Pertanyaan: Apakah diperbolehkan menggunakan jasa Bank? Misalkan, seseorang jualan melalui internet, lalu membuat rekening bank tanpa menabung di dalamnya, rekening tersebut hanya digunakan untuk transaksi pembayaran, apakah seperti ini diperbolehkan atau tidak?.
Jawab:
بسم الله الرحمن الرحيم
Perkataan penanya “membuat rekening dengantanpa menabung” ini perlu ditinjau lagi, karena orang yang membuat rekening dipersyaratkan mengisi rekening perdana nya, tidak mungkin seseorang langsung memiliki rekening Bank dengan tanpa memasukan uang di Bank tersebut?.
Bahkan seseorang kalau uang direkeningnya sudah minim dari yang di persyaratkan maka rekening nya akan hangus.
Bila seperti ini keadaannya maka tidak diragukan lagi, bahwasanya ini masuk dalam “ta’awun ‘alal itsmi”:
﴿وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ﴾.
“Dan tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kalian tolong menolong di atas perbuatan dosa dan permusuhan”.
Dari ayat ini, ditetapkanlah suatu kaedah:
“Setiap mu’amalah yang terdapat di dalamnya “tolong menolong di atas dosa dan permusuhan” maka dia tidak boleh (terlarang)”.
Sama saja yang berkaitan dengan Bank atau jual beli barang untuk acara kema’siatan, kebid’ahan dan kesyirikan.
Tidak boleh bagi seseorang menjual barang-barang atau bahan-bahan makanan atau yang semisalnya kepada orang yang akan menggunakannya kepada perbuatan dosa dan penyelisihan terhadap syari’at Alloh Ta’ala.
Begitu pula, yang berkaitan dengan Bank ini, walaupun niatnya menabung uang yang sedikit ke Bank supaya mendapatkan rekening dan bisa digunakan untuk sarana jual beli maka ini masuk dalam “ta’awun ‘alal itsmi”.
Syaikhuna An-Nashihul Amin ‘Afallohu ‘anhu berkata:
فحمْل ذلك المال وإيداعه في البنك الربوي يعتبر تعاونًا على الإثم والعدوان، لا يجوز أن يذهب به إلى البنك الربوي.
“Membawa harta demikian itu, dan membiarkannya di dalam Bank yang ada riba'(nya), maka ini dianggap “tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, tidak boleh untuk membawanya ke Bank yang ada riba'(nya)”.
Orang yang membuka rekening di Bank atau melakukan berbagai transaksi di dalamnya maka dia akan mendapatkan la’nat dari Nabi ‘Alaihish Sholaatu Wassalaam:
“وقد لعن النبي صلى الله عليه وآله وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه“.
“Dan sungguh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah mela’nat orang yang memakan riba’, yang mengurusinya, yang mencatatnya dan yang menyaksikannya”. Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdillah.
Orang yang membuat rekening Bank, atau mentransfer uang lewat Bank atau menjadi juru catat (sekretaris) Bank atau yang menjadi satpam Bank atau yang semisalnya, maka dia masuk dalam hadits tersebut.
Dengan itu, Syaikhuna An-Nashihul Amin berkata:
ومن هذا الباب عدم إيصال المال إليه.
“Dan dari bab ini, tidak (bolehnya) menyampaikan harta kepadanya”.
Apa yang ditanyakan itu masuk pula pada keumuman perkataan Rasululloh ‘Alaihis Sholaatu Wassalaam:
الربا ثلاثة وسبعون بابا.
“Riba ada tujuh puluh tiga bab”.
Syaikhuna berkata:
على أن القليل والكثير منه كله حرام؛ لقول الله سبحانه وتعالى ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا….
“Bahwasanya sedikit dan banyak darinya, semuanya adalah haram, karena perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan riba….”.
Dan Syaikhuna katakan pula:
فإن قليل الربا وكثير الربا كله حرام، وكله منكر، وكله كبيرة من الكبائر“
“Maka sungguh sedikitnya riba dan banyaknya riba, semuanya adalah haram, semuanya adalah kemungkaran, semuanya adalah dosa dari dosa-dosa besar”.
Dalil dari demikian itu adalah banyak, diantaranya, perkataan Nabi ‘Alaihissholaatu Wassalaam:
“ألا أخبركم بالسبع الكبائر وذكر منها: وأكل الربا“.
“Tidakkah aku kabarkan kepada kalian tujuh dosa besar”, disebutkan diantaranya adalah “Dan yang memakan riba”.
Orang yang mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, yang mereka benar-benar memuliakan dan mengikuti dalil-dalil syar’iyyah maka mereka menerima akan hal ini, adapun yang mendewakan perkataan ulama, dengan menyelisihi dalil-dalil itu maka teriakan mereka:
“Ini masalah perbedaan pendapat di kalangan ulama, Ubaid Al-Jabiriy membolehkannya”.
Yang lain lagi menyatakan: “Izan Maa Fiihi Kalaam (Kalau begitu tidak ada komentar)”.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Al-Limboriy (18 Syawwal 1435).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar