BULAN
SYAWWAL
ANTARA
PEMULIAAN
DAN PENGHINAAN
بِسمِ
الله الرَّحمنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ،
وَأَسْتَنْصِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد:
Ketika masuk bulan Syawwal
yaitu pada tanggal 1 Syawwal atau dikenal dengan hari raya idul fitri maka umat
Islam di berbagai penjuru dunia bergembira, sungguh benar apa yang dikatakan
oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
«لِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ».
"Bagi yang berpuasa ada dua kebahagiaan;
kebahagiaan ketika berbuka (ya'ni 'Idul Fitri) dan kebahagiaan ketika berjumpa
dengan Robbnya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Al-'Amasy, dari
Abu Sholih, dari Abu Huroiroh.
Di tengah-tengah
kebahagiaan dengan merayakan hari raya fitri itu, seringkali umat Islam
mendapatkan gangguan dari orang-orang kafir, diantara gangguan itu adalah
terjadinya pembantaian terhadap umat Islam, pada tanggal 1 Syawwal bertepatan
dengan tahun 1999 Masehi kaum muslimin Ambon di tengah-tengah sholat 'Ied,
datanglah gerombolan kaum Salibis melakukan pembantaian di masjid-masjid, di
kampung-kampung hingga berjatuhan banyak korban dari kaum muslimin, harta
mereka dirampas, kehormatan mereka dinodai, jiwa-jiwa mereka dibantai. Yang
peduli dengan nasib saudaranya kaum muslimin di Ambon mereka datang menolong, yang
ikhlas menolong meraih keistiqomahan, yang menolong karena menginginkan dunia
dan ketenaran maka menggapai kesesatan hidup.
Belum terlupakan dengan
sejarah itu, kini datang lagi gangguan dari kaum yang paling najis daripada
kaum salibis, mereka adalah Rofidhoh, kaum muslimin yang mencintai da'wah
Islamiyyah setelah mereka melakukan sholat 'Ied di kampung-kampung mereka di
wilayah propinsi Sho'dah mereka beramai-ramai datang menziarohi markaz ilmu dan
markaz da'wah Islamiyyah di Dammaj, dengan berhari raya 'Ied dan bisa berjumpa
dengan saudara-saudara mereka Ahlussunnah di Darul Hadits Dammaj mereka
bergembira dengan kegembiraan yang luar biasa, Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya
Al-Hajuriy dan saudara-saudaranya Ahlussunnah yang ada di Dammaj menyambut
mereka dengan penuh pemuliaan, sehingga dengan itu, ketika mereka kembali ke
kampung-kampung halaman mereka, mereka benar-benar kagum dengan perlakuan baik
dari saudara-saudara mereka yang berada di Dammaj, namun tidak sampai terbetik
di benak-benak mereka, ketika mereka sudah kembali tiba-tiba mereka mendengar
bahwa saudara-saudara mereka yang berada di dalam sebuah mobil mendapatkan
gangguan dari kaum kafir Rofidhoh, mereka yang berada di dalam mobil dihujani
tembakan oleh kaum najis Rofidhoh yang mengakibatkan jatuhnya para korban.
Tidak hanya itu, namun
sehari sebelumnya yaitu pada malam 'Ied fitri 1434 ternyata kaum kafir Rofidhoh
telah menduduki bukit-bukit yang mengelilingi kampung Munabbih yang masih dalam
wilayah propinsi Sho'dah, mereka menghujani penduduk kampung tersebut dengan
tembakan-tembakan, mulai dari tembakan dengan menggunakan senjata AK hingga
mereka menghujani dengan mortir dan senjata-senjata berat lainnya, mereka
lakukan tindakan jahat ini setelah mereka menghishor (memboikot dan mengepung)
kampong tersebut. Kaum muslimin yang masih memiliki perasaan dan kasih sayang
terhadap saudaranya sesama kaum muslimin merasa bersedih dengan penderitaan
itu, namun bagi yang hatinya condong kepada kesesatan menganggap bahwa itu
adalah azab yang Alloh timpakan kepada kaum muslimin, tidak hanya mereka
melontarkan anggapan hina yang penuh dengan suuzhon itu namun mereka juga
ikut membantu menyerang dengan serangan-serangan lewat pemikiran, Luqman bin
Muhammad Ba'abduh ikut terus menyerang dengan penuh tipu daya, berikut pula
jaringannya semisal Abdul Ghofur asal Malang, dan para gelandangan hizbiy
mereka tidak ketinggalan melakukan opini dan tipu daya, apa yang mereka
inginkan dari semua itu?:
{يُرِيدُونَ
أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ
نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ} [التوبة: 32]
"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Alloh dengan
mulut-mulut (perkataan-perkataan) mereka, dan Alloh tidak menghendaki selain
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak
menyukai". (At-Taubah: 32).
Tidak
hanya mereka yang sekelas pengangguran namun pembesar-pembesar mereka yang
berjubah keilmuan lebih membinasakan dan lebih merusak, Muhammad bin Abdillah
Ar-Rimiy yang memasyhurkan dirinya dengan gelar "Al-Imam" dengan
fatwa ngawurnya mampu menyeret Muhammad Afifudin As-Sidawiy dan para pengangguran
untuk mengakui bahwa Rofidhoh adalah saudara-saudara mereka seagama, mereka
berkasih sayang dan saling menguatkan dalam membantah Ahlussunnah, Rofidhoh
menyerang Ahlussunnah lewat persenjataan, para pengangguran itu menyerang Ahlussunnah
lewat pemikiran dan tipu daya, apakah mereka mengira dengan persekutuan itu
akan mampu memberi mudhorot kepada Ahlussunnah?, kukatakan kepada diriku dan
kepada saudara-saudaraku Ahlussunnah:
«وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ
لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلَامُ
وَجَفَّتْ الصُّحُفُ».
"Dan kalaupun mereka bersekutu untuk memberikan kemudhorotan
kepadamu dengan sesuatu maka dia tidak akan memudhoratkanmu melainkan dengan
sesuatu yang sungguh Alloh telah menulis (menetapkan)nya atasmu, telah diangkat
pena dan telah ditutup lembaran-lembaran".
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, dari hadits Ibnu 'Abbas, dari Nabi Shollallohu
'Alaihi wa Sallam, dan At-Tirmidziy berkata: "Ini adalah hadits hasan
shohih".
MEMULIAKAN
BULAN SYAWWAL DENGAN BERPUASA ENAM HARI
Salah seorang saudara kami
dari kaum muslimin Ambon semoga Alloh menjaganya telah mengajukan suatu permasalahan
kepada kami, yang berkaitan dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, bagi
seorang wanita apakah boleh mendahulukan puasa Syawwal daripada mengqodho puasa
Romadhan, karena ia khowatir tidak akan mendapatkan puasa Syawwal.
Asy-Syaikhon Rohimahumalloh
meriwayatkan di dalam "Shohih" keduanya dengan sanad yang
sama, keduanya berkata:
"حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ،
قَالَ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، تَقُولُ: "كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ
الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ"،
قَالَ يَحْيَى: الشُّغْلُ مِنَ النَّبِيِّ أَوْ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ".
"Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus, beliau berkata: Telah menceritakan
kepada kami Zuhair, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami yahya, dari
Abu Salamah, beliau berkata: Aku mendengar 'Aisyah Rodhiyallohu 'Anha
berkata: "Dahulu aku masih memiliki kewajiban puasa Romadhon, aku
tidak mampu untuk megqodho (menunaikannya) melainkan pada bulan Sya'ban".
Yahya (seorang periwayat) berkata: "(Karena) kesibukan dari Nabi atau
karena (melayani) Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Dan di dalam riwayat
Muslim tanpa menyebutkan "Yahya (seorang periwayat) berkata", namun
langsung menyebutkan secara langsung, seakan-akan semuanya adalah perkataan
Aisyah:
"كَانَ
يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا
فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ
بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".
"Dahulu
aku masih memiliki kewajiban puasa Romadhon, aku tidak mampu untuk mengqodho
(menunaikannya) melainkan pada bulan Sya'ban, (karena) kesibukan dari Nabi atau
sibuk (melayani) Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam".
Dengan hadits ini semakin jelaslah
tentang bolehnya bagi seseorang mengakhirkan qodho puasa Romadhonnya, sama saja
pengakhirannya itu di pertengahan tahun tersebut atau di penghujung pada bulan
Sy'aban.
Sebagian orang beranggapan
tentang tidak boleh mengakhirkannya, namun yang berpendapat seperti ini tidak memiliki
dalil yang menunjukan tentang larangannya, hanya saja afdhol (lebih
utama)nya adalah mendahulukan qodho puasa Romadhon, karena dia adalah wajib,
sementara puasa Syawwal adalah sunnah, dengan dalil hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhoriy:
"وَمَا
تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ،
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ
بِهِ".
"Dan
tidaklah seseorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku
sukai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan atasnya, dan senantiasa seorang
hamba-ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan an-nawafil (ibadah-ibadah sunnah)
sampai Aku mencintainya, maka jika Aku telah mencintainya: Aku menjadikan
pendengaran yang dia mendengarkan dengannya dan menjadikan penglihatan yang dia
melihat dengannya". Diriwayatkan dari Abu Huroiroh, dari Nabi Shollallohu
'Alaihi wa Sallam, dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
MEMULIAKAN
BULAN SYAWWAL DENGAN SHOLAT EMPAT ROKA'AT SEBELUM ASHAR
Sebagian ulama berpendapat
tentang disunnahkannya sholat sunnah empat roka'at sebelum Ashar, mereka
berdalil dengan hadits:
«رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ العَصْرِ
أَرْبَعًا»؟
"Semoga
Alloh merohmati seseorang yang sholat empat roka'at sebelum Ashr". Atau mereka berdalil
dengan hadits yang sema'na dengan ini, namun hadits ini adalah dho'if
(lemah), tidak bisa dijadikan hujjah.
Hadits tersebut
diriwayatkan oleh Ahmad, dan yang selain beliau, di dalam sanad-sanad mereka
terdapat seseorang periwayat yang bernama Muhammad bin Mihron, dan dia ini
diperbincangkan keadaannya, Ibnu Hibban Rohimahulloh berkata:
"كان يخطىء".
"Dahulu
dia adalah keliru (dalam meriwayatkan)".
Abul 'Abbas Ahmad
Al-Harroniy Rohimahulloh di dalam "Majmu'l Fatawa'"
berkata:
"وَهُوَ ضَعِيفٌ".
"Dan
dia (hadits ini) adalah dho'if (lemah)".
Ibnu Qudamah Rohimahulloh
berkata:
وَقَوْلُهُ:
"«رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا» تَرْغِيبٌ
فِيهَا وَلَمْ يَجْعَلْهَا مِنْ السُّنَنِ الرَّوَاتِبِ".
"Dan
perkataannya: "Semoga Alloh merohmati seseorang yang sholat empat
roka'at sebelum Ashr" adalah dorongan tentangnya, dan tidak dijadikannya
termasuk sunnah-sunnah rowatib".
Hal tersebut karena as-sunan
ar-rowatib sudah ditentukan jumlahnya, dan tidak masuk empat roka'at
sebelum Ashar, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ صَلَّى
فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً، بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ»
"Barangsiapa
yang sholat pada setiap hari dan setiap malam 12 (dua belas) roka'at maka
dibangunkan baginya istana di Dalam jannah". Diriwayatkan oleh An-Nasa'iy dan Ibnu
Majah dari hadits Ummu Habibah.
Dan rincian
roka'at-roka'at tersebut telah dijelaskan di dalam hadits 'Aisyah, dia
berkata: Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
"مَنْ ثَابَرَ
عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي
الجَنَّةِ: أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ
بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الفَجْرِ
"
"Barangsiapa
yang menjaga 12 (dua belas) roka'at dari sunnah-sunnah maka Alloh bangunkan
untuknya istana di dalam Jannah; 4 (empat) roka'at sebelum zhuhur, 2 (dua)
roka'at setelahnya, 2 (dua) roka'at setelah magrib, dan 2 (dua) roka'at setelah
Isya' dan 2 (dua) roka'at sebelum shubuh". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dan dia
adalah hadits shohih karena ada penguat dari hadits yang selainnya.
Abul 'Abbas Ahmad
Al-Harroniy Rohimahulloh berkata:
"وَقَدْ
جَاءَ فِي السُّنَنِ تَفْسِيرُهَا: «أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا،
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ
قَبْلَ الْفَجْرِ» فَهَذَا الْحَدِيثُ الصَّحِيحُ فِيهِ أَنَّهُ رَغَّبَ بِقَوْلِهِ
فِي ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً".
"Dan
sungguh telah datang di dalam "As-Sunan" tafsirannya (dua
belas roka'at tersebut): "4 (empat) roka'at sebelum zhuhur, 2 (dua)
roka'at setelahnya, 2 (dua) roka'at setelah magrib, dan 2 (dua) roka'at setelah
Isya' dan 2 (dua) roka'at sebelum shubuh", hadits ini adalah shohih,
padanya pengarahan (atau penjelasan) terhadap perkataannya pada 12 (dua belas)
roka'at".
Adapun sholat sunnah
sebelum Ashar maka masuk dalam keumuman hadits yang diriwayatkan oleh Muslim,
dari hadits Abdulloh bin Mughoffal Al-Muzaniy, beliau berkata:
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«بَيْنَ كُلِّ
أَذَانَيْنِ صَلَاةٌ»، قَالَهَا ثَلَاثًا، قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: «لِمَنْ شَاءَ».
"Diantara
setiap dua azan ada sholat", beliau mengatakannya tiga (kali), beliau berkata pada
yang ketiga kali: "Bagi yang menginginkan".
Dan sholat diantara dua azan
ini adalah 2 (dua) roka'at saja, sebagaimana disebutkan dalam hadits 'Aisyah:
"وَرَكْعَتَيْنِ
بَيْنَ الْأَذَانَيْنِ".
"Dan
dua roka'at diantara dua azan".
Dan masuk di dalam dua
roka'at ini adalah sholat sebelum Maghrib, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari
hadits Anas bin Malik, beliau berkata:
"كَانَ
المُؤَذِّنُ إِذَا أَذَّنَ قَامَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ، حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صلّى الله عليه
وسلم وَهُمْ كَذَلِكَ، يُصَلُّونَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ المَغْرِبِ، وَلَمْ يَكُنْ
بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ شَيْءٌ".
"Dahulu muadzin jika sudah azan maka manusia dari kalangan
para Shohabat Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berdiri bergegas menuju
tiang-tiang (untuk mereka sholat), sampai Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam
keluar dan mereka dalam keadaan seperti itu, mereka sholat dua roka'at
sebelum maghrib, dan tidak ada diantara azan dan iqomah sesuatupun".
Dan
di dalam riwayat Abu Dawud dari hadits Al-Mukhtar bin Fulful, dari Anas bin
Malik, beliau berkata:
"صَلَّيْتُ
الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ"، قَالَ: قُلْتُ لِأَنَسٍ: أَرَآكُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: «نَعَمْ، رَآنَا فَلَمْ يَأْمُرْنَا، وَلَمْ يَنْهَنَا".
"Aku sholat dua roka'at sebelum maghrib di zaman Rosululloh
Shollallohu 'Alaihi wa Sallam". Beliau (Al-Mukhtar) berkata:
"Aku berkata kepada Anas: Apakah Rosululloh Shollallohu 'Alaihi
wa Sallam melihat kalian?, beliau menjawab: "Iya, beliau
melihat kami, beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang
kami".
Perlu diketahui bahwa dua
roka'at ini tidak masuk dalam 12 (dua belas) roka'at yang telah disebutkan di
dalam hadits tersebut, dan diantara sholat yang tidak masuk dalam 12 (dua
belas) roka'at tersebut adalah 4 (empat) roka'at setelah zhuhur, diriwayatkan
oleh Ashhabus Sunan dari hadits Ummu Habibah dengan sanad yang shohih,
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ حَافَظَ
عَلَى أَرْبَعٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ»".
"Barangsiapa
yang menjaga 4 (empat) roka'at sebelum Zhuhur dan 4 (empat) roka'at setelahnya
maka Alloh mengharomkan atasnya neraka".
Demikian sholat-sholat
sunnah yang telah ditentukan dengan dalil-dalil yang shohih, yang selayaknya
untuk dilakukan oleh setiap muslim.
MERAYAKAN
BULAN SYAWWAL DENGAN PERAYAAN BID'AH
Diantara perayaan bid'ah yang dilakukan oleh
masyarakat kaum muslimin Indonesia adalah acara "halal bihalal".
Istilah ini tidak dikenal
di dalam Islam, bahkan di dunia Islam dan di dalam bahasa Arob tidak dikenal,
melainkan istilah ini muncul di Indonesia, yang mereka kemas dari bahasa Arob
yaitu diambil dari kata "halal" yang dimaksudkan dari kata
"halal" yaitu bolehnya melakukan sesuatu setelah tidak dibolehkan di
bulan Romadhon, seperti makan, minum dan jima' serta yang selainnya. Kemudian
mereka sandarkan kata tersebut kepada suatu perayaan, yang kemudian perayaan
itu mereka namai dengan "halal bihalal".
Dari keterangan singkat
tersebut bertambah jelaslah bahwa perayaan "halal bihalal"
adalah harom, karena dia adalah bid'ah yang diada-adakan, Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam berkata:
«وَإِيَّاكُمْ
وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
"Dan
hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap
bid'ah adalah sesat". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang selainnya dari hadits Al-Irbadh
bin Sariyyah.
Dan di dalam riwayat lain
dari hadits Abdulloh bin Mas'ud dengan lafazh:
"أَلَا
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدِثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ شَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ".
"Ketahuilah,
dan berhati-hatilah kalian terhadap pengada-adaan dalam perkara-perkara, karena
sesungguhnya yang paling jeleknya perkara-perkara adalah yang diada-adakan, dan
setiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan setiap kebid'ahan adalah
sesat".
Dan di dalam riwayat
An-Nasa'iy dengan lafazh:
«وَكُلَّ ضَلَالَةٍ
فِي النَّارِ».
"Dan
setiap kesesatan di dalam neraka".
Demikian yang bisa kami
jelaskan, semoga Alloh menjadikan apa yang kami jelaskan ini bermanfaat untuk
kami, kedua orang tua kami, saudara-saudara kami dan siapa saja yang
menginginkan kebaikan.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar