Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

TOLONG MENOLONG


بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم

الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Pada hari Senin 11 Dzul Qo'dah 1434 telah sampai kepada kami sepucuk surat, diantara isinya adalah permohonan supaya kami memberikan penjelasan yang terkait dengan hadits yang diriwayatkan dari Shohabat 'Abdulloh bin ‘Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma bahwasanya Rosululloh Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata :
«إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ».
"Jika kamu meminta sesuatu maka mintalah kepada Alloh  dan jika kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Alloh". Yang menjadi pokok permasalahannya adalah: Bagaimana cara merealisasikan hadits tersebut? dan adakah keterkaitan antara hadits tersebut dengan definisi bahwasanya manusia adalah makhluk sosial?.

PEREALISASIAN HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, beliau berkata: "Ini adalah hadits shohih", hadits tersebut terdapat bimbingan dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam untuk putra pamannya Abdulloh, dan juga bimbingan kepada umat Islam secara keseluruhan untuk benar-benar hanya beribadah kepada Alloh Ta'ala, karena yang diinginkan dengan perintah "meminta tolong" adalah ibadah sebagaimana yang Alloh Ta'ala katakan tentang ikrarnya setiap hamba ketika sedang menegakan sholat:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} [الفاتحة: 5]
"Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan". (Al-Fatihah: 5).
Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh berkata: "Ayat ini menjelaskan tentang tauhid".
Abdurrohman bin Nashir As-Sa'diy Rohimahulloh dalam menjelaskan ayat tersebut beliau berkata:
"أي: نخصك وحدك بالعبادة والاستعانة".
"Yaitu: Kami mengkhususkan bagi-Mu saja dalam beribadah dan dalam meminta pertolongan".
Alloh Ta'ala menamakan "al-isti'anah" (meminta pertolongan) sama dengan "al-mas'alah" (permohonan) sebagaimana di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu 'anhu tatkala seseorang di dalam sholatnya membaca:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}.
"Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan". Maka Alloh Ta'ala berkata:
«هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ».
"Ini antara-Ku dan antara hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang telah dia minta".
Dari keterangan ini maka bertambah jelaslah bahwa "al-isti'anah" (meminta pertolongan) dikatakan pula sebagai "al-mas'alah" atau "ad-du'a" (permohonan) sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam kepada Mu'adz bin Jabal:
«فَلَا تَدَعْ أَنْ تَقُولَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ: "رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحَسَنِ عِبَادَتِكَ"».
 "Janganlah kamu meninggalkan untuk berdo'a pada setiap sholatmu: "Wahai Robbku tolonglah aku untuk selalu mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu". Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'iy.
Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh telah membuat penjelasan tentang masalah ini, beliau berkata:
"فدعاء المسألة هو دعاء الطلب أي طلب الحاجات وهو عبادة إذا كان من العبد لربه، لأنه يتضمن الإفتقار إلى الله تعالى واللجوء إليه، واعتقاد أنه قادر كريم واسع الفضل والرحمة. ويجوز إذا صدر من العبد لمثله من المخلوقين إذا كان المدعو يعقل الدعاء ويقدر على الإجابة كما سبق في قوله القائل يا فلان اطعمني.
"Doa permohonan adalah doa tuntutan, yaitu menuntut kebutuhan-kebutuhan, dan dia adalah ibadah jika dia dari seorang hamba (meminta kepada) Robbnya, karena sesungguhnya dia mengandung kefaqiran kepada Alloh Ta'ala dan pengharapan kepada-Nya, dan meyakini bahwasanya Dia adalah Al-Qodhir (Maha Mampu) lagi Al-Karim (Maha Mulia) dan Wasi' Al-Fadhl wa Ar-Rohmah (Maha luas keutamaan dan rohmat-Nya). Dan dia boleh jika bersumber dari seorang hamba kepada yang semisalnya dari para makhluk, jika yang diseru itu memahami seruannya dan mampu untuk memenuhinya sebagaimana telah lewat pada perkataannya orang yang berkata: "Wahai Fulan berilah kamu makan kepadaku!".
Dan perkataan beliau yang terakhir ini: "… jika yang diseru itu memahami seruannya dan mampu untuk memenuhinya….", maka perlu adanya rincian, karena tidak setiap orang itu boleh dimintai pertolongan, sekadar contoh: Ada orang yang memiliki harta yang sangat banyak, tentu dia mampu untuk menolong, bersamaan dengan itu tidak dibolehkan bagi seseorang untuk meminta hartanya, karena Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam telah melarang dari meminta-minta, beliau berkata:
«لَا تَسْأَلِ النَّاسَ شَيْئًا»
"Janganlah kamu meminta kepada manusia sesuatupun". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Tsauban.
Adapun kalau meminta tolong berupa tenaganya dan dia mampu untuk memenuhinya maka ini boleh, sebagaimana yang telah Alloh Ta'ala terangkan tentang kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam:
{وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ} [القصص: 15]
"Dan Musa masuk ke kota ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Isroil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun), maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepada Musa, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa memukulnya, dan matilah musuhnya itu". (Al-Qoshshosh: 15).
Dengan ayat ini menunjukan tentang bolehnya meminta tolong kepada orang lain dengan syarat dia harus mampu, dia masih hidup, dan dia hadir (berada di sampingnya), jika seseorang membantu saudaranya dalam perkara ini maka hal ini sebagai bentuk sosialitas yang dianjurkan sebagaimana Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam telah berkata kepada para shobabatnya untuk menolong Salman Al-Farisiy: 
«أَعِينُوا أَخَاكُمْ».
"Tolonglah oleh kalian saudara kalian!". Dengan adanya pertolongan itu maka Salman Al-Farisiy berkata:
«فَأَعَانُونِي بِالنَّخْلِ: الرَّجُلُ بِثَلَاثِينَ وَدِيَّةً، وَالرَّجُلُ بِعِشْرِينَ، وَالرَّجُلُ بِخَمْسَ عَشْرَةَ، وَالرَّجُلُ بِعَشْرٍ، يَعْنِي: الرَّجُلُ بِقَدْرِ مَا عِنْدَهُ، حَتَّى اجْتَمَعَتْ لِي ثَلَاثُ مِائَةِ وَدِيَّة».
"Maka mereka menolongku dengan (bibit-bibit pohon) korma, seseorang (membawa) tiga puluh bibit, ada seorang pula (yang membawa) dua puluh bibit, ada seorang pula yang (membawa) lima belas bibit, ada seorang (membawa) sepuluh bibit, ya'ni seseorang (membawa) sesuai dengan kesanggupannya, sampai terkumpul untukku 300 (tiga ratus) bibit".
Adapun syarat yang kami sebutkan "dia harus mampu, dia masih hidup, dan dia hadir (berada di sampingnya)" sebagai bentuk pengingkaran terhadap sebagian manusia yang mengaku beragama Islam namun mereka meminta kepada sesuatu yang tidak memiliki kemampuan untuk menolong, adapula dari mereka meminta kepada orang yang sudah mati, sebagaimana mereka beradatangan di kuburan Sunan Ampel di Surabaya lalu meminta pertolongan kepada Sunan Ampel, ada juga dari mereka naik haji kemudian mereka mendatangi kuburan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lalu meminta pertolongan kepadanya sambil menyeru "Ya Habibiy!...", adapula yang meminta tolong kepada orang yang tidak hadir sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang di salah satu kampung di sekitar Jogjakarta, ketika gunung merapi akan meletus maka masyarakat meminta pertolongan kepada Mbah Marijan dengan mengangkat suara padahal kediaman Mbah Marijan jauh dari kediaman mereka, hal demikian itu karena mereka mengakui bahwa Mbah Marijan sakti dan mengetahui ilmu ghoib, ketika Mbah Marijan memerintahkan mereka untuk membuat sesajian dan diletakkan di halaman-halaman rumah mereka, merekapun melakukannya, Mbah Marijan dengan kesombongannya mengaku bahwa dialah pemegang kunci gunung merapi, gunung merapi melutus atau tidak tergantung dia yang menentukan, memang Mbah Marijan ini dukun pendusta, ternyata mati konyol juga:
{مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا} [الكهف: 5]
"Mereka sekali-kali tidak memiliki ilmu tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) melainkan kedustaan". (Al-Kahfi: 5).
Ini persis dengan yang terjadi di kampung Nasiri (Seram Barat), karena pernah terjadi banjir, maka masyarakat Nasiri merasa cemas dan takut, dengan sebab itu, muncullah seorang dukun memberitahu masyarakat Nasiri untuk mempersembahkan sesembelihan berupa ayam-ayam kampung untuk roh-roh atau penghuni sungai, masyarakat Nasiri-pun melakukan apa yang disarankan oleh si dukun pendusta itu, pengurus masjid Nasiri (pak modim dan jajarannya) mulai melakukan penyembelihan ayam-ayam itu, yang mereka peruntukan untuk roh-roh atau penghuni sungai.
Mereka mengira bahwa dengan perbuatan ini akan menyelamatkan mereka, mereka tidak sadar kalau perbuatan mereka ini adalah kesyirikan yang sangat besar, dengan perbuatan mereka itu membuat Alloh Ta'ala murka, lalu Alloh Ta'ala datangkan banjir yang lebih besar, dengan banjir itu menghanyutkan puluhan dari rumah-rumah masyarakat setempat.
Demikian hukuman yang Alloh Ta'ala timpakan atas mereka di kehidupan dunia ini, jika mereka tidak akan bertaubat dari kesyirikan itu maka sungguh Alloh Ta'ala akan menyediakan neraka Jahannam bagi mereka, disebabkan kesombongan dan keengganan mereka dari berdoa kepada-Nya dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, Dia berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ} [غافر: 60].
"Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku maka dia akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Ghofir: 60).
Dengan kejadian ini sungguh teringat bagi kami, ketika di Limboro para "pbitsa" (dukun-dukun) mulai bermunculan maka ada seseorang menyampaikan kepada Hisyam bin Abdulloh Al-Limboriy Rohimahulloh bahwa ada dari seorang "pbitsa" yang duduk di pinggir pantai di tanjung Limboro Kecil, lalu menyihir ombak-ombak yang di hadapannya, maka Hisyam bin Abdulloh Al-Limboriy Rohimahulloh berkata: "Pbitsa pateba (dukun parlente), paling pendusta".
Ketika terjadi gempa bumi di Bantul-Jokjakarta dan sekitarnya, kami bersama beberapa kawan sebagai tim medis ke daerah tersebut maka masyarakat berbondong-bondong berdatangan ke tempat kami, ada salah seorang yang dia mengaku sebagai penjaga Keraton dalam keadaan pincang, karena kakinya terkena rerobohan bangunan disebabkan gempa bumi, dia datang ke kami dengan keadaan seperti itu namun masih bisa bangga dan masih memuji-muji orang-orang Keraton, dia mengatakan bahwa tanduknya Sulthon Keraton adalah sakti, kalau orang sakit lalu memeluknya maka langsung sembuh…., ketika mendengarkan perkataannya maka ada salah seorang dari kawan kami berkata kepadanya: "Bagaimana dengan keraton dalam gempa ini, apakah dia juga rusak?", diapun berkata: "Rusak bahkan temboknya roboh!", langsung dia dibantah: "Katanya sakti, mana kesaktiannya?, kamu juga kena rerobohan terus mana pertolongan dari mereka yang sakti-sakti itu?". Orang tersebut hanya bisa berkata: "Iya ya?!!!", diapun pergi dari kami dalam keadaan meragukan kesaktian kesulthonan dan jajarannya yang ada di keraton.
Demikian yang bisa kami jelaskan, semoga Alloh menjadikan apa yang kami jelaskan ini bermanfaat untuk kami, kedua orang tua kami, saudara-saudara kami dan siapa saja yang menginginkan kebaikan.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar