Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

PERBEDAAN THOLAQ SATU, DUA DAN TIGA


PERBEDAAN THOLAQ SATU, DUA DAN TIGA

Orang yang bertanya berkata:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
يا أبا أحمد سددك الله!
Tolong diberi penjelasan ilmu tentang tholaq satu, tholaq dua, dan tholaq tiga.
جزاكم الله خيراً

Abu Ahmad Muhammad Al-Limbory semoga Alloh mengampuninya berkata:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Tholaq satu yaitu seseorang mentholaq istrinya dengan sekali tholaq dalam satu majelis, pada beberapa waktu kemudian (diselain majelis tersebut) dia mentholaqnya lagi maka ini dikatakan sebagai tholaq yang kedua kalinya, dan ini adalah batasan penentuan terakhir, sebagaimana Alloh (تعالى) berkata:
{الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ} [البقرة: 229]
"Tholaq (yang bisa kembali lagi) adalah dua kali, (setelah itu) boleh menahan (kembali) dengan cara yang baik atau menceraikannya (mentholaq ba'innya) dengan cara yang baik". (Al-Baqaroh: 229).
Adapun seseorang mentholaq istrinya dalam satu majelis dengan mengucapkan dua kali atau tiga kali seperti dia katakan: "Saya mentholaqmu, saya mentholaqmu, saya mentholaqmu" maka ini tetap teranggap sekali tholaq".
Al-Imam Muslim semoga Alloh merahmatinya meriwayatkan dari hadits Thowus, bahwasanya Abush Shohba' berkata kepada Ibnu 'Abbas:
أَتَعْلَمُ أَنَّمَا كَانَتِ الثَّلَاثُ تُجْعَلُ وَاحِدَةً عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبِي بَكْرٍ، وَثَلَاثًا مِنْ إِمَارَةِ عُمَرَ؟ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: "نَعَمْ".
"Apakah kamu mengetahui bahwasanya dahulu tholaq tiga kali dijadikan satu kali pada zaman Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), Abu Bakr dan tiga pada kepemimpinan Umar? Maka Ibnu 'Abbas berkata: "Iya".
Al-Imam Abul Abbas Ahmad Al-Harrony semoga Alloh merahmatinya berkata sebagaimana di dalam "Al-Fatawa' Al-Kaubro'":
وَلَا نَعْرِفُ أَنَّ أَحَدًا طَلَّقَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَتَهُ ثَلَاثًا بِكَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَلْزَمَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالثَّلَاثِ، وَلَا رُوِيَ فِي ذَلِكَ حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَلَا حَسَنٌ، وَلَا نَقَلَ أَهْلُ الْكُتُبِ الْمُعْتَمَدِ عَلَيْهَا فِي ذَلِكَ شَيْئًا، بَلْ رُوِيَتْ فِي ذَلِكَ أَحَادِيثُ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ بِاتِّفَاقِ عُلَمَاءِ الْحَدِيثِ، بَلْ مَوْضُوعَةٌ، بَلْ الَّذِي فِي "صَحِيحِ مُسْلِمٍ" وَغَيْرِهِ مِنْ السُّنَنِ وَالْمَسَانِيدِ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ: «كَانَ الطَّلَاقُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَسَنَتَيْنِ مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ: طَلَاقُ الثَّلَاثِ وَاحِدَةٌ.
"Dan kami tidak mengetahui bahwasanya ada seseorang mentholaq istrinya di zaman Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dengan tiga kali tholaq, dengan satu kalimat, lalu Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menjadikannya dengan tiga kali tholaq, dan tidak diriwayatkan pada yang demikian itu satu hadits yang shohih, dan tidak pula hadits yang hasan, dan tidak pula para pemilik kitab-kitab rujukan menukilkannya pada yang demikian itu sedikitpun, bahkan diriwayatkan yang demikian itu semuanya adalah hadits-hadits dhoif, dengan kesepakatan ulama hadits, bahkan hadits-haditsnya adalah palsu, bahkan yang ada di dalam "Shohih Muslim" dan yang selainnya dari kitab-kitab "As-Sunan" dan "Al-Masanid" dari Thowus, dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata: "Dahulu tholaq di zaman Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), Abu Bakr dan dua tahun dari kepemimpinan Umar: Tholaq tiga kali adalah (teranggap) sekali".
Beliau semoga Alloh merahmatinya juga berkata:
فَهَذِهِ الطَّلْقَةُ الثَّالِثَةُ لَمْ يَشْرَعْهَا اللَّهُ إلَّا بَعْدَ الطَّلَاقِ الرَّجْعِيِّ مَرَّتَيْنِ.
"Tholaq yang tiga (seperti) ini Alloh tidak mensyari'atkannya melainkan setelah tholaq roj'iy (kembali lagi) yang kedua kalinya".

INGIN MENCERAIKAN ISTRI

Orang yang bertanya berkata:
Ada seseorang minta supaya permasalahannya segera diselesaikan, dia mempunyai istri yang sudah sekitar sepuluh tahun diajak untuk ta'at kepada Alloh, namun selalu membantah, seperti pakai cadar, memakai kaos kaki, dan tidak bisa mengurus anak dan rumah tangga, dengan hal diatas dia berkeinginan untuk mencerainya, tolong diberi jawabannya. 
جزاكم الله خيراً

Abu Ahmad Muhammad Al-Limbory semoga Alloh mengampuninya berkata:
Permasalahan ucapan "saya menceraikanmu", "saya mentholaqmu" atau "carilah laki-laki lain" adalah sesuatu yang mudah untuk diucapkan namun kesudahannya adalah sangat kecut dan pahit rasanya, oleh karena itu ada sebuah kaedah menerangkan:
الْأَصْلَ فِي الطَّلَاقِ الْحَظْرُ وَإِنَّمَا أُبِيحَ مِنْهُ قَدْرُ الْحَاجَةِ
"Asal pada tholaq (perceraian) adalah petaka dan hanya saja dibolehkan darinya sebatas keperluan (mendesak)".
Yang paling bersemangat dalam upaya untuk merusak orang-orang yang beriman adalah syaithon, dia memanfaatkan peluang "tholaq" atau "perceraian" sebagai senjata untuk memproprandakan rumah tangga orang-orang yang beriman, Alloh (تعالى) berkata:
{فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ} [البقرة: 102].
"Maka mereka mempelajari(nya) dari keduanya tentang apa-apa yang memisahkan dengannya antara seseorang dengan istrinya". (Al-baqaroh: 102).
Dan di dalam "Ash-Shohih" dari Jabir, dari Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwasanya beliau berkata:
«أَنَّ إبْلِيسَ يَنْصِبُ عَرْشَهُ عَلَى الْبَحْرِ، وَيَبْعَثُ سَرَايَاهُ: فَأَقْرَبُهُمْ إلَيْهِ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، فَيَأْتِيهِ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ: مَا زِلْت بِهِ حَتَّى فَعَلَ كَذَا؛ حَتَّى يَأْتِيَهُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولَ: مَا زِلْت بِهِ حَتَّى فَرَّقْت بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ؛ فَيُدْنِيَهُ مِنْهُ؛ وَيَقُولُ: أَنْتَ، أَنْتَ، وَيَلْتَزِمُهُ».
"Sesungguhnya iblis memajangkan singasananya di atas lautan, dan dia mengutus bala tentaranya, maka yang paling dekatnya mereka kedudukannya yaitu paling besat fitnahnya, maka syaithon mendatanginya lalu berkata: Aku senantiasa dengannya sampai melakukan demikian,  kemudian datang syaithon lalu berkata: Aku senantiasa dengannya kemudian aku memisahkan antaranya dengan istrinya, lalu dia menyanjung-nyanjungnya dan mengatakan: Kamu, kamu dan dia melazimkannya". 
Kami nasehatkan kepada si ibu tersebut untuk mentaati suaminya, karena suaminya memerintahkannya kepada kebaikan, berbeda halnya kalau suaminya memerintahkan kepada kejelekan maka baginya untuk tidak boleh mentaati suaminya, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوفِ»
"Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, hanyalah ketaatan itu kepada kebaikan". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan di dalam "Ash-Shohihain" dari hadits Ali bin Abi Tholib.
Kami sampaikan kepada si ibu tersebut bahwa apa yang diperintahkan oleh suaminya adalah suatu kebaikan baginya, sekadar contoh dia memerintahkannya untuk memakai cadar itu adalah suatu kebaikan, kalaupun si ibu tersebut memilih pendapat Asy-Syaikh Al-Albani bahwa cadar itu adalah sunnah maka perlu dia ketahui: "Bagaimana bisa dia mengikuti pendapat Asy-Syaikh Al-Albani sementara Asy-Syaikh Al-Albani memerintahkan istri dan putri-putrinya untuk memakai cadar!", sekali lagi kami sampaikan kepada si ibu tersebut, bahwasanya ciri wanita Ahlussunnah dari zaman dahulu sampai sekarang mereka mengenakan cadar, dan pakaian tersebut sudah merupakan pakaian adat kebiasaan yang terwariskan turun temurun; dari generasi para shahabat hingga generasi kita ini, kalau pun si ibu tersebut semoga Alloh memperbaiki keadaannya menganggap itu adalah sunnah, maka ketahuilah pula bahwa salah satu ciri Ahlussunnah adalah senang menjalankan sunnah-sunnah Nabi, hendaknya si ibu tersebut untuk benar-benar takut kepada Alloh, tidakkah dia takut akan terjerumus ke dalam neraka?, Al-Imam Al-Bukhory –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Ash-Shohih”: “Telah menceritakan kepada kami Abdulloh bin Maslamah, dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atho bin Yasar, dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata: Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ» قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: «يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ»
“Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penduduknya adalah para wanita, yang mereka mengkufuri (mengingkari)”, beliau berkata: “Mereka mengkufuri suami, mereka mengkufuri kebaikan, walaupun kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang masa, lalu kemudian dia melihat padamu ada sesuatu (yang dia benci) maka dia berkata: Aku tidak melihat padamu kebaikan sedikit pun”.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim di dalam “Shohih”nya.
Dari hadits tersebut dapat diambil faedah bahwasanya seorang suami memiliki hak terhadap istrinya, dan istrinya berkewajiban untuk memenuhi hak-hak tersebut, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»
"Kalaulah (boleh) aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka sungguh aku akan memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya". Hadits dengan lafadz ini adalah hasan, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Ahlussunan, At-Tirmidzy berkata: Dalam bab ini (diriwayatkan pula) dari Mu'adz bin Jabal, Suroqah bin Malik bin Ju'syum, Aisyah, Ibnu 'Abbas, Abdulloh bin Abi Aufah, Tholq bin Ali, Ummu Salamh, Anas dan Ibnu 'Umar dan hadits Abu Huroiroh ini adalah hadits hasan ghorib.
Dan kami sampaikan kepada suami dari si ibu tersebut untuk bersabar dan sebelum menjatuhkan keputusan tholaq agar memberikan pengarahan dan nasehat kepada si istrinya tersebut, semoga dengan nasehat tersebut dia bisa menerima dan bertaubat, dahulu Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah memberikan pilihan kepada dua istrinya sebagaimana Alloh (تعالى) terangkan:
  {إِنْ تَتُوبَا إِلَى اللَّهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ (4) عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا (5)} [التحريم: 4، 5]
"Jika kalian berdua bertaubat kepada Alloh maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan), dan jika kamu bantu membantu untuk merepotkannya, maka sesungguhnya Alloh adalah pelindungnya, dan begitu pula Jibril, dan orang-orang yang sholih dan selain mereka para malaikat adalah penolongnya (pula), jika dia menceraikan kalian barangkali Alloh akan memberikan ganti dengan istri-istri yang lebih baik dari pada kalian, yang istri-istri tersebut adalah patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat yang tekun beribadah, yang berpuasa, yang janda atau yang gadis". (At-Tahrim: 4-5).   
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar