MENGATASI MASALAH
MELALUI CARA YANG SAH
Akh bertanya: Bagaimana
hukumnya, apabila ada yang menggadai sawah atau motor dalam rangka meminjam
uang, lalu yang meminjamkan uang memanfaatkan sawah dan motor tersebut
tanpa ada perjanjian sebelumnya dengan si penggadai sampai uang itu
dikembalikan, kadang sampai berpuluh tahun, apakah ini boleh? karena ada
sebagian ikhwah menganggap perkara ini RIBA?.
Abu Ahmad Muhammad bin Salim
Al-Limbory semoga Alloh mengampuninya menjawab:
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدَ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Al-Imam Ibnu Majah semoga Alloh
merahmatinya meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik semoga Alloh
meridhoinya, bahwasanya beliau berkata:
"لَقَدْ
رَهَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعَهُ عِنْدَ يَهُودِيٍّ
بِالْمَدِينَةِ فَأَخَذَ لِأَهْلِهِ مِنْهُ شَعِيرًا".
"Sesungguhnya Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) telah menggadaikan baju besinya ke
seorang Yahudi di Madinah, lalu beliau mengambil gandum untuk
keluarganya".
Al-Imam Asy-Syaukany semoga
Alloh merahmatinya berkata di dalam "Nailul Author":
فِيهَا دَلِيلٌ عَلَى
مَشْرُوعِيَّةِ الرَّهْنِ وَهُوَ مَجْمُوعٌ عَلَى جَوَازِهِ
"Pada hadits ini adalah dalil tentang disyari'atkannya
penggadaian, dan dia adalah kesepakatan tentang bolehnya", -selesai
perkataannya-.
Kami katakan: Pada hadits ini
tidak ada keterangan bahwa orang Yahudi tersebut memanfaatkan barang yang
digadaikan oleh Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dia tidak memanfaatkannya baik dalam bentuk menyewakannya
atau meminjamkannya kepada orang lain.
Al-Imam Asy-Syaukany semoga
Alloh merahmatinya berkata juga di
dalam "Nailul Author":
فِيهَا وَجَوَازِ رَهْنِ
السِّلَاحِ عِنْدَ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَا عِنْدَ أَهْلِ الْحَرْبِ بِالِاتِّفَاقِ
"Pada (hadits ini) bolehnya menggadaikan senjata ke orang
kafir yang dilindungi (oleh penguasa muslim, yang mereka tidak memerangi kaum
muslimin), dan tidak (boleh menggadaikannya) kepada orang kafir yang memerangi
(kaum muslimin)", -selesai perkataannya-.
Dari keterangan ini semakin
memperjelas, kalaulah orang Yahudi tersebut menggunakan barang gadaian Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) maka tentu Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) tidak akan menggadaikan kepadanya, karena
dia adalah musuh Islam, bila orang Yahudi tersebut menggunakan pakaian besi
yang telah digadaikan itu maka tentunya dalam rangka memerangi kaum muslimin,
karena baju besi manfaatnya hanya untuk peperangan.
Dan orang yang menerima barang
gadaian tersebut dia harus menjaganya, tidak memanfaatkannya dan tidak pula
meminjamkannya kepada orang lain.
Al-Imam Abu Dawud semoga
Alloh merahmatinya meriyatkan dari hadits Abu Sa'id semoga Alloh
meridhoinya dengan lafadz sebagaimana yang disebutkan ole
Al-Imam Ibnu Hajar semoga Alloh merahmatinya di dalam "Fathul
Bariy":
مَنْ أَسْلَمَ فِي شَيْءٍ
فَلَا يَصْرِفُهُ إِلَى غَيْرِهِ
"Barang siapa yang menyerahkan sesuatu
maka janganlah dia memalingkannya kepada yang selainnya".
Kemudian Al-Imam Ibnu Hajar semoga
Alloh merahmatinya menyebutkan bahwa sisi pendalilan dari hadits tersebut
bahwasanya dia tidak akan aman dari rusaknya barang yang digadaikan itu, ini
tentunya bila dia pinjamkan kepada orang lain.
Adapun perkataan penanya:
"tanpa ada perjanjian sebelumnya"
sampai perkataan "kadang sampai berpuluh
tahun", maka kami katakan: Bahwasanya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) telah menggadaikan barang kepada seorang
Yahudi bahkan sampai Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) meninggal barang tersebut masih berada di tangan orang Yahudi.
Al-Imam Ibnu Majah semoga
Alloh merahmatinya meriwayatkan dari hadits Asma' bintu Yazid semoga
Alloh meridhoinya dengan lafadz:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، تُوُفِّيَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِطَعَامٍ.
"Bahwasanya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) diwafatkan dan baju besinya masih
tergadaikan dengan makanan di sisi seorang Yahudi". Walaupun hadits ini
diperbincangkan oleh sebagian ahlul hadits bahwasanya dia adalah "hadits
dhoif" (hadits lemah) namun dia memiliki penguat yang menjadikannya
"shohih lighoirih" (Shohih karena ada riwayat lain yang
menopangnya), diantara penguatnya adalah hadits Ibnu 'Abbas semoga Alloh
meridhoi keduanya yang diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah semoga
Alloh merahmatinya dengan lafadz:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاتَ وَدِرْعُهُ رَهْنٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلَاثِينَ
صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
"Bahwasanya Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) wafat dan baju besinya masih tergadaikan
dengan 30 (tiga puluh) sho' dari gandum di sisi seorang Yahudi".
Adapun perkataan kami " tidak
memanfaatkannya" yang diinginkan dengannya ketika masih dalam waktu yang
ditentukan, misalnya perjanjian keduanya dalam setahun barang yang digadaikan
tersebut akan dibebaskan, maka dalam waktu setahun tersebut tidak boleh dia
manfaatkan atau meminjamkannya kepada orang lain, namun apabila sudah melebihi
waktu yang ditentukan atau yang menggadaikan barangnya tersebut sudah meninggal
maka barang gadaian tersebut boleh untuk dimanfaatkan oleh yang menerima
penggadaian, dengan ini berlaku kaedah:
كل
عين يجوز بيعها يجوز رهنها وما لا فلا
"Setiap sesuatu (yang jelas) boleh menjualnya maka boleh
pula menggadaikannya, bila tidak maka tidak boleh".
Dengan kaedah tersebut maka
diketahui bahwasanya bahan yang digadaikan seperti sawah dan motor adalah
boleh, karena dia bisa memberikan manfaat terhadap yang orang menggadaikan dan
yang menerima penggadaian.
Al-Imam Ibnul Utsaimin semoga
Alloh merahmatinya berkata di dalam "Asy-Syarhul Mumti'":
وكل
شيء يتضمن مصلحة بدون مفسدة راجحة فإن القياس يقتضي حله وجوازه؛ لأن أصل الشريعة مبني
على المصالح الخالصة أو الراجحة، هذا مبنى الشريعة الإسلامية. اهـ.
"Setiap sesuatu yang mengandung maslahah (kebaikan)
dengan tanpa mafsadah (kerusakan) yang jelas maka sesungguhnya
pengkiyasan menuntut keadaannya dan kebolehannya, karena sesungguhnya asal
syari'at dibangun di atas kemaslahatan yang murni atau yang jelas, ini adalah
landasan syari'at Islam", -selesai perkataannya-.
Adapun kalau masih dalam waktu
yang ditentukan misalnya dalam setahun namun orang yang menerima penggadaian
memanfaatkannya maka dia telah terjatuh ke dalam riba, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) berkata:
«كُلُّ
قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا».
"Setiap pinjaman yang dia mengalirkan
manfaat maka dia adalah riba". Hadits ini
walaupun "dhoif jiddan" (sangat lemah) akan tetapi dia
memiliki "syawahid" (penguat-penguat) sebagaimana disebutkan
pula oleh Al-Imam Ibnu Hajar semoga Alloh merahmatinya di dalam "Bulughul
Marom", dan Al-Imam Abdurrozzaq Ash-Shon'aniy semoga Alloh
merahmatinya meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin bahwasanya beliau
berkata:
"كُلُّ
قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ مَكْرُوهٌ"
"Setiap pinjaman yang dia mengalirkan
manfaat maka dia adalah makruh (dibenci)". Makruh
menurut mereka adalah harom.
Maka lebih-lebih kalau tidak
ada perjanjian sebelumnya maka memanfaatkan sawah atau sepeda motor seperti
yang penanya sebutkan tentu lebih jelas terjatuh ke dalam riba.
والله أعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar