بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Pada hari Senin 11 Dzul Qo'dah 1434 telah sampai kepada kami sepucuk
surat, diantara isinya adalah permohonan supaya
kami memberikan penjelasan yang terkait dengan hadits yang diriwayatkan dari
Shohabat 'Abdulloh bin ‘Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma bahwasanya Rosululloh
Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata :
«إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ».
"Jika kamu meminta sesuatu maka mintalah kepada
Alloh dan jika kamu meminta pertolongan
maka mintalah pertolongan kepada Alloh". Yang menjadi pokok
permasalahannya adalah: Bagaimana cara merealisasikan hadits tersebut? dan
adakah keterkaitan antara hadits tersebut dengan definisi bahwasanya manusia
adalah makhluk sosial?.
PEREALISASIAN HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, beliau berkata: "Ini
adalah hadits shohih", hadits tersebut terdapat bimbingan dari Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam untuk putra pamannya Abdulloh, dan juga bimbingan kepada
umat Islam secara keseluruhan untuk benar-benar hanya beribadah kepada Alloh Ta'ala,
karena yang diinginkan dengan perintah "meminta tolong" adalah ibadah
sebagaimana yang Alloh Ta'ala katakan tentang ikrarnya setiap hamba
ketika sedang menegakan sholat:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} [الفاتحة: 5]
"Hanya
kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta
pertolongan". (Al-Fatihah:
5).
Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh berkata:
"Ayat ini menjelaskan tentang tauhid".
Abdurrohman bin Nashir As-Sa'diy Rohimahulloh dalam menjelaskan
ayat tersebut beliau berkata:
"أي: نخصك وحدك
بالعبادة والاستعانة".
"Yaitu: Kami mengkhususkan bagi-Mu saja dalam
beribadah dan dalam meminta pertolongan".
Alloh Ta'ala menamakan "al-isti'anah" (meminta
pertolongan) sama dengan "al-mas'alah" (permohonan) sebagaimana
di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu
'anhu tatkala seseorang di dalam sholatnya membaca:
{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}.
"Hanya
kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta
pertolongan".
Maka Alloh Ta'ala berkata:
«هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ».
"Ini antara-Ku dan antara hamba-Ku, dan
untuk hamba-Ku apa yang telah dia minta".
Dari keterangan ini maka bertambah jelaslah bahwa "al-isti'anah"
(meminta pertolongan) dikatakan pula sebagai "al-mas'alah"
atau "ad-du'a" (permohonan) sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam kepada Mu'adz bin Jabal:
«فَلَا تَدَعْ أَنْ
تَقُولَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ: "رَبِّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ،
وَحَسَنِ عِبَادَتِكَ"».
"Janganlah kamu meninggalkan
untuk berdo'a pada setiap sholatmu: "Wahai Robbku tolonglah aku untuk selalu
mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu". Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
Dawud dan An-Nasa'iy.
Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh telah membuat
penjelasan tentang masalah ini, beliau berkata:
"فدعاء المسألة
هو دعاء الطلب أي طلب الحاجات وهو عبادة إذا كان من العبد لربه، لأنه يتضمن
الإفتقار إلى الله تعالى واللجوء إليه، واعتقاد أنه قادر كريم واسع الفضل والرحمة.
ويجوز إذا صدر من العبد لمثله من المخلوقين إذا كان المدعو يعقل الدعاء ويقدر على
الإجابة كما سبق في قوله القائل يا فلان اطعمني.
"Doa
permohonan adalah doa tuntutan, yaitu menuntut kebutuhan-kebutuhan, dan dia
adalah ibadah jika dia dari seorang hamba (meminta kepada) Robbnya, karena
sesungguhnya dia mengandung kefaqiran kepada Alloh Ta'ala dan
pengharapan kepada-Nya, dan meyakini bahwasanya Dia adalah Al-Qodhir
(Maha Mampu) lagi Al-Karim (Maha Mulia) dan Wasi' Al-Fadhl wa Ar-Rohmah
(Maha luas keutamaan dan rohmat-Nya). Dan dia boleh jika bersumber dari seorang
hamba kepada yang semisalnya dari para makhluk, jika yang diseru itu memahami
seruannya dan mampu untuk memenuhinya sebagaimana telah lewat pada perkataannya
orang yang berkata: "Wahai Fulan berilah kamu makan kepadaku!".
Dan perkataan beliau yang
terakhir ini: "… jika yang diseru itu memahami seruannya dan mampu untuk
memenuhinya….", maka perlu adanya rincian, karena tidak setiap orang itu
boleh dimintai pertolongan, sekadar contoh: Ada orang yang memiliki harta yang
sangat banyak, tentu dia mampu untuk menolong, bersamaan dengan itu tidak
dibolehkan bagi seseorang untuk meminta hartanya, karena Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam telah melarang dari meminta-minta, beliau berkata:
«لَا تَسْأَلِ
النَّاسَ شَيْئًا»
"Janganlah
kamu meminta kepada manusia sesuatupun". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dari Tsauban.
Adapun kalau meminta tolong
berupa tenaganya dan dia mampu untuk memenuhinya maka ini boleh, sebagaimana
yang telah Alloh Ta'ala terangkan tentang kisah Nabi Musa 'Alaihis
Salam:
{وَدَخَلَ
الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ
يَقْتَتِلَانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ
الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى
عَلَيْهِ} [القصص: 15]
"Dan Musa masuk ke kota ketika penduduknya sedang lengah, maka
didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang
dari golongannya (Bani Isroil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun),
maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepada Musa, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa memukulnya, dan matilah musuhnya
itu". (Al-Qoshshosh: 15).
Dengan ayat ini menunjukan tentang
bolehnya meminta tolong kepada orang lain dengan syarat dia harus mampu, dia
masih hidup, dan dia hadir (berada di sampingnya), jika seseorang membantu
saudaranya dalam perkara ini maka hal ini sebagai bentuk sosialitas yang
dianjurkan sebagaimana Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam telah berkata
kepada para shobabatnya untuk menolong Salman Al-Farisiy:
«أَعِينُوا أَخَاكُمْ».
"Tolonglah
oleh kalian saudara kalian!". Dengan adanya pertolongan itu maka Salman Al-Farisiy berkata:
«فَأَعَانُونِي بِالنَّخْلِ: الرَّجُلُ بِثَلَاثِينَ وَدِيَّةً،
وَالرَّجُلُ بِعِشْرِينَ، وَالرَّجُلُ بِخَمْسَ عَشْرَةَ، وَالرَّجُلُ بِعَشْرٍ،
يَعْنِي: الرَّجُلُ بِقَدْرِ مَا عِنْدَهُ، حَتَّى اجْتَمَعَتْ لِي ثَلَاثُ
مِائَةِ وَدِيَّة».
"Maka mereka menolongku
dengan (bibit-bibit pohon) korma, seseorang (membawa) tiga puluh bibit, ada
seorang pula (yang membawa) dua puluh bibit, ada seorang pula yang (membawa)
lima belas bibit, ada seorang (membawa) sepuluh bibit, ya'ni seseorang
(membawa) sesuai dengan kesanggupannya, sampai terkumpul untukku 300 (tiga
ratus) bibit".
Adapun syarat yang kami sebutkan
"dia harus mampu, dia masih hidup, dan dia hadir (berada di sampingnya)"
sebagai bentuk pengingkaran terhadap sebagian manusia yang mengaku beragama
Islam namun mereka meminta kepada sesuatu yang tidak memiliki kemampuan untuk
menolong, adapula dari mereka meminta kepada orang yang sudah mati, sebagaimana
mereka beradatangan di kuburan Sunan Ampel di Surabaya lalu meminta pertolongan
kepada Sunan Ampel, ada juga dari mereka naik haji kemudian mereka mendatangi
kuburan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lalu meminta
pertolongan kepadanya sambil menyeru "Ya Habibiy!...", adapula yang
meminta tolong kepada orang yang tidak hadir sebagaimana yang dilakukan oleh
orang-orang di salah satu kampung di sekitar Jogjakarta, ketika gunung merapi
akan meletus maka masyarakat meminta pertolongan kepada Mbah Marijan dengan
mengangkat suara padahal kediaman Mbah Marijan jauh dari kediaman mereka, hal
demikian itu karena mereka mengakui bahwa Mbah Marijan sakti dan mengetahui
ilmu ghoib, ketika Mbah Marijan memerintahkan mereka untuk membuat sesajian dan
diletakkan di halaman-halaman rumah mereka, merekapun melakukannya, Mbah
Marijan dengan kesombongannya mengaku bahwa dialah pemegang kunci gunung
merapi, gunung merapi melutus atau tidak tergantung dia yang menentukan, memang
Mbah Marijan ini dukun pendusta, ternyata mati konyol juga:
{مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ
عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ
يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا} [الكهف: 5]
"Mereka sekali-kali tidak memiliki ilmu tentang hal itu,
begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari
mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) melainkan kedustaan".
(Al-Kahfi: 5).
Ini persis dengan yang terjadi di
kampung Nasiri (Seram Barat), karena pernah terjadi banjir, maka masyarakat
Nasiri merasa cemas dan takut, dengan sebab itu, muncullah seorang dukun
memberitahu masyarakat Nasiri untuk mempersembahkan sesembelihan berupa
ayam-ayam kampung untuk roh-roh atau penghuni sungai, masyarakat Nasiri-pun
melakukan apa yang disarankan oleh si dukun pendusta itu, pengurus masjid
Nasiri (pak modim dan jajarannya) mulai melakukan penyembelihan ayam-ayam itu,
yang mereka peruntukan untuk roh-roh atau penghuni sungai.
Mereka mengira bahwa dengan
perbuatan ini akan menyelamatkan mereka, mereka tidak sadar kalau perbuatan
mereka ini adalah kesyirikan yang sangat besar, dengan perbuatan mereka itu
membuat Alloh Ta'ala murka, lalu Alloh Ta'ala datangkan banjir
yang lebih besar, dengan banjir itu menghanyutkan puluhan dari rumah-rumah
masyarakat setempat.
Demikian hukuman yang Alloh Ta'ala
timpakan atas mereka di kehidupan dunia ini, jika mereka tidak akan
bertaubat dari kesyirikan itu maka sungguh Alloh Ta'ala akan menyediakan
neraka Jahannam bagi mereka, disebabkan kesombongan dan keengganan mereka dari
berdoa kepada-Nya dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, Dia berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ} [غافر: 60].
"Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku maka dia akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Ghofir: 60).
Dengan kejadian ini sungguh
teringat bagi kami, ketika di Limboro para "pbitsa"
(dukun-dukun) mulai bermunculan maka ada seseorang menyampaikan kepada Hisyam
bin Abdulloh Al-Limboriy Rohimahulloh bahwa ada dari seorang "pbitsa"
yang duduk di pinggir pantai di tanjung Limboro Kecil, lalu menyihir
ombak-ombak yang di hadapannya, maka Hisyam bin Abdulloh Al-Limboriy Rohimahulloh
berkata: "Pbitsa pateba (dukun parlente), paling pendusta".
Ketika terjadi gempa bumi di Bantul-Jokjakarta
dan sekitarnya, kami bersama beberapa kawan sebagai tim medis ke daerah
tersebut maka masyarakat berbondong-bondong berdatangan ke tempat kami, ada
salah seorang yang dia mengaku sebagai penjaga Keraton dalam keadaan pincang,
karena kakinya terkena rerobohan bangunan disebabkan gempa bumi, dia datang ke
kami dengan keadaan seperti itu namun masih bisa bangga dan masih memuji-muji
orang-orang Keraton, dia mengatakan bahwa tanduknya Sulthon Keraton adalah sakti,
kalau orang sakit lalu memeluknya maka langsung sembuh…., ketika mendengarkan
perkataannya maka ada salah seorang dari kawan kami berkata kepadanya:
"Bagaimana dengan keraton dalam gempa ini, apakah dia juga rusak?",
diapun berkata: "Rusak bahkan temboknya roboh!", langsung dia
dibantah: "Katanya sakti, mana kesaktiannya?, kamu juga kena rerobohan
terus mana pertolongan dari mereka yang sakti-sakti itu?". Orang tersebut
hanya bisa berkata: "Iya ya?!!!", diapun pergi dari kami dalam
keadaan meragukan kesaktian kesulthonan dan jajarannya yang ada di keraton.
Demikian yang bisa kami
jelaskan, semoga Alloh menjadikan apa yang kami jelaskan ini bermanfaat untuk
kami, kedua orang tua kami, saudara-saudara kami dan siapa saja yang
menginginkan kebaikan.
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar