Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Tanya-Jawab Bermanfa’at (Jum’at, 23 Dzulhijjah 1435)

cooltext1763002263 tjg-gif-update

MENYIKAPI ORANG YANG INGIN KEMBALI

Tanya: Assalaamu’alaykum…. Ya akhiy, dari sekian asatidz di Indonesia yang ditahdzir ulama’, siapa-siapa sajakah yang telah ruju’? Apakah ust. Dzulqornain, Luqman Ba’abduh, dan lain-lainnya sudah ruju’?. Syukron min qoblu, wa Jazaakallaahu khayron. (Pertanyaan dari Medan)
Jawab: Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh.
Kalau ada orang yang mengakui bahwasanya dirinya pernah salah lalu ruju’ (kembali) kepada kebenaran dan ingin benar-benar bertaubat maka tinggal kita melihat kejujurannya, kita tidak dibebani untuk terus mempertanyakan taubatnya, kalau dia sudah benar-benar bertekad untuk bertaubat maka tidak ada ucapan untuknya dari kita melainkan kita ucapkan seperti yang telah diucapkan oleh seorang alim dari ulama yang sholih:

ومن يحول بينه وبين التوبة؟
“Dan siapa yang akan menghalangi antaranya dan antara taubat?”. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abu Sa’id Al-Khudriy dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Yang masalah sekarang ini adalah apakah mereka mengakui kalau mereka bersalah?, ataukah mereka merasa di atas kebenaran?.
Bila penyakitnya seperti yang Alloh Ta’ala sebutkan:
الذين ضل سعيهم في الحياة الدنيا، وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا
“Orang-orang yang telah sesat perbuatannya di kehidupan dunia, dan mereka menyangka bahwasanya mereka melakukan perbuatan yang sebaik-baiknya”, maka ini yang repot dan sulit diharapkan taubatnya.
Kalau orang sudah mengakui kesalahan dirinya dan benar-benar telah bertaubat maka akan terlihat pada perbuatan dan amalan dalam kesehariannya. Wallohu A’lam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (21 Dzulhijjah 1435).

PUASA TIGA HARI TIAP BULAN

Tanya: Bismillah…., shaum ayyamul bidh itu shaumnya harus tanggal 13, 14, 15, atau bisa juga pada selain tanggal itu, yang penting tiap bulan puasa 3 hari, terserah tanggal berapa? (Pertanyaan dari Al-Acehy)
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Telah kami jelaskan bahwa yang afdholnya pada tanggal tersebut sebagaimana telah kami jelaskan pada salah satu jawaban kami tentang masalah ini, namun bukan berarti sebagai keharusan pada tanggal tersebut.
Kalau seseorang tidak sempat atau karena ada halangan untuk melakukannya pada tanggal tersebut maka boleh dia lakukan pada tanggal selainnya, sebagaimana pada puasa enam hari di awal-awal bulan syawwal, kalau dia tidak bisa melaksanakan di awal-awal bulan syawwal maka boleh di pertengahan atau di akhir bulan, yang penting masih di bulan syawwal.
Abu Zakariya Yahya An-Nawawiy Rohimahulloh setelah membuat bab di dalam “Ar-Riyadh”:
باب استحباب صوم ثلاثة أيام من كل شهر
“Bab sunnahnya puasa tiga hari pada setiap bulan”. Beliau menyebutkan yang utamanya adalah puasa pada tanggal 13, 14 dan 15, lalu dia sebutkan pendapat-pendapat yang lain.
Pada dalil yang lain disebutkan secara umum dengan tanpa menyebutkan tanggalnya sebagaimana pada hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon bahwa Abu Huroiroh memarfu’kankan hadits ini kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
أوصاني خليلي صلى الله عليه وسلم بثلاث: صيام ثلاثة أيام من كل شهر…..
“Kekasihku Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah mewasiatkan kepadaku dengan tiga perkara: Puasa tiga hari setiap bulan….”.Dan di dalam “Shohih Muslim” dari hadits Abu Darda’ semisal pula dengan wasiat tersebut, juga di dalam “Ash-Shohihain” dari hadits Abdulloh bin ‘Amr Ibnil ‘Ash Rodhiyallohu ‘anhuma menyebutkan secara umum pula puasa tiga hari setiap bulan.
Pada hadits Abu Dzarr di dalam “Sunan At-Tirmidziy” dengan memarfu’kannya pula, dengan menyebutkan tanggalnya, begitu pula hadits Qotadah bin Milhan Rodhiyallohu ‘anhu, namun penentuan tanggal 13, 14 dan 15 di sini bukan menunjukan keharusan, namun menunjukan afdholnya pada tanggal tersebut sebagaimana telah lewat keterangannya.
Dan lebih jelas lagi pada hadits Mu’adzah Al-‘Adawiyyah yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Mu’adzah bertanya kepada Aisyah Rodhiyallohu ‘anha:
أكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم من كل شهر ثلاثة أيام؟، فقالت: نعم.
“Apakah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam puasa pada setiap bulan tiga hari?, ia menjawab: “Iya””.
Ini bersifat umum, sebagaimana keumuman pula pada kelanjutan hadits ini, ia berkata:
لم يكن يبالي من أي الشهر  يصوم
“Tidaklah dahulu (Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam) peduli pada bulan apa saja beliau berpuasa”. Wallohu A’lam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (22 Dzulhijjah 1435).

MENJUAL BARANG DISERTAI BONUS

Tanya: Bagaimana hukumnya  menjual bila ada bonusnya tapi sebelumnya harga dinaikkan terlebih dulu?, contohnya ana menjual jubah, tadinya ana jual dengan harga 100 ribu, terus ana tawarkan jubah tersebut tambah bonus plus 10 ribu dengan harga 110 ribu, bagaimana hukumnya jual beli tersebut?. Jazaakumullahukhoiron. (Pertanyaan dari Cilacap).
Jawab: Jual beli tersebut adalah boleh, tidak kita ketahui ada dalil menjelaskan tentang ketidak bolehannya,
Syaikhuna Abu Abdurrohman Yahya bin Ali Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu ditanya sema’na dengan pertanyaan tersebut, beliau berpendapat tentang bolehnya, beliau berkata:
سواءً كان أكثر من قيمة سلعته أو أقل؛ لحديث: «لا يحل مال امرئ إلا بطيب نفس منه».
“Sama saja keberadaannya lebih banyak dari harga barangnya atau lebih sedikit, dengan (dalil) hadits: Tidak halal harta seseorang melainkan dengan kerelaan diri darinya”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (22 Dzulhijjah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar