Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Nampaknya Ada Kelembutan

Kelembutan tapi KejengkelanTanya: Abu Ahmad, ada seseorang yang pernah ke Dammaj, dia mengumumkan telah berlepas diri dari orang-orang yang bersama Asy-Syaikh Yahya, karena mereka ghuluw sebagaimana kata Asy-Syaikh Robi’. Dan ada pula dari Luqmaniyyun bilang bahwa Asy-Syaikh Yahya dan orang-orang yang bersamanya tidak berakhlaq, apa tanggapannya Abu tentang ini?.
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Ucapan ghuluw dan tidak berakhlaq yang mereka lontarkan itu justru membongkar kejelekan mereka sendiri.
Kita tidak mengingkari kalau ada seseorang atau beberapa orang yang mengaku berada di dalam barisan da’wah ini, yang terdapat padanya akhlaq yang jelek,  namun jika kita melihat keberadaan para pengikut DR. Robi’ Al-Madkholiy bahkan DR. Robi’ sendiri maka sungguh mereka memiliki perangai-perangai jelek tersebut, diantaranya:
1. Robi’ Al-Madkholiy mengingkari gelar An-Nashihul Amin yang diberikan oleh Al-Imam Al-Wadi’iy kepada Syaikhuna Yahya, dan dia menyatakan bahwa murid-murid Syaikhuna ghuluw terhadap Syaikhuna karena mereka terus menetapkan gelar itu, dan Robi’ Al-Madkholiy sendiri mendapatkan gelar itu pula dari penyairnya sendiri, yang penyair tersebut menetapkan gelar itu pada dirinya, belum lagi gelar “robi’ussunnah” padahal lebih pantas “robi’ul irja'”, kami sebutkan hanya ini saja sudah cukup mewakili.

2. Adapun yang berkaitan dengan akhlaq maka sungguh merekalah yang paling jelek akhlaqnya, namun dengan kepandaian mereka dalam menutupinya, menampakan di luarnya bagus namun di dalamnya jelek dan rusak.
Kita akan menyebutkan pada diri DR. Robi’ Al-Madkholiy sendiri, ketika seseorang datang kepadanya dengan membawa suatu permasalahan dan disampingnya ada beberapa penuntut ilmu, orang tersebut karena memiliki masalah yang membuat jengkel maka DR. Robi’ meludahinya, dan kejadian ini telah dimaktub di salah satu buku seseorang yang menyaksikan hal tersebut.
Apa yang dilakukan oleh DR. Robi’ ini adalah jelas penyelisihan terhadap da’wah para Nabi, Alloh Ta’ala telah membimbing cara menghadapi orang seperti itu:
وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما
“Dan jika mereka diajak bicara oleh orang-orang bodoh maka mereka berbicara dengan keselamatan”.
فأعرض عنهم وتوكل على الله
“Maka berpalinglah dari mereka, dan bertawakkallah kepada Alloh”.
Perbuatan meludahi seperti ini bukanlah akhlaq orang baik, orang yang berbicara saja, bila yang mendengarnya meludah di sampingnya, ini dianggap tidak sopan, lalu bagaimana dengan meludahi orang yang berbicara?!.
Belum lagi apa-apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang fanatik dengannya?!, seperti Luqmaniyyun, ketika mereka membela jam’iyyah dan membela tokoh-tokohnya maka mereka melakukan tindak kezholiman, baik berupa ucapan-ucapan kotor, kasar dan ancaman-ancaman bunuh, bahkan pemukulan serta penganiayaan terjadi. Juga pembelaan terhadap ma’had biarawati dan para tokohnya, mulai dari pemutar balikan fakta, membuat kedustaan-kedustaan serta diperkuat dengan ancaman-ancaman bunuh, cungkel otak, tuduhan mansus, dan sampai provokasi sehingga terjadi pengusiran di beberapa tempat di Indonesia, bersamaan dengan itu, mereka ikut pula menyuarakan “akhlaq karimah”, bahwasanya yang mengingkari meraka adalah orang yang “tak berakhlaq”, “pembuat kerusakan”, “safih (tolol)”, inilah bentuk dari “al-wala’ wal bara’ dhoyyiq” (loyalitas dan berlepas diri yang sempit) yang dibangun untuk melakukan pembelaan, “tidaklah seseorang membela kebatilan dan pelaku kebatilan melainkan karena dia memiliki sesuatu kebatilan atau memiliki kepentingan”.
Pembelaan seperti ini kemudian kita dapati kepada diri orang yang ditanyakan tersebut, apa yang diucapkannya itulah tanda-tanda kalau dia telah tersesat, betapa banyak orang merasa telah benar langkahnya sehingga mereka menyatakan ruju’ (kembali kepada kebenaran), yang hakikatnya justru kembali kepada kebatilan sebelumnya dan bahkan semakin bertambah tersesat?!:
فلما زاغوا أزاغ الله قلوبهم، والله لا يهدى القوم الفاسقين
“Maka tatkala mereka berpaling, Allohpun palingkan hati-hati mereka, dan Alloh tidaklah memberi petunjuk kepada kaum yang fasiq”.
Mereka mengira mendapat hidayah dengan kecerdasan berpikir, bahkan mereka tidak menyadari telah mendapatkan hiasan dari hiasan-hiasan syaithon yang membuat mereka tertipu:
وزين لهم الشيطان أعمالهم فصدهم عن السبيل فهم لا يهتدون
“Dan syaithon menghiasi bagi mereka amalan-amalan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan (yang benar), sehingga mereka tidak mendapatkan hidayah (petunjuk)”.
Orang-orang sesat yang menampakan “kebaikan” dengan menyembunyikan “kejahatan” seperti itu, kalau mereka menyatakan dengan terangan-terangan lebih kita sukai dari pada mereka terus berada di barisan para pembawa al-haq, sungguh benar perkataan Al-Imam Al-Wadi’iy Rohimahulloh:
فلا يفرح بمبتدع في صفوف أهل الحق، بل ربما يكون نكبة وعقبة في طريق سيرهم، فلا بد من العناية بالتصفية والتربية
“Tidaklah dibanggakan dengan keberadaan mubtadi’ di dalam barisan ahlul haq, bahkan terkadang keberadaan mereka adalah bencana dan petaka pada proses perjalanan mereka, maka harus ada perhatian terhadap pembersihan dan pembelajaran”.
Termasuk dari ciri-ciri ahlul ahwa’ dan ahlul bida’, adalah menampakan kelembutan namun menyembunyikan kejengkelan dan kekejaman, ini semisal dengan Jama’ah Tabligh, orang-orang tidak mengira kalau mereka bisa “mengamuk” dan “memukul”, namun kenyataan dibalik “kelembutan” mereka, tersembunyi padanya kejahatan, ketika mereka dibantah dan dihujati dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah disitulah akan tampak apa yang mereka sembunyikan itu, tidak heran kalau kita sering mendengar ada dari Jama’ah Tabligh melakukan pemukulan terhadap para da’i.
Perlakuan seperti itu, ya’ni menampakan “akhlaq karimah” namun tersembunyi di balik itu “kekejaman” dan “kejengkelan” merupakan salah satu ciri orang-orang jahat:
قل موتوا بغيظكم، إن الله عليم بذات الصدور
“Katakanlah: Matilah kalian di atas kejengkelan-kejengkelan kalian, sesungguhnya Alloh adalah Yang Mengetahui terhadap isi-isi hati”.
Sungguh benar perkataan salaf bahwasanya ujung-ujung atau kesudahan para pembuat kebid’ahan adalah menghunuskan pedang ya’ni menghalalkan darah.
Demikian keberadaan ahlul ahwa’ yang memperjuangkan ke-muhdatsat-annya, yang mereka sembunyikan dengan kemasan berlabel “kelembutan”, sungguh bagus apa yang dikatakan oleh Al-Imam Al-Barbahariy Rohimahullah:
وإذا ظهر لك من إنسان شيئ من البدع، فاحذره، فإن الذي أخفى عنك أكثر مما أظهر
“Jika nampak padamu dari manusia sesuatu dari kebid’ahan maka waspadalah kamu darinya, karena yang tersembunyi darimu itu lebih banyak dari pada yang nampak”.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy pada 24 Syawwal 1435.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar