, karena itu akan memberi bekas tidak bagus pada luka dan memperlambat proses penyembuhan, akan tetapi hendaknya ketika terjadi suatu luka maka langsung dia dinginkan dengan air jernih yang bersih lagi suci, dia celupkan ke dalam air, hal ini ini sejak dahulu manusia melakukannya.
Bahkan di dunia kesehatan juga menggunakan teori ini, ketika para teroris melakukan pengeboman di Bali maka korban luka bakar akibat ledakan bom sangat banyak, ketika itu pemerintah Ausralia memberi bantuan berupa alat pengangkut khusus para korban luka bakar kemudian setiap para korban diangkut lalu dicelupkan ke dalam air yang disediakan, dan ini kami menyaksikannya ketika kami praktek kerja lapangan di rumah sakit Sanglah-Bali.
Bahkan sebagian orang ketika sakit panas, mereka hilangkan sakit panas tersebut dengan mandi air yang dingin, Abu Jamroh berkata:
"كُنْتُ أُجَالِسُ ابْنَ عَبَّاسٍ بِمَكَّةَ فَأَخَذَتْنِي الحُمَّى، فَقَالَ أَبْرِدْهَا عَنْكَ بِمَاءِ زَمْزَم".
"Aku dahulu duduk di sisi Ibnu Abbas di Makkah, lalu aku merasakan sakit panas, maka beliau berkata: Dinginkanlah darimu dengan air Zamzam". Diriwayatkan oleh Al-Bukhory di dalam "Shohih"nya.
Akan tetapi terkadang orang berbeda-beda, ada yang bisa menanggulanginya dengan cara ini dan yang lainnya tidak bisa dengan cara ini, mungkin dengan di pijet atau meminum jamu atau yang selainnya, dan kami nasehatkan bagi yang sering sakit untuk tidak menggunakan obat-obat kimia, karena obat kimia memiliki efek yang lebih mengerikan, memang sekali menggunakan bisa menyembuhkan akan tetapi setelah itu akan memiliki ketergantungan dan sulit untuk dilepaskan.
Setelah orang yang luka bakar dicelupkan ke dalam air tersebut baru kemudian diobati, setelah itu dibungkus dengan pembalut.

HIDUP SEHAT DENGAN MAIN BOLA KAKI

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Telah kita ketahui bersama bahwa olah raga seperti main bola kaki memiliki pengaruh terhadap kesehatan pada tubuh, namun yang menjadi pertanyaan apa hukumnya orang yang main bola bila dia berhasil memasukan bola ke gawang lawan kemudian dia lari dengan mengangkat dua tangannya sambil menciumnya lalu dibuka lalu dikembalikan dicium lalu dibuka? Karena ada yang pernah melihat Ust. Mukhtar (penulis majalah Asy-Syari'ah) melakukan itu ketika main bola?.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
 Dikabarkan kepada kami bahwa banyak para pemain bola kaki dari kalangan orang-orang Barat yang kafir melakukan itu.
Ketika kami sampai di Dammaj ada seseorang bercerita kepada kami bahwa dia suka main bola kaki, pada hari Jum'at dia ke lapangan di Hadb-Dammaj, sesampainya di lapangan ternyata dia melihat Herga La Firlas (nama asli Mukhtar) berhasil memasukan bola ke gawang lawannya kemudian si Herga tersebut lari dengan membuka lebar dua tangannya lalu menciumnya lalu mengembalikannya lalu menciumnya, maka beliau tersebut berkata: "Ketika saya melihat kelakukan si Mukhtar tersebut membuatku tidak suka berteman dengannya". Memang banyak orang bercerita tentang Herga La Firlas bahwasanya pria yang satu ini gaul, tidak berwibawa dan tidak beradab, la'ab, hizbiy lagi.
Apa yang dilakukan oleh Herga La Firlas atau yang semisalnya maka tidak diragukan itu adalah termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) terhadap orang-orang kafir dan ini hukumnya tidak boleh, Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
"Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari hadits Abdulloh bin Umar.
Jika Herga La Firlas atau yang semisalnya tidak menganggap ini sebagai tasyabbuh karena teranggap remeh hanya dengan menggerakan tangan ke bibir maka jawabannya: Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا، لَا تَشَبَّهُوا بِاليَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى، فَإِنَّ تَسْلِيمَ اليَهُودِ الإِشَارَةُ بِالأَصَابِعِ، وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الإِشَارَةُ بِالأَكُفِّ»
"Bukan dari kami orang yang menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi dan jangan pula orang-orang Nashoro, karena sesungguhnya salamnya orang-orang Yahudi adalah isyarat dengan jari jemari, dan salamnya orang-orang Nashoro adalah dengan isyarat pergelangan". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, dan beliau men-dhoif (melemah)kannya, dan Al-Albaniy menghasankannya.
Walaupun hadits ini dhoif karena di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi'ah, yang beliau adalah dhoif, akan tetapi bisa dijadikan dalil karena ada pendukung dari hadits Abdulloh bin Umar yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang telah kami sebutkan.
Maka apa yang dilakukan oleh Herga La Firlas dan yang semisalnya tidak bisa dibenarkan, baik dari sisi nushush (dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah) maupun dari sisi akal karena gerakan mencium tangan tersebut tidak memberi pengaruh sedikit pun terhadap jasmani bahkan menampakan rasa jorok.

HIDUP SEHAT DENGAN MENJAUHI PENYAKIT MASYARAKAT

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Ada seseorang tidak memperdulikan dirinya, dia terkadang melakukan kemaksiatan sampai dipukul oleh masyarakan sampai sakit namun tidak taubat malah setelah sembuhnya dia mengulangi perbuatannya sampai dipukul lagi oleh masyarakat, apakah perbuatan ini termasuk dari menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan?

Muhammad bin Salim menjawab:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أَمَّا بَعْدُ:
Alloh (تَعَالَى) telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menjaga diri dengan melalukan segala bentuk kebaikan dan melarang mereka dari segala bentuk kerusakan dan kenistaan, Alloh (تَعَالَى) berkata:
{وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ} [البقرة: 195].
"Dan janganlah kalian melemparkan diri-diri kalian ke dalam at-tahlukah (kebinasaan), dan berbuat baiklah kalian sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik". (Al-Baqoroh: 195).
Perkataan-Nya "at-tahlukah" terjadi kepada seseorang disebabkan karena dua perkara: 
Pertama: Karena dia melakukan larangan-larangan syari'at Islam secara nampak, dengan sebab itu hatinya rusak yang kemudian melahirkan kerusakan pada anggota badan seluruhnya, Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ، صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ، فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ».
"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika dia baik maka baiklah tubuh seluruhnya, dan jika dia rusak maka rusaklah tubuh selurunya, ketahuilah bahwa dia adalah hati". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy di dalam "Shohih"nya (no. 52) dan Muslim di dalam "Shohih"nya (no. 1599).
Kedua: Karena melakukan sebab-sebab yang mengantarkan kepada kegoncangan jiwa, kegelisahan dan keragu-raguan. Adapun perbuatan orang tersebut maka sungguh dia telah menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan dengan sebab itu dia pun merasakan kesakitan pada tubuhnya akibat pukulan dari masyarakat, maka orang tersebut wajib untuk bertaubat.

HIDUP SEHAT DENGAN MENGHIAS DIRI
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Bagaimana pakaian syar'i yang dipakai oleh wanita bila dia menikah, karena waktu anak Muhammad Umar As-Sewed nikah dengan Helmi yang pulang dari Dammaj, dandannya seperti orang kafir, sampai separoh buah dadanya kelihatan, sampai banyak yang memfotonya, dan tidak ada pengingkaran dari anaknya atau istrinya?.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Memakai pakaian apa saja yang dibolehkan oleh syari'at ketika nikah maka hukumnya boleh, boleh baginya berhias atau dihiasi dengan hiasan yang tidak menyerupai wanita-wanita kafir serta tidak memperlihatkan auratnya, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ».
"Tidak (boleh) seseorang laki-laki melihat kepada aurat seorang laki-laki, dan tidak pula wanita melihat kepada aurat wanita". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Sa'id Al-Khudriy.
Dan ini adalah hukum khusus bersama para wanita adapun ketika ada laki-laki maka wajib bagi mereka menggunakan hijab, dengan dalil hadits Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Syaikhon di dalam "Ash-Shohihain" tentang sebab turunnya ayat hijab pada surat Al-Ahzab ayat 53.
Adapun tentang kisah yang kamu sebutkan kalau dilihat dari sisi aurat maka hal tersebut tidak mengapa karena mereka sesama wanita, yang mana aurat wanita dengan wanita seperti aurat laki-laki dengan laki-laki yaitu antara pusar dengan lutut sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawiy dan yang selainnya, namun dandannya tersebut tidak memiliki salafush sholih (pendahulu yang baik), dia berdandan dengan mengikuti adat istiadat wanita-wanita kafir atau wanita-wanita kaum musyrikin terdahulu yang suka mempertontonkan keelokan tubuh-tubuh mereka, dan syari'at Islam telah melarang untuk mencontoh mereka, Alloh (تعالى) berkata:
{وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ} [الروم: 31]
"Janganlah kalian menjadi seperti dari orang-orang musyrik". (Ar-Rum: 31).
Ketika Aisyah menikah dengan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) maka kakaknya (Asma') menghiasinya dan tidak dinukil dia memperlakukannya seperti dandanan orang yang kamu sebutkan. Al-Imam Muslim di dalam "Shohih"nya meriwayatkan dari hadits Aisyah tentang pernikahan Aisyah dengan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwa dia mengisahkan dirinya:
"فَغَسَلْنَ رَأْسِي وَأَصْلَحْنَنِي".
"Mereka (para wanita) mencuci kepalaku dan menghiasiku".
Adapun mempertontonkan yang terdalam dari tubuhnya seperti yang kamu sebutkan maka tidak, sebaiknya perbuatan seperti itu ditinggalkan walaupun antara sesama wanita karena akan menimbulkan fitnah, lebih-lebih kalau difoto, maka tidakkah mereka khawatir fotonya disebarkan!.
Lebih parahnya lagi pada kisah tersebut adanya foto menfoto, ini sangat jelas merupakan bentuk pencontohan terhadap orang-orang kafir, sangat mengherankan sudah datang kepada mereka penjelasan dan hujjah namun masih saja menyerupai orang-orang kafir:
{وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ} [آل عمران: 105]
"Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan". (Ali Imron: 105).














AHLUSSUNNAH TIDAK BIMBANG DAN RAGU TENTANG KEBENARAN


AHLUSSUNNAH TIDAK BIMBANG DAN RAGU TENTANG KEBENARAN

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Ustadz saya membaca salah satu tulisan Al-Ustadz Salim Al-Limbory bahwa Al-Ustadz Luqman Ba'abduh, Sarbini, Azkary, Azhari Asri dan Abdurrohim adala hizbiyyun padahal tidaklah mereka mengajarkan sesuatu di Indonesia melainkan dakwah Ahlussunnah dan selalu memuji dan menceritakan kebaikan yang ada di Darul Hadits Yaman. Ada apa sebenarnya di kalangan Ahlussunnah, demi Alloh ini akan menjadikan para salafiyyun bimbang dan bingung terhadap sikap dan artikel yang tertulis seperti yang saya baca, semoga Alloh menjaga  dan memberikan kesehatan kepada Ustadz.

Berikut ini tanggapan Abu Ahmad Muhammad bin Salim yang kamu sebut dengan Ustadz Salim Al-Limbory:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Kalaulah kamu membaca tulisan-tulisan kami yang lainnya maka kamu akan tahu keadaan mereka yang sebenarnya, adapun perkataanmu "tidaklah mereka mengajarkan sesuatu di Indonesia melainkan dakwah Ahlussunnah", maka ini yang tampak bagimu, adapun yang mereka sembunyikan atau mereka bermain di balik layar maka sangat banyak, diantaranya:
Apakah dinamakan dakwah Ahlussunnah dengan bermain kekerasan?! Memukul, mencekik, mengkeroyok dan merampas lahan dakwah orang lain?!.
Karena sebab membela si Lu man Ba'abduh berdiri Abu Sahl (yang merupakan laskar silumannya) lalu memukul wajah Abdul Ghofur Al-Lumajangiy semoga Alloh merahmatinya hingga bengkak mukanya!.
Karena membela Afifudin berdiri Kholid lalu mencekik Affan Al-Makassariy, begitu pula preman metropolitan Kholil membawa dua pisau ketika ditemui Ibnu Umar, juga Zakariya melakukan pemukulan, maka apakah sekarang kamu juga (wahai penanya) ingin bangkit membela mereka?!!!, apakah kamu ingin menyelisihi perkataan Robbmu karena sebab membela para penjahat itu?!!!:
{وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ} [النساء: 107]
"Janganlah kamu membela orang-orang yang mereka mengkhianati diri mereka sendiri". (An-Nisa': 107).
Kejahatan mereka dengan memperalat orang-orang bodoh dalam pengkroyokan Abu Salafi Ghufron ketika di Ambon, beliau dipukul-pukul sampai kepayahan dan patah tulang-tulangnya, apakah mereka membayar kerugian itu dengan menyerahkan onta-onta kepadanya atau menyerahkan yang semisalnya ataukah justru mereka saling melemparkan ke yang lain?!!! Apakah perbuatan mereka itu perbuatan Ahlussunnah atau perbuatan para penjahat teroris?!!!.
Pengrusakan pagar-pagar rumah, perampasan dan pengusiran terhadap saudara-saudara kami dari rumah mereka di Hanunu, apakah mereka mengganti kerugian akibat kejahatan mereka itu?!!! Wallohi tidak!:
أَسْأَلُ اللهَ أَنْ يَهْزِمَهُمْ
"Aku memohon kepada Alloh untuk merobohkan mereka".
Tidak puas dengan kejahatan itu, ketika kawan kami (Abu Hanifah Ar-Riyawiy) menikah dan kemudian beliau dipenjara maka mereka riang gembira sambil mengejek.
Lebih-lebih ketika mereka mendengar bahwa kami di Dammaj di kepung dan diperangi oleh orang-orang kafir Rofidhoh maka mereka bergembira dan berkata bahwa kami diturunkan azab, mereka bergembira, sampai pentolan mereka yang bernama Ali Rozihiy di Ma'bar menegaskan bahwa pengepungan dan serangan Rofidhoh itu adalah ujung penghabisan terhadap Al-Hajuriyyah, begitu pula Muhammad Abdulloh Ar-Rimiy yang rakus dengan gelar sehingga menggelari dirinya dan menulisnya di akhir namanya "Al-Imam" merekomendasikan Rofidhoh dengan mengatakan "Mereka (Rofidhoh) adalah muslimun (orang-orang yang mempasrahkan diri kepada Alloh)", dan menyatakan pula bahwa "Pertempuran antara Rofidhoh dengan Ahlussunnah di Dammaj tidak lain karena memperebutkan gunung".
Mereka menyatakan kami diazab, maka kami katakan: "Benar, kami telah diazab oleh Rofidhoh, dan sebagian saudara-saudara kami diazab oleh para si Lu man yang jahat, ketahuilah bahwa yang mengazab kami adalah para penjahat", Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ عَذَّبَ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا، عَذَّبَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى» 
"Barang siapa yang mengazab manusia di dunia maka Alloh (تَبَارَكَ وَتَعَالَى) akan mengazabnya". Diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Hisyam bin Hakim, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dengan lafadz:
«إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا»
"Sesunggunya Alloh akan mengazab orang-orang yang mereka mengazab manusia ketika di dunia".
Apakah termasuk dakwah Ahlussunnah mengemis (minta-minta) atas nama dakwah Ahlussunnah?!!! Sebagaimana yang dilakukan oleh Luqman, Afifudin, Asykari, Abdurrohim, Azhari Cs, mereka mengundang ulama ke Indonesia dana dari mana?!!! Sungguh proposalnya tersebar ke seluruh penjuru, apakah itu perbuatan Ahlussunnah ataukah itu perbuatan pengemis jalanan?!!!.
Apakah termasuk dakwah Ahlussunnah mencela ulama Ahlussunnah?! Mereka belajar di Dammaj dengan cuma-cuma kemudian mereka membalas semua itu dengan kejahatan, apakah mereka mengundang dan mau menantang azab Alloh?!!!:
{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]
"Jika kalian bersyukur maka sungguh kami akan tambahkan (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat) maka sesungguhnya azab-Ku adalah pedih". (Ibrohim: 7). Maka jangan bertanya kalau kemudian ada dari mantan murid-murid mereka memperlakukan mereka sebagaimana perbuatan mereka.
Sungguh mereka (Luqman Ba'abduh Cs) telah bersekongkol dengan jaringan hizbihnya dalam menebarkan kedustaan, kelicikan dan penipuan. Mereka bersembunyi di balik hijab dengan menggunakan ujung tombak yang mereka namai dengan Abu Umar bin Abdul Hamid yang kemudian menulis buku "Celaan Bertubi-tubi…" yang diterbitkan oleh Al-Ghuroba' Solo, yang berisi cercaan terhadap Imam Daril Hadits Dammaj, dan buku tersebut mereka sebarkan cuma-cuma, apakah itu prilaku Ahlussunnah ataukah prilaku bencong waria yang paling penakut?!!!.
Beberapa bulan yang lalu ada pendusta yang bernama Nurdin datang ke Dammaj, kemudian di Dammaj sempat mencela Imam Daril Hadits Dammaj, berdusta, menipu dan meminta-minta kepada Sa'id Al-Limboriy, ketika Abdurrohim dan Azhari Asri tahu maka keduanya langsung memerintahkan Nurdin si pendusta tersebut untuk kabur dari Dammaj, lalu kembali ke Ma'bar, sampai di Ma'bar bercerita dusta, apakah perbuatan seperti itu kemudian dikatakan "selalu memuji dan menceritakan kebaikan yang ada di Darul Hadits"?!!!.
Ketika Abdurrohim dan Azhari Asri tahu bahwa di Limboro sudah bermunculan generasi Ahlussunnah mereka pun merampas Nurdin dari ibunya, mereka mendanainya ke Ma'bar dengan tanpa meminta kerestuan dari ibunya, apa tujuan mereka di balik itu? Tidak lain supaya merusak Ahlussunnah di Limboro dengan cara menanam bibit hizbiyyah, si Nurdin belum pulang saja sudah membuat fitnah, datang ke Dammaj mencela Syaikh Dammaj, berdusta dan meminta-minta lalu bagaimana kiranya nanti kalau pulang?!!!.
Tidaklah ada dari orang-orang yang masih bertahan di pondok hizbiyyah Abdurrohim di Pangkep melainkan ditanamkan kebencian terhadap Darul Hadits dan Ahlussunnah, maka apakah ini dikatakan mendakwahkan Ahlussunnah?!!!.
Tidak ada yang bimbang dan ragu tentang mereka, bahwasanya prilaku mereka bukan prilaku Ahlussunnah sama sekali bahkan itu adalah prilaku aliran hizbiyyah yang jahat dan bejat.
Mereka tidak puas dengan kejahatan itu, bahkan mereka masih saja melakukan tipu menipu, tidak hanya orang bodoh yang ditipu, kamu (wahai penanya) juga tertipu, tidak hanya kalian bahkan para ulama mereka tipu, si qumamah Usamah Faishol Mahri Cs menelpon syaikh mereka Abdulloh bin Abdirrohim Al-Bukhoriy yang ujung-ujungnya mereka berhasil menyeretnya ke dalam kesesatan bersama mereka, kami katakan: "Walaupun mereka pandai menipu manusia, mereka bisa menipu ulama dan bisa memperalat orang-orang bodoh akan tetapi Yang Di Atas Langit mereka tidak akan bisa menipu-Nya:
{يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ} [البقرة: 9]
"Mereka menipu Alloh dan mereka menipu orang-orang yang beriman, dan tidaklah mereka menipu melainkan (mereka menipu) diri-diri mereka sendiri dan mereka tidak menyadari". (Al-Baqoroh: 9).