Klik gambar untuk DOWNLOAD pdf
KATA PENGANTAR
(ABU AHMAD MUHAMMAD BIN SALIM AL-LIMBORIY)
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Ini adalah salah satu bagian dari tulisan saudara
kami Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh wa Askanahu
Jannatal Firdausil A'la' yang kami salin dari buku induknya "URGENSI
TAUHID DALAM PENEGAKAN SYARI'AT ISLAM".
Di dalam buku tersebut terdapat sub pembahasan yang
beliau Rohimahulloh telah memberinya judul yaitu: "TUJUAN SYARI'AT
ISLAM".
Semoga Alloh 'Azza wa Jalla menjadikan apa
yang beliau tulis ini bermanfaat untuk dirinya, putra-putrinya,
saudara-saudarinya dan keluarganya serta siapa saja yang menginginkan kebaikan,
yang beliau Rohimahulloh telah mendahului mereka:
{رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ} [الحشر: 10].
"Ya
Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami
dalam keimanan, dan janganlah Engkau menjadikan kedengkian di dalam hati kami
kepada orang-orang yang beriman; Ya Robb kami, sesungguhnya Engkau adalah
Ar-Ro'uf (Maha Penyantun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)". (Al-Hasyr: 10).
Ditulis
oleh:
Abu
Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
'Afallohu 'Anhu
Di
Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada
hari Kamis 4 Dzul Hijjah 1434
TUJUAN SYARI'AT ISLAM
Secara
umum, tujuan syari'at Islam sebagaimana yang dikemukan oleh Asy-Syatibiy Rohimahulloh
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, baik di dunia dan di akhirat.
Lebih
lanjut Asy-Syatibiy Rohimahulloh mengemukakan bahwa tujuan tersebut akan
terwujud apabila lima unsur pokok kemaslahatan manusia dapat diwujudkan dan
terpelihara, ya'ni agama, jiwa, keturunan, akal dan harta.
MEMELIHARA KEMASLAHATAN AGAMA
Beragama
merupakan kebutuhan utama manusia yang harus dipenuhi agar martabat dapat
terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk lainnya, karena agama dapat
menyentuh hati nurani manusia untuk selalu taat dan patut terhadap Sang Pencipta
(ya'ni Alloh Robb semesta alam).
Agama
Islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab
yang hendak merusak aqidah, dan wajib membela agama dari siapapun juga.
Disamping itu, pengamalan ajaran agama Islam secara menyeluruh, baik yang
berhubungan dengan Alloh Subahanahu wa Ta'ala, sesama manusia, maupun
makhluk yang lainnya, wajib dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
PENJELASAN:
Perkataannya Rohimahulloh: (…agar
martabat dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk lainnya), seseorang
akan terangkat martabatnya bila dia memeluk agama Islam dengan cara menjalankan
segala tuntunannya, dia beriman kepada Alloh Ta'ala dan senantiasa
mempelajari agama Islam, Alloh Ta'ala berkata:
{يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ}
[المجادلة: 11].
"Alloh akan mengangkat derajat (martabat) orang-orang yang
beriman diantara kalian dan orang-orang yang mereka diberi ilmu dengan beberapa
derajat".
(Al-Mujadilah: 11).
Adapun
perkataannya: (Agama dapat menyentuh hati nurani manusia), hal ini sebagaimana
yang Alloh Ta'ala katakan di dalam Al-Qur'an:
{أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا
نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ} [الحديد: 16].
"Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Alloh dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)".
(Al-Hadid: 16).
Bila seseorang kembali kepada Alloh Ta'ala
dan tunduk terhadap perintah-Nya dan melaksanakan apa-apa yang Dia syari'atkan
di dalam agama Islam maka dia akan meraih ketenangan hidup dan memperoleh
ketentraman jiwa, Alloh Ta'ala berkata:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ} [الرعد: 28].
"(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Alloh.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh hati menjadi tentram".
(Ar-Ro'd: 28).
Adapun perkataannya: (Islam harus
terpelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak
merusak aqidah), maka apa yang beliau katakan ini adalah suatu kenyataan,
bahwasanya telah muncul orang-orang yang mengaku beragama Islam akan tetapi
mereka berupaya untuk merusak fitroh umat manusia dan berupaya untuk merusak
agama dan aqidah yang benar, maka menjadi suatu keharusan dan kewajiban bagi
yang memiliki kecemburuan terhadap agamanya untuk membela agama Islam ini. Bila
seseorang bangkit membela agama ini maka Alloh Ta'ala akan
mengokohkannya, Alloh Ta'ala berkata:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ} [محمد: 7].
"Wahai
orang-orang beriman, jika kalian menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan
menolong kalian dan mengokohkan kedudukan kalian".
(Muhammad: 7).
Pembelaan terhadap agama Islam adalah
termasuk dari perealisasian perkataan Alloh Ta'ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ
كَافَّةً} [البقرة: 208].
"Wahai orang-orang yang
beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh".
(Al-Baqoroh: 208).
MEMELIHARA JIWA
Dalam hal memelihara jiwa, Islam
melarang pembunuhan berupa apapun, dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman
pembalasan yang seimbang, dalam artian bahwa apabila yang dibunuh itu meninggal
maka balasannya adalah yang serupa pula dengan perbuatan yang dilakukan
(pembunuhan harus pula dibunuh). Demikian pula, bila hanya berupa cidera, maka
yang mencederai harus pula dicedarai sesuai perbuatannya. Selain itu setiap
orang wajib memelihara jiwanya jangan sampai dianiaya oleh orang lain dan
bahkan dilarang untuk membunuh diri sendiri.
PENJELASAN:
Alloh Ta'ala berkata:
{وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ
وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ
وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ
كَفَّارَةٌ لَهُ} [المائدة: 45].
"Dan Kami
telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya, bahwasanya jiwa (dibalas) dengan
jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi
dengan gigi, dan luka-luka(pun) ada qishoshnya. Barangsiapa yang membenarkannya,
maka pembenaran itu (menjadi) penebus dosa baginya".
(Al-Maidah: 45).
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam berkata:
«لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ:
كُفْرٌ بَعْدَ إِسْلَامٍ، أَوْ زِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ، أَوْ قَتْلُ نَفْسٍ
بِغَيْرِ نَفْسٍ».
"Tidak halal darah
seorang muslim (untuk ditumpahkan) kecuali salah satu dari tiga (orang); Orang
yang kafir setelah keislamannya, berzina setelah dia menikah, atau seseorang
membunuh orang lain dengan tanpa dia membunuh orang lain".
Diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Pelaksaan syari'at qishosh ini adalah tugas
pemerintah kaum muslimin, tidak diperkenankan bagi setiap orang untuk
melakukannya, karena akan menimbulkan madhorot yang besar. Oleh karena itu
diserahkan perkaranya kepada pemerintah kaum muslimin, Asy-Syaikhon Rohimahumalloh
meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik, beliau berkata:
"أَنَّ يَهُودِيًّا رَضَّ رَأْسَ جَارِيَةٍ بَيْنَ
حَجَرَيْنِ، فَقِيلَ لَهَا: مَنْ فَعَلَ بِكِ، أَفُلاَنٌ أَوْ فُلاَنٌ، حَتَّى
سُمِّيَ اليَهُودِيُّ، فَأَوْمَأَتْ بِرَأْسِهَا، فَجِيءَ بِهِ، فَلَمْ يَزَلْ
حَتَّى اعْتَرَفَ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُضَّ
رَأْسُهُ بِالحِجَارَةِ".
"Bahwasanya ada seorang
Yahudi memukulkan kepala seorang anak wanita di antara dua batu, maka dikatakan
kepada anak wanita tersebut: Siapa yang melakukan ini kepadamu?, apakah si
fulan? atau si fulan?. Sampai disebutkan seorang Yahudi, maka anak wanita itu
mengiyakan dengan kepalanya, lalu didatangkanlah seorang Yahudi itu, senantiasa
dia ditanya sampai mengaku, lalu Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam
memerintahkan untuk dipukulkan kepalanya ke batu".
Pada hadits ini menunjukan bahwa yang
melakukan hukum qishosh adalah Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam,
yang beliau adalah pemerintah di Madinah ketika itu.
MEMELIHARA AKAL
Ada dua hal yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya, yaitu:
Pertama: Alloh Subhanahu wa Ta'ala
menjadikan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
Kedua: Alloh Subhanahu wa Ta'ala
memberikan akal kepada manusia.
Akal paling penting dalam pandangan
Islam, dan bahkan paling vital dalam kehidupan sehari-hari. Dengan akal manusia
dapat berhubungan dengan Alloh Ta'ala, karena orang gila tidak wajib
bahkan tidak sah beribadah kepada Alloh Ta'ala (ibadah khusus seperti
sholat dan sebagainya). Dan dengan akal manusia dapat menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu Islam mewajibkan untuk memelihara
akal dan melarang adanya pengrusakan akal seperti meminum arak, mengisap ganja
dan sebagainya.
PENJELASAN:
Perkataannya Rohimahulloh: (Alloh
Subhanahu wa Ta'ala menjadikan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya), hal
ini sebagaimana Alloh Ta'ala tegaskan di dalam Kitab-Nya:
{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ $
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ $
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ
خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِين} [المؤمنون: 12-14].
"Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rohim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Alloh, Pencipta yang Paling
Baik". (Al-Mu'minun: 12-14).
Setelah Alloh Ta'ala ciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, Dia-pun kemudian memberikan akal
kepadanya, namun manusia selalu mengkufuri pemberian itu, dan mereka menyalah gunakan
pemberian itu, sebagaimana yang Alloh Ta'ala katakan:
{وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ
وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا
يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ
كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ} [الأعراف: 179].
"Dan
sesungguhnya Kami telah jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Alloh) dan mereka mempunyai mata (akan tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Alloh), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Alloh). Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah adalah orang-orang
yang lalai". (Al-A'rof: 179).
Dan Alloh Ta'ala berkata:
{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ
يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى
الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ} [الحج: 46].
"Apakah mereka
tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka jadikan keberadaan hati itu untuk memahami
(ayat-ayat-Nya) atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar (ayat-ayat-Nya)?
karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta itu adalah
hati yang di dalam dada".
(Al-Hajj: 46).
Adapun perkataannya Rohimahulloh:
(Dengan akal manusia dapat berhubungan dengan Alloh Ta'ala,
karena orang gila tidak wajib bahkan tidak sah beribadah kepada Alloh Ta'ala)
maka ini sebagaimana yang dikatakan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam:
«رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى
يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبِرَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى
يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ».
"Diangkat pena dari
tiga (orang); dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai
dia baligh (dewasa) dan dari orang gila sampai dia berakal atau dia sadar".
Diriwayatkan oleh Ashabussunan dari sekelompok shohabat, diantara mereka adalah
Umar Ibnul Khoththob, Ali bin Abi Tholib, Abdulloh bin 'Abbas dan Aisyah.
MEMELIHARA KETURUNAN
Untuk tujuan pemeliharaan keturunan,
Islam mengatur pernikahan dan mengharomkan perzinaan. Dalam hal pernikahan,
Islam menetapkan orang-orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi, serta
tata cara dan syarat-sayat yang harus dipenuhi, sehingga pernikahan itu
dianggap sah dan sekaligus terhindar dari perbuatan zina, supaya menjaga
keturunan yang sah. Dan bahkan melarang hal-hal yang membawa kepada perbuatan
zina.
PENJELASAN:
Perkataannya Rohimahulloh: (Islam
menetapkan orang-orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi), Alloh Ta'ala
telah sebutkan di dalam Al-Qur'an tentang orang-orang yang boleh untuk dinikahi
dan menyebutkan pula tentang orang-orang yang tidak dibolehkan untuk dinikahi,
Dia berkata:
{وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا
مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا $
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ
وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ
نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ
أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا} [النساء: 22، 23].
"Dan janganlah
kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah kalian, kecuali
pada masa dahulu. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci oleh Alloh
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharomkan atas kalian (menikahi)
ibu-ibu kalian; anak-anak kalian yang perempuan; saudara-saudara kalian yang
perempuan, saudara-saudara bapak kalian yang perempuan; saudara-saudara ibu
kalian yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudara kalian yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudara kalian yang perempuan;
ibu-ibu kalian yang menyusui kalian; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isteri kalian (mertua); anak-anak isteri kalian yang dalam pemeliharaan kalian
dari isteri yang telah kalian gauli, tetapi jika kalian belum menggauli dengan
isteri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), maka tidak berdosa kalian menikahinya;
(dan diharomkan bagi kalian) isteri-isteri anak kandung kalian (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang
telah terjadi pada masa dahulu; Sesungguhnya Alloh adalah Al-Ghofur (Maha
Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)".
(An-Nisa': 22-23).
Dan Alloh Ta'ala telah
memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melakukan pernikahan, Dia berkata di dalam
Al-Qur'an:
{فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا} [النساء: 3].
"Maka
nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi : dua, tiga atau empat. Jika
kalian khowatir tidak akan bisa berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja,
atau hamba-hamba sahaya yang kalian miliki, yang demikian itu adalah lebih
dekat untuk tidak berbuat aniaya".
(An-Nisa': 3).
Tujuan dari menikah supaya tidak
terjatuh ke dalam perzinaan, sebagaimana Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam perintahkan:
«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ، فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ».
"Wahai para pemuda, barangsiapa
diantara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya dia menikah, karena
sesungguhnya dia itu lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa yang belum mampu (untuk menikah) maka hendaknya dia berpuasa,
karena sesungguhnya dia adalah tameng". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon
dari hadits Abdulloh bin Mas'ud.
Adapun perkataannya Rohimahulloh:
(supaya menjaga keturunan yang sah) maka dengan sebab ini disyari'atkan bagi
orang yang hamil untuk tidak menikah kecuali setelah dia membebaskan
(melahirkan) kandungannya, Alloh Ta'ala berkata:
{وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ
ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ} [الطلاق: 4].
"Dan
wanita-wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara wanita-wanita kalian
jika kalian ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah
tiga bulan; dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid, dan wanita-wanita
yang hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan
kandungannya". (Ath-Tholaq: 4).
Asy-Syaikhon meriwayatkan bahwa Abu
Huroiroh Rodhiyallohu 'Anhu berkata:
"أَنَا مَعَ ابْنِ أَخِي - يَعْنِي أَبَا سَلَمَةَ-
فَأَرْسَلَ ابْنُ عَبَّاسٍ غُلاَمَهُ كُرَيْبًا إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ يَسْأَلُهَا،
فَقَالَتْ: "قُتِلَ زَوْجُ سُبَيْعَةَ الأَسْلَمِيَّةِ وَهِيَ حُبْلَى،
فَوَضَعَتْ بَعْدَ مَوْتِهِ بِأَرْبَعِينَ لَيْلَةً، فَخُطِبَتْ فَأَنْكَحَهَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".
"Abu Huroiroh berkata:
"Aku bersama putra saudaraku –ya'ni Abu Salamah-, lalu Ibnu 'Abbas
mengutus pembantunya Kuroib ke Ummu Salamah untuk bertanya kepadanya, maka dia
berkata: "Suami Subai'ah Al-Aslamiyyah terbunuh dan dia dalam keadaan
hamil, kemudian melahirkan setelah wafatnya 40 (empat puluh) hari, lalu
dilamar, maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam menikahkannya".
Disyari'atkannya bagi seorang wanita
yang hamil untuk menikah setelah melahirkan bayinya dengan tujuan supaya
terjaga keturunannya dan jelas nasab bagi bayinya, karena kalau seseorang masih
hamil kemudian menikah maka bayi yang di dalam kandungannya tidak akan jelas
keturunan dari siapa?, bisa jadi bayi tersebut adalah anak dari suami
pertamanya jika dia memang sudah menikah, dan kalau dia belum menikah maka bisa
jadi dia adalah bayi dari hasil perzinaan, yang dikecualikan adalah Ummu Isa
Maryam Ash-Shiddiqoh Rodhiyallohu 'Anha, beliau melahirkan Isa dengan
tanpa menikah, sebagaimana yang Alloh Ta'ala sebutkan tentang kisahnya
di dalam surat Maryam ayat (27-34).
Dan Alloh Ta'ala berkata:
{إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ
تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ} [آل عمران: 59].
"Sesungguhnya permisalan
(penciptaan) Isa di sisi Alloh adalah seperti (penciptaan) Adam. Alloh menciptakan
Adam dari tanah, kemudian Alloh berkata kepadanya: "Jadilah" (seorang
manusia), maka jadilah dia". (Ali
Imron: 59).
MEMELIHARA HARTA
Menurut ajaran Islam, harta adalah
pemberian Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada manusia, agar manusia dapat
mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, Islam
melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan jalan yang halal serta
melindungi seseorang dari penipuan, penggelapan, perampasan, pencurian dan
kejahatan lainnya terhadap harta orang lain. Dan bahkan Islam mengatur
peralihan harta seseorang setelah meninggal dunia.
PENJELASAN:
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam berkata:
«فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ
حَرَامٌ».
"Maka
sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian bagi
kalian adalah harom". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon
dari hadits Abu Bakroh.
Dan Alloh Ta'ala telah
menjelaskan tentang haromnya harta kaum muslimin, sama saja mereka anak yatim
ataupun selain anak yatim, Alloh Ta'ala berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا
إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا} [النساء:
10].
"Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zholim, sebenarnya mereka itu memakan
api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala (apinya)".
(An-Nisa': 10).
Adapun perkataannya Rohimahulloh:
(Dan bahkan Islam mengatur peralihan harta seseorang
setelah meninggal dunia) maka ini dikenal di dalam Islam dengan warisan,
sebagaimana yang Alloh Ta'ala jelaskan di dalam Al-Qur'an pada surat
An-Nisa' ayat (7-12), juga pada akhir surat An-Nisa' telah Alloh Ta'ala
jelaskan:
{يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ إِنِ
امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ
وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ
فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً
فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ
تَضِلُّوا وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [النساء: 176].
"Mereka
meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Alloh memberi fatwa
kepada kalian tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan dia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli
waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Alloh
menerangkan (hukum ini) kepada kalian, supaya kalian tidak sesat. Dan Alloh terhadap
segala sesuatu adalah Al-'Alim (Maha Mengetahui)".
(An-Nisa': 176).
Demikian tulisan yang singkat ini,
semoga bermanfaat.
ونسأل
الله عز وجل أن يوفقنا وجميع المسلمين للهداية والسداد، وصلى الله وسلم على نبينا
محمد وعلى آله
وصحبه.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar