Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Tanya-Jawab Bermanfa’at (Senin, 19 Dzulhijjah 1435)

TANYA
g-gif-update
Senin,  19 Dzuhijjah 1435 H
Tanya: Assalamu’alaikum….Afwan mau bertanya: ada 2 (dua) orang pegawai sebuah perusahaan, ditugaskan ke luar kota, masing-orang mendapat jatah penginapan satu orang satu kamar, tetapi pada prakteknya mereka hanya mengambil satu kamar untuk berdua, dan yang dilaporkan ke kantor tetap 2 (dua) kamar, sehingga mereka mendapatkn untung satu kamar, bagaimana hukumnya uang tersebut. Jazaakumullahu khoiron.
Jawab: Wa’alaikumussalam Warohmatullohi wabarokatuh.
Kalau jatah berupa dana itu diberikan sebelum keduanya berangkat menjalankan tugasnya, dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, bila mereka berdua menggunakan dana tersebut dengan hemat maka yang tersisa dari dana itu sudah jadi hak mereka, kalau perusahan menetapkan dana makan -misalnya- sehari tiga kali, namun mereka makan hanya dua kali, maka sisa dananya menjadi hak mereka berdua.


Berbeda kalau perusahan menjanjikan mereka dengan jaminan dua kamar namun tidak memberikan dananya, hingga mereka pergi menjalankan tugasnya dengan dana mereka berdua, dan mereka berdua diminta untuk memberi laporan pengeluaran dan kebutuhan mereka berdua selama menjalankan tugas, bila mereka berdua hanya menggunakan sekamar untuk berdua maka mereka buatkan pada laporannya seperti itu dengan menyebutkan janji perusahaan, sehingga keduanya tidak masuk pada unsur penipuan, kalau perusahanannya memberikan dana sesuai dengan janjinya untuk dua kamar maka ini boleh bagi mereka berdua menerima dana tersebut, adapun kalau membuatkan laporannya dengan menyebutkan dua kamar padahal hanya sekamar berdua maka ini masuk pada penipuan, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
من غش فليس منا
“Barang siapa menipu maka dia bukan dari kami”.
Pertanyaan dari Surabaya : 
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

HUKUM ASURANSI

Pertanyaan: Bolehkan mengikuti asuransi pendidikan anak?.
Jawaban: Tidak boleh, asuransi yang kita dapatkan tidak ada bedanya, baik itu asuransi barang (benda) atau asuransi jiwa atau asuransi pendidikan semuanya sama hukumnya.
Asuransi yang kita dapatkan tidak lepas dari unsur kezholiman:
إن الظلم ظلمات يوم القيامة
“Sesungguhnya kezholiman adalah kegelapan-kegelapan pada hari kiamat”.
Pertanyaan dari Malang
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

HUKUM INSURAN KENDARAAN

Pertanyaan: Assalamu’alaikum…, Mahu bertanya hukum tentang insuran perlindungan kenderaan, Jazaakallohu khoiro.
Jawaban: Bila yang dimaksudkan oleh penanya seperti yang kita ketahui yaitu asuransi, maka ini tidak boleh, karena di dalamnya tidak lepas dari pelanggaran terhadap hukum syariat, seseorang yang memiliki kendaraan menyerahkan uangnya setiap bulan untuk asuransi, bila kendaraannya mengalami kecelakaan atau hilang maka pihak asuransi akan memberinya ganti rugi atau dana yang sangat menguntungkannya, sama saja dia baru membayar uang asuransinya beberapa bulan saja atau dia sudah membayar secara rutinnya hingga berpuluh-puluhan tahun maka dia akan mendapatkan ganti, adapun yang tidak mengalami kecelakaan maka dia tidak mendapatkan ganti atau dana dari pihak asuransi, dan terkadang seseorang bersengaja membuat kecelakaan pada kendaraan guna memperoleh ganti yang lebih baik dari asuransi, ini jelas penipuan yang dilarang di dalam Islam.
Bila gambarannya seperti yang kita sebutkan maka tentu ada unsur kezholiman dan pelanggaran terhadap peraturan Islam, Alloh Ta’ala berkata:
ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
“Dan janganlah kalian saling tolong menolong di atas perbuatan dosa dan pelanggaran (permusuhan)”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

HUKUM MENABUNG DI BANK SYARI’AH

Tanya: Bolehkan kita menabung di bank yang ada namanya bank syari’ah?.
Jawab: Tidak boleh, dalil tentang tidak bolehnya adalah hadits Jabir di dalam “Shohih Muslim” juga masuk pada keumuman perkataan Alloh Ta’ala:
ولا تعاونوا على الإثم والعدوان
“Dan janganlah kalian saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”.
Bank Syari’ah dengan bank biasa praktek di dalamnya tidak lepas dari unsur riba, perbedaan yang menonjol pada keduanya adalah nama, dan juga pegawai wanita yang bekerja di bank syari’ah memakai kerudung yang menunjukan sebagai muslimah.
Yang namanya riba tetap hukumnya sebagai riba, walaupun riba tersebut ditambah dengan embel-embel syari’at atau islamiyyah tetap hukumnya sebagai riba. Begitu juga perkara bid’ah walaupun dihiasi dengan embel-embel dan nama-nama indah semisal Ittiba’us Sunnah atau Ihyaus Sunnah atau Minhajus Sunnah atau As-Salafiyyah tetap dia hukumnya bid’ah, penamaan-penamaan seperti itu adalah cara dan metode yang pertama kali digunakan oleh Iblis La’anahulloh dalam berda’wah, kemudian diikuti oleh ahlul ahwa’, Iblis berkata kepada Abuna Adam ‘Alaihis Salam:
هل أدلك على شجرة الخلد وملك لا يبلى
“Maukah aku tunjukan kepadamu tentang pohon al-khuldi dan kerajaan yang tidak akan runtuh (binasa)”.
Pertanyaan dari Malang
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

HUKUM MEMAKAI BEDAK PEMUTIH WAJAH

Tanya: Kalau pake bedak pemutih wajah dan sejenisnya itu hukumnya gimana ya?.
Jawaban: Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukan tentang terlarangnya.
Kemudian dilihat jenis dari bedak pemutih wajah tersebut, kalau dia tidak sampai merubah bentuk asli wajah -misalnya- seseorang hitam seperti orang negro kemudian dengan sebab memakai bedak pemutih wajah tersebut wajahnya pun menjadi putih seperti orang bule yang berkulit putih, bila keadaannya sampai seperti ini maka tidak boleh menggunakannya karena merubah ciptaan Alloh Ta’ala.
Atau kalau bedak tersebut tercampur atau terdapat bahan yang harom padanya, misalnya terdapat alkohol di dalamnya maka ini tidak boleh memakainya, karena Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
كل مسكر حرام
“Setiap yang memabukan adalah harom”.
Walaupun kadar alkoholnya sedikit tetap dia masuk dalam kategori harom:
ما أسكر كثيره فقليله حرام
“Apa saja yang memabukan kebanyakannya, maka yang sedikitnya (juga) adalah harom”.
Pertanyaan dari Malang
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

SHOLAT SUNNAH BOLEH LEBIH DARI DUA ROKA’AT

Tanya: Afwan ustadz mau tanya masalah sholat sunnah sebelum ‘ashar (empat roka’at), disitu haditsnya dho’if jadi bolehkah diamalkan?.
Jazakallohu khoiron atas jawabannya, Jazakallohu khoir, Wabarokallohu fiik.
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم Para ulama berbeda pendapat tentang hadits dhoif, bolehkah diamalkan ataukah tidak?.
Ada dari mereka merinci, kalau yang berkaitan dengan fadhoil al-a’mal (keutamaan-keutamaan amalan) seperti hadits dhoif sholat sunnah 4 (empat) roka’at ini maka menurut mereka ini adalah boleh, namun pendapat kuat dan yang benar adalah tidak boleh mengamalkannya, karena amalan-amalan yang afdhol di dalam Islam sangatlah banyak, sehingga tidak butuh dengan amalan-amalan yang dilandasi dengan hadits dhoif dan tidak butuh pula dengan amalan bid’ah dalam agama.
Orang yang rajin beribadah dan dia membangun ibadahnya di atas ilmu maka dia bisa beramal lebih banyak dan lebih afdhol dari sekedar mengamalkan hadits dhoif, sekadar contoh sholat sebelum ashar ini, orang yang mengamalkan hadits dhoif hanya bisa sholat empat roka’at namun orang yang giat beribadah dengan landasan ilmu yang ada padanya maka dia mampu melaksanakan enam roka’at sebelum ashar dengan berdasarkan dalil yang shohih, ketika sudah azan ‘ashar dia berwudhu lalu sholat sunnah dua roka’at dengan niat sholat dua roka’at setelah wudhu sebagaimana yang diamalkan oleh Bilal Rodhiyallohu ‘anhu, kemudian sholat dua roka’at qobliyyah dengan dalil:
بين كل أذانين صلاة،
بين كل أذانين صلاة،
بين كل أذانين صلاة، وقال في الثالثة: لمن شاء
“Diantara setiap dua azan (ya’ni diantara azan dan iqomah) ada sholat, diantara setiap dua azan ada sholat, diantara dua azan ada sholat”, kemudian beliu berkata pada yang ketiga: “Bagi yang mau”. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abdulloh bin Mughoffal dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Setelah melakukan dua roka’at ini di rumahnya, dia bergegas ke masjid, sampai di masjid imam belum datang, sambil menunggu imam diapun menegakan sholat tahiyatul masjid, maka jadilah sholat sunnahnya sebelum ashar enam roka’at.
Maka jangan heran dan jangan salah sangka dengan amalan para salafush sholih, mereka dalam sehari terkadang melaksanakan sholat sunnah puluhan roka’at, jangan difahami mereka mengadakan bid’ah atau mengamalkan hadits dhoif, justru mereka melaksanakan sunnah shohihah, coba kita hitung mulai dari dua roka’at sebelum shubuh, sholat setelah wudhu, sholat tahiyatul masjid, sholat dhuha delapan roka’at, sholat-sholat sunnah rowatib, belum lagi sholat istikhoroh, maka berapa roka’atkah yang mereka lakukan?, para salaf aktivitas keseharian mereka paling banyak di dalam masjid, tentu dalam sehari mereka banyak keluar dari masjid karena hajat, maka setiap mereka kembali masuk masjid mereka dikenai perintah sholat dua roka’at, maka tentu sholat sunnah mereka bertambah banyak, belum lagi sholat lailnya, maka termasuk dari pendeknya akal seseorang manakalah dia bersungguh-sungguh mengamalkan bid’ah dalam keadaan menerlantarkan sholat-sholat sunnah.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar