Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

JALAN PINTAS
MENUJU JANNAH



Pertanyaan:
بسم الله الرحمن الرحيم
Kami melihat banyak dari pada akhwat berbondong-bondong ke pondok pesantren, sampai sebagian mereka pindah-pindah pondok, mereka menyangka bahwa perbuatan mereka itu adalah jalan pintas untuk masuk Jannah (surga), mereka berdalil:
«مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ»
“Barang siapa menempuh suatu jalan, yang dia inginkan padanya suatu ilmu, maka Alloh memudahkan baginya suatu jalan menuju Jannah (surga)”. Apa pendapatmu tentang masalah ini? –semoga Alloh menjagamu, memberkahimu, dan membalasmu dengan kebaikan yang banyak-.

Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم، أما بعد:
Tidak dikenal di zaman salafush sholih (para pendahulu yang sholih) adanya para wanita yang melakukan rihlah (menempuh perjalanan jauh) untuk menuntut ilmu, bahkan tidak ada nukilan dari hadits-hadits shohih atau pun hadits yang dhoif yang menjelaskan tentang adanya para wanita yang rihlah untuk menuntut ilmu. Begitu pula tidak didapati ada dari para ulama salafush sholih yang membuka pondok pesantren khusus wanita.
Kalau tidak ada di zaman salafush sholih dan tidak dilakukan oleh para salafush sholih lalu dari mana sunnah sayyiah (metode yang jelek) tersebut mereka wariskan?
Cukuplah bagi mereka yang melakukan perbuatan tersebut mendapatkan dosa dan kejelekan, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«ومن سن في الإسلام سنة سيئة، كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده، من غير أن ينقص من أوزارهم شيء»
“Barang siapa membuat sunnah (metode) dalam Islam dengan sunnah sayyiah (metode yang jelek) maka baginya dosanya dan dosa yang mengamalkannya setelahnya, dengan tanpa mengurangi dari dosa mereka sedikit pun”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Jarir bin Abdillah.
Para wanita yang menginginkan untuk menempuh jalan pintas menuju Jannah maka bagi mereka cukup melaksanakan rukun-rukun Islam yang lima, mentaati suami mereka (bagi yang sudah menikah dan bagi yang belum menikah mentaati orang tua mereka), menjaga lisan dan kehormatan mereka maka itulah jalan pintas menuju Jannah, dari Abu Huroiroh beliau berkata:
أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الجَنَّةَ، قَالَ: «تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ المَكْتُوبَةَ، وَتُؤَدِّي الزَّكَاةَ المَفْرُوضَةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ» قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا، فَلَمَّا وَلَّى، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا»
“Bahwasanya seorang Arob pedalaman datang kepada Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), lalu berkata: “Tunjukan kepadaku atas suatu amalan, jika aku mengamalkannya maka aku akan masuk Jannah, maka beliau berkata: “Kamu beribadah kepada Alloh, dan tidak menyekutukan-Nya, kamu menegakan sholat, menunaikan zakat yang wajib, dan kamu berpuasa Romadhon”. Beliau berkata: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, aku tidak akan menambah atas (semua) ini”, maka tatkala beliau berlalu (pergi), Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Barang siapa yang senang untuk melihat kepada seseorang dari penduduk Jannah maka dia hendaknya melihat kepada (orang) ini”.
            Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhory dan Muslim di dalam “Ash-Shohihain” dari Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-, dalam suatu riwayat dari hadits Tholhah bin ‘Ubaidillah dengan lafadz:
وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا، وَلاَ أَنْقُصُ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ»
“Demi Alloh aku tidak akan menambah atas (semua) ini dan tidak (pula) aku akan mengurangi, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Telah beruntung jika dia jujur”.

Pertanyaan:
Para santriwati bila mereka dinasehati seperti nasehat tersebut mereka ngeyel dan langsung mengadu ke ustadz-ustadz di pondok pesantren mereka, ustadz-ustadz mereka juga lebih ngeyel dan ngamuk-ngamuk, mereka semua berkata: “Dari mana msu tahu rukun-rukun Islam kalau tidak ke pondok pesantren ini?!”.

Jawaban:
Asiyah istri Fir’aun, Maryam bintu ‘Imron, Asma’ bintu Abi Bakr Ash-Shiddiq dan Mu’adzah Al-‘Adawiyyah serta wanita salafush sholihsemoga Alloh meridhoi mereka semuanya- tidaklah mereka datang ke pondok pesantren kalian wahai para ustadz! akan tetapi Alloh (تعالى) membukakan bagi mereka jalan pintas menuju Jannah, Alloh (تعالى) berkata tentang Asiyah dan Maryam:
{وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (11) وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ (12)} [التحريم: 11، 12]
“Dan Alloh membuat isteri Fir'aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika dia berkata: "Ya Robbku, bangunkanlah untukku sebuah istana di sisi-Mu di dalam Jannah, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zholim. Dan Maryam bintu Imron yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rohimnya sebagian dari ruh Kami, dan dia membenarkan kalimat Robbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat”. (At-Tahrim: 11-12).
Dan Alloh (تعالى) berkata:
{قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)} [المؤمنون: 1 - 6]
Sesungguh telah beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak terceIa”. (Al-Mu’minun: 1-6).
Tidak diragukan lagi bahwa para wanita salafush sholih mereka sangat menjaga sholat-sholat mereka, mereka termasuk orang-orang yang paling menjauhkan diri dari perkara yang sia-sia, mereka menunaikan zakat, mereka menjaga kehormatan, maka pantaskan kalau kemudian mereka hanya dijadikan sebagai kenangan-kenangan sejarah?! Adapun ustadzah (guru wanita) atau santriwati dijadikan sebagai idola?!.
Betapa banyak santriwati atau mantan santriwati karena merasa diri lulusan pondok pesantren, merasa diri memiliki ilmu, bisa hafal ini dan itu, bisa ini dan itu, mereka pun kemudian sombong; yang belum menikah meremehkan dan melecehkan orang sholih yang melamarnya, dengan alasan dia lebih tinggi ilmunya atau alasan minimalnya karena selevel, maunya lulusan dari Saudi-Yaman, yang pada akhirnya terjadilah apa yang terjadi –aku berlindung kepada Alloh dari segala kejelekan dan fitnah-, begitu pula yang sudah menikah meremehkan dan melecehkan suaminya, maunya dia yang mengatur suaminya dan mengkufuri kebaikan suaminya, Al-Imam Al-Bukhory –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Ash-Shohih”: “Telah menceritakan kepada kami Abdulloh bin Maslamah, dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atho bin Yasar, dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata: Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ» قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: «يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ»
“Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penduduknya adalah para wanita, yang mereka mengkufuri (mengingkari)”, beliau berkata: “Mereka mengkufuri suami, mereka mengkufuri kebaikan, walaupun kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang masa, lalu kemudian dia melihat padamu ada sesuatu (yang dia benci) maka dia berkata: Aku tidak melihat padamu kebaikan sedikit pun”.
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim di dalam “Shohih”nya.
    Sudah sangat banyak penjelasan kami tentang permasalahan ini, maka tidak perlu lagi bagi kami untuk membuat penjelasan dan mengangkat pembahasan yang panjang, cukup perkataan Alloh (تعالى) sebagai pengingat:
{لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ} [الأنفال: 42]
“Supaya binasa orang yang binasa (karena sebab) dari penjelasan dan hidup orang yang hidup dari penjelasan”. (Al-Anfal: 42).
(Diterjemahkan dari “I’anatus Sail Liabi Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory”).

1 komentar:

  1. assalamu 'alaikum
    pertanyaan;
    ya ustadz, di lingkungan kami ada seseorang penuntut ilmu yang biasa berfatwa dan menulis karya tulis yang berbau agama, tapi menurut pengakuannya dia itu kerasukan jin, apakah boleh orang seperti ini untuk berfatwa dan menulis? dan bolehkah kami membaca hasil karyanya? dan apa nasehat ustadz untuk orang ini, terima kasih sebelumnya atas jawabannya...

    BalasHapus