IKAN ADALAH MAKANAN KESEHATAN YANG TERBAIK
UNTUK
PARA PENUNTUT ILMU
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
Ustadz apa benar bahwa terlalu banyak memakan
ikan menjadikan seseorang bodoh? Karena kami pernah mendengar orang Ambon
berkata: "Beta paleng banya makan ikan sampe beta bodoh" yang
artinya: "Saya sangat banyak makan ikan sampai saya bodoh"?.
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim
menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Perkataan orang tersebut tidak menunjukan
bahwa banyak memakan ikan itu mengakibatkan kebodohan, akan tetapi yang
dimaksud dari perkataan tersebut adalah "sangat banyaknya dia memakan ikan
sampai membuatnya tidak bisa menghitungnya berapa ikan yang dia makan, dia
tidak tahu berapa ekor ikan yang dia makan?! Itu makna bodoh yang dimaksud
orang tersebut".
Adapun kalau dikatakan bahwa dengan memakan
ikan mengakibatkan kebodohan itu tidak dibenarkan baik dilihat dari sisi
syari'at atau pun dilihat dari sisi akal, bahkan dengan memakan ikan
menyebabkan daya ingat bagus, menambah darah (apalagi kalau ikannya diasinkan),
dan menguatkan tubuh.
Bahkan ikan merupakan makanan pilihan yang
istimewa, dan Alloh (تعالى) telah memilihnya sebagai makanan
perbekalan untuk Nabi-Nya Musa (عليه السلام), Rosululloh (صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
berkata tentang kisah Musa (عليه
السلام) ketika mau menuntut
ilmu di sisi Khidhir (عليه
السلام):
فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الحُوتَ آيَةً،
وَقِيلَ لَهُ: إِذَا فَقَدْتَ الحُوتَ فَارْجِعْ
"Maka Alloh menjadikan untuknya ikan sebagai tanda, dan
dikatakan kepadanya: Jika ikan tersebut jatuh maka kembalilah". Diriwayatkan oleh
Al-Bukhoriy dan Muslim dari hadits Abdulloh bin Abbas.
Ketika
Musa dan muridnya (Yusya') sudah kelaparan maka Musa meminta kepada muridnya
tersebut untuk diberikan perbekalannya berupa ikan supaya keduanya memakannya
sebagaimana Alloh (تعالى) kisahkan
di dalam surat Al-Kahfi:
{آتِنَا
غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ
إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ
إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ} [الكهف: 62، 63]
"Datangkan makanan kita, sungguh kita telah mendapati pada
perjalanan kita ini rasa capek, berkata (muridnya): Tahukah engkau ketika kita
singgah di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (tentang) ikan itu dan
tidaklah membuat lupa dari menyebutkannya melainkan syaithon". (Al-Kahfi: 62-63).
Bahkan
Rosululloh (صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) senang memakan ikan, tatkala
Abu Ubaidah bersama prajuritnya kembali ke Madinah dan mereka menceritakan
kepada Rosululloh (صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tentang perjalanan mereka
dalam keadaan sangat lapar kemudian mereka menemukan seekor ikan yang sangat
besar yang disebut dengan "al-'anbar" yang sudah mati di
pinggir pantai maka Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
berkata:
«كُلُوا،
رِزْقًا أَخْرَجَهُ اللَّهُ، أَطْعِمُونَا إِنْ كَانَ مَعَكُمْ».
"Makanlah kalian, itu adalah rezqi yang Alloh telah
mengeluarkannya, berikanlah untuk kami jika kalian masih memilikinya". Kemudian Jabir
berkata:
"فَأَتَاهُ
بَعْضُهُمْ فَأَكَلَهُ".
"Lalu didatangkan sebagiannya untuknya lalu beliau
memakannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dan Muslim dan ini adalah
lafadznya Al-Bukhoriy.
Dan tentang permasalahan ikan ini telah kami
paparkan di dalam tulisan kami "Fathud Dayyaan fii 'Ajaibil Hiitaan".
GHULUW (MELAMPUI BATAS) ADALAH SUMBER SEGALA
PENYAKIT
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
'Ammiy
temanku berkata bahwa ada orang yang sangat tidak suka sama 'ammiy, orang
tersebut mengatakan bahwa 'ammiy ingin mengambil hak orang, 'ammiy ingin
sesuatu yang ada pada orang lain, 'ammiy ingin…., 'ammiy apa sebabnya orang
tersebut begitu jengkel sama 'ammiy?!!!.
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim
menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Wahai anak saudaraku ketahuilah semoga
Alloh menjaga kami dan menjagamu bahwa setiap orang yang berupaya untuk
menjadi manusia yang baik maka pasti akan ada yang memusuhinya, lebih-lebih
kalau orang tersebut benar-benar mengikuti Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) maka pasti akan
dimusuhi, Alloh (تعالى) berkata:
{وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ} [الأنعام: 112]
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi musuh, (dari
kalangan) syaithon-syaithonnya manusia dan jin, sebagian mereka membisikan
kepada sebagian yang lain". (Al-An'am: 112).
Tidaklah
ada dari seseorang memiliki rasa dengki, hasad dan dendam kepada orang lain
melainkan karena dia terjangkiti penyakit ghuluw (melampui batas).
Tidaklah
seseorang menaruh kebencian yang sangat kepada kami melainkan karena dia
memiliki sifat ghuluw, baik dia ghuluw terhadap apa yang ada pada
dirinya yaitu dia ingin supaya kami menyanjungnya
dan mengangkatnya setinggi langit atau
dia ghuluw terhadap orang yang dia senangi, dia ingin meninggikan orang
tersebut akan tetapi karena melihat kami mungkin sebagai penghambatnya maka
jalan satu-satunya dia pun berupaya untuk mencelakakan kami dengan berbagai
cara, namun Insya Alloh tidak akan memudhoratkan kami, Alloh (تعالى) berkata:
{لَنْ
يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى} [آل عمران: 111]
"Tidak akan memudhoratkan kalian melainkan hanya gangguan
(saja)".
(Ali Imron: 111).
Tidakkah kamu wahai anak saudaraku melihat kepada
khowarij terdahulu, mereka sangat ghuluw terhadap Ali bin Abi Tholib semoga
Alloh meridhoinya, semua perkara harus lewat ke Ali, perkara
kecil atau pun perkara besar harus lewat Ali, masalah kholifah harus Ali,
adapun Abu Bakr, Umar dan Ustman tidak berhak, karena ghuluw
kepada Ali maka selain Ali bagaimana pun baiknya, bagaimana
pun mulianya, tidak teranggap di sisi mereka.
Ketika Ustman semoga Alloh meridhoinya
berhasil mereka bantai maka bergegaslah mereka mendukung Ali, beliau
dibai'at dan mereka sangat bersemangat dalam berperang menghadapi Mu'awiyyah,
ketika Ali menyelesihi kemauan mereka untuk terus berperang menghadapi Mu'awiyyah
dan Ali menginginkan perdamaian dengan Mu'awiyyah mereka pun
marah, mereka berontak dan keluar dari ketaatan kepada Ali, yang tadinya
mereka ghuluw terhadap Ali kemudian setelah itu mulai mereka
mencacati Ali, mereka mengatakan bahwa Ali khianat, Ali
tidak berhukum dengan hukum Alloh, Ali berperang dengan Mu'awiyyah
akan tetapi tidak boleh mengambil harta rampasan perangnya, Ali tidak
mau menulis gelarnya sebagai Amirul Mu'minin, Ali berhukum dengan
hukum manusia yang dijadikan sebagai penengah, Ali….dan Ali…,
yang ujung-ujungnya mereka menghalalkan kehormatan Ali bahkan sampai Ali
semoga Alloh meridhoinya terbunuh di atas tangan salah satu
dari tokoh mereka.
Dan kami pun khawatir terhadap orang-orang yang ghuluw
tersebut kalau nantinya akan kecewa terhadap orang yang mereka tinggi-tinggikan
itu, yang pada akhirnya mereka akan mencacatinya pula, kami khawatir nantinya
mereka akan membongkar aib-aibnya atau menuduhnya dengan tuduhan sebagaimana
mereka menuduhkan kepada kami.
أَسْأَلُ اللهَ
الْعَافِيَةَ
Sekali lagi kami katakan bahwa ghuluw adalah
sumber dari sumber-sumber segala penyakit, baik itu penyakit jasmani atau pun
penyakit rohani, bila seseorang memiliki sifat ghuluw ketika memakan
suatu makanan maka tentu makanan tersebut akan memudhoratkannya, mungkin
perutnya akan pecah atau minimalnya akan termuntahkan, begitu pula seseorang
yang ghuluw terhadap orang lain maka tentu akan memudharotkannya,
mungkin orang tersebut akan berlepas diri darinya ketika di dunia ini atau di
akhirat kelak, Alloh (تعالى) berkata:
{قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ
صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ}
[سبأ: 32].
"Dan
pembesar-pembesar mereka berkata kepada pengikut-pengikut mereka: Apakah kami
yang menghalangi kalian dari petunjuk setelah dia datang kepada kalian?! Bahkan
kalian itu adalah orang-orang yang pembuat dosa". (Saba': 32).
MENGATASI LUKA BAKAR
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
Ketika seseorang terluka disebabkan kebakaran
atau terkena bahan panas yang mengakibatkan kulitnya hangus maka langkah apa
yang dia lakukan?.
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim
menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Hendaknya dia celupkan luka
tersebut ke dalam air yang dingin, tidak dibenarkan bila luka bakar diberi odol
(atau pepsodent) atau cairan yang panas, karena itu akan memberi bekas tidak
bagus pada luka dan memperlambat proses penyembuhan, akan tetapi hendaknya
ketika terjadi suatu luka maka langsung dia dinginkan dengan air jernih yang
bersih lagi suci, dia celupkan ke dalam air, hal ini ini sejak dahulu manusia
melakukannya.
Bahkan di dunia kesehatan
juga menggunakan teori ini, ketika para teroris melakukan pengeboman di Bali
maka korban luka bakar akibat ledakan bom sangat banyak, ketika itu pemerintah
Ausralia memberi bantuan berupa alat pengangkut khusus para korban luka bakar
kemudian setiap para korban diangkut lalu dicelupkan ke dalam air yang
disediakan, dan ini kami menyaksikannya ketika kami praktek kerja lapangan di
rumah sakit Sanglah-Bali.
Bahkan sebagian orang ketika
sakit panas, mereka hilangkan sakit panas tersebut dengan mandi air yang
dingin, Abu
Jamroh berkata:
"كُنْتُ أُجَالِسُ ابْنَ عَبَّاسٍ بِمَكَّةَ فَأَخَذَتْنِي
الحُمَّى، فَقَالَ أَبْرِدْهَا عَنْكَ بِمَاءِ زَمْزَم".
"Aku dahulu duduk di sisi Ibnu Abbas di Makkah, lalu
aku merasakan sakit panas, maka beliau berkata: Dinginkanlah darimu dengan air
Zamzam". Diriwayatkan
oleh Al-Bukhory di dalam "Shohih"nya.
Akan tetapi terkadang orang berbeda-beda, ada
yang bisa menanggulanginya dengan cara ini dan yang lainnya tidak bisa dengan
cara ini, mungkin dengan di pijet atau meminum jamu atau yang selainnya, dan
kami nasehatkan bagi yang sering sakit untuk tidak menggunakan obat-obat kimia,
karena obat kimia memiliki efek yang lebih mengerikan, memang sekali
menggunakan bisa menyembuhkan akan tetapi setelah itu akan memiliki
ketergantungan dan sulit untuk dilepaskan.
Setelah orang yang luka bakar dicelupkan ke
dalam air tersebut baru kemudian diobati, setelah itu dibungkus dengan
pembalut.
HIDUP SEHAT DENGAN MAIN BOLA KAKI
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
Telah kita ketahui bersama bahwa olah raga
seperti main bola kaki memiliki pengaruh terhadap kesehatan pada tubuh, namun yang
menjadi pertanyaan apa hukumnya orang yang main bola bila dia berhasil
memasukan bola ke gawang lawan kemudian dia lari dengan mengangkat dua
tangannya sambil menciumnya lalu dibuka lalu dikembalikan dicium lalu dibuka?
Karena ada yang pernah melihat Ust. Mukhtar (penulis majalah Asy-Syari'ah)
melakukan itu ketika main bola?.
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim
menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Dikabarkan kepada kami bahwa banyak para
pemain bola kaki dari kalangan orang-orang Barat yang kafir melakukan itu.
Ketika kami sampai di Dammaj ada seseorang
bercerita kepada kami bahwa dia suka main bola kaki, pada hari Jum'at dia ke
lapangan di Hadb-Dammaj, sesampainya di lapangan ternyata dia melihat Herga La
Firlas (nama asli Mukhtar) berhasil memasukan bola ke gawang lawannya kemudian
si Herga tersebut lari dengan membuka lebar dua tangannya lalu menciumnya lalu
mengembalikannya lalu menciumnya, maka beliau tersebut berkata: "Ketika
saya melihat kelakukan si Mukhtar tersebut membuatku tidak suka berteman
dengannya". Memang banyak orang bercerita tentang Herga La Firlas
bahwasanya pria yang satu ini gaul, tidak berwibawa dan tidak beradab, la'ab,
hizbiy lagi.
Apa yang dilakukan oleh Herga La Firlas atau
yang semisalnya maka tidak diragukan itu adalah termasuk bentuk tasyabbuh
(penyerupaan) terhadap orang-orang kafir dan ini hukumnya tidak boleh,
Rosululloh (صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
berkata:
«مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
"Barang siapa
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka". Diriwayatkan
oleh Abu Dawud dari hadits Abdulloh bin Umar.
Jika Herga La Firlas atau yang semisalnya tidak
menganggap ini sebagai tasyabbuh karena teranggap remeh hanya dengan
menggerakan tangan ke bibir maka jawabannya: Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَيْسَ
مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا، لَا تَشَبَّهُوا بِاليَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى،
فَإِنَّ تَسْلِيمَ اليَهُودِ الإِشَارَةُ بِالأَصَابِعِ، وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى
الإِشَارَةُ بِالأَكُفِّ»
"Bukan
dari kami orang yang menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai
orang-orang Yahudi dan jangan pula orang-orang Nashoro, karena sesungguhnya
salamnya orang-orang Yahudi adalah isyarat dengan jari jemari, dan salamnya
orang-orang Nashoro adalah dengan isyarat pergelangan". Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy, dan beliau men-dhoif (melemah)kannya, dan Al-Albaniy
menghasankannya.
Walaupun hadits ini dhoif
karena di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi'ah, yang beliau adalah dhoif,
akan tetapi bisa dijadikan dalil karena ada pendukung dari hadits Abdulloh
bin Umar yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang telah kami sebutkan.
Maka apa yang dilakukan
oleh Herga La Firlas dan yang semisalnya tidak bisa dibenarkan, baik dari sisi nushush
(dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah) maupun dari sisi akal karena gerakan
mencium tangan tersebut tidak memberi pengaruh sedikit pun terhadap jasmani
bahkan menampakan rasa jorok.
HIDUP SEHAT DENGAN MENJAUHI PENYAKIT MASYARAKAT
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
Ada seseorang tidak memperdulikan dirinya,
dia terkadang melakukan kemaksiatan sampai dipukul oleh masyarakan sampai sakit
namun tidak taubat malah setelah sembuhnya dia mengulangi perbuatannya sampai
dipukul lagi oleh masyarakat, apakah perbuatan ini termasuk dari menjerumuskan
diri ke dalam kebinasaan?
Muhammad bin Salim menjawab:
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
العَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أَمَّا بَعْدُ:
Alloh (تَعَالَى) telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menjaga diri dengan
melalukan segala bentuk kebaikan dan melarang mereka dari segala bentuk
kerusakan dan kenistaan, Alloh (تَعَالَى) berkata:
{وَلَا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ} [البقرة: 195].
"Dan janganlah kalian
melemparkan diri-diri kalian ke dalam at-tahlukah (kebinasaan), dan berbuat
baiklah kalian sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat
baik". (Al-Baqoroh: 195).
Perkataan-Nya "at-tahlukah"
terjadi kepada seseorang disebabkan karena dua perkara:
Pertama: Karena dia melakukan
larangan-larangan syari'at Islam secara nampak, dengan sebab itu hatinya rusak
yang kemudian melahirkan kerusakan pada anggota badan seluruhnya, Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَلَا
وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ، صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ،
وَإِذَا فَسَدَتْ، فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ».
"Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal
daging, jika dia baik maka baiklah tubuh seluruhnya, dan jika dia rusak maka
rusaklah tubuh selurunya, ketahuilah bahwa dia adalah hati". Diriwayatkan oleh
Al-Bukhoriy di dalam "Shohih"nya (no. 52) dan Muslim di dalam
"Shohih"nya (no. 1599).
Kedua: Karena melakukan sebab-sebab
yang mengantarkan kepada kegoncangan jiwa, kegelisahan dan keragu-raguan.
Adapun perbuatan orang tersebut maka sungguh dia telah menjatuhkan dirinya ke
dalam kebinasaan dengan sebab itu dia pun merasakan kesakitan pada tubuhnya
akibat pukulan dari masyarakat, maka orang tersebut wajib untuk bertaubat.
HIDUP SEHAT DENGAN MENGHIAS DIRI
Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
Bagaimana pakaian syar'i
yang dipakai oleh wanita bila dia menikah, karena waktu anak Muhammad Umar
As-Sewed nikah dengan Helmi yang pulang dari Dammaj, dandannya seperti
orang kafir, sampai separoh buah dadanya kelihatan, sampai banyak yang
memfotonya, dan tidak ada pengingkaran dari anaknya atau istrinya?.
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim
menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ
الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Memakai
pakaian apa saja yang dibolehkan oleh syari'at ketika nikah maka hukumnya
boleh, boleh baginya berhias atau dihiasi dengan hiasan yang tidak menyerupai
wanita-wanita kafir serta tidak memperlihatkan auratnya, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَا
يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ
الْمَرْأَةِ».
"Tidak (boleh) seseorang laki-laki melihat kepada aurat
seorang laki-laki, dan tidak pula wanita melihat kepada aurat wanita". Diriwayatkan oleh Muslim dari
hadits Abu Sa'id Al-Khudriy.
Dan
ini adalah hukum khusus bersama para wanita adapun ketika ada laki-laki maka
wajib bagi mereka menggunakan hijab, dengan dalil hadits Anas bin Malik
yang diriwayatkan oleh Syaikhon di dalam "Ash-Shohihain"
tentang sebab turunnya ayat hijab pada surat Al-Ahzab ayat 53.
Adapun
tentang kisah yang kamu sebutkan kalau dilihat dari sisi aurat maka hal
tersebut tidak mengapa karena mereka sesama wanita, yang mana aurat wanita
dengan wanita seperti aurat laki-laki dengan laki-laki yaitu antara pusar
dengan lutut sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawiy dan yang selainnya,
namun dandannya tersebut tidak memiliki salafush sholih (pendahulu yang
baik), dia berdandan dengan mengikuti adat istiadat wanita-wanita kafir atau
wanita-wanita kaum musyrikin terdahulu yang suka mempertontonkan keelokan
tubuh-tubuh mereka, dan syari'at Islam telah melarang untuk mencontoh mereka,
Alloh (تعالى) berkata:
{وَلَا
تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ} [الروم: 31]
"Janganlah kalian menjadi seperti dari orang-orang
musyrik".
(Ar-Rum: 31).
Ketika
Aisyah menikah dengan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) maka kakaknya (Asma') menghiasinya dan tidak
dinukil dia memperlakukannya seperti dandanan orang yang kamu sebutkan. Al-Imam
Muslim di dalam "Shohih"nya meriwayatkan dari hadits Aisyah
tentang pernikahan Aisyah dengan Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwa dia mengisahkan dirinya:
"فَغَسَلْنَ
رَأْسِي وَأَصْلَحْنَنِي".
"Mereka (para wanita) mencuci kepalaku dan
menghiasiku".
Adapun
mempertontonkan yang terdalam dari tubuhnya seperti yang kamu sebutkan maka
tidak, sebaiknya perbuatan seperti itu ditinggalkan walaupun antara sesama wanita
karena akan menimbulkan fitnah, lebih-lebih kalau difoto, maka tidakkah mereka
khawatir fotonya disebarkan!.
Lebih
parahnya lagi pada kisah tersebut adanya foto menfoto, ini sangat jelas
merupakan bentuk pencontohan terhadap orang-orang kafir, sangat mengherankan
sudah datang kepada mereka penjelasan dan hujjah namun masih saja menyerupai
orang-orang kafir:
{وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ
الْبَيِّنَاتُ} [آل عمران: 105]
"Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang berpecah
belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan". (Ali Imron: 105).