SYARAT-SYARAT MENJADI DA'I
Pertanyaan:
بِسم
الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Saya baca di buku Abu Hazim bahwa thullab
dammaj yang 4 tahun tidak hafal Al-Qur'an diberi julukan la'ab (suka
main). Apakah benar?. Dan banyak sekali di Indonesia thullab dammaj 4
tahun tidak hafal Al-Qur'an, paling hafal juz 30 dan juz 1, karena kalau
Al-Qur'an saja yang (penting) tidak hafal, apa lagi menghafal hadits dan
perkataan syaikhnya. Apakah da'i yang seperti ini boleh di ambil
ilmunya?.
Tolong dijelaskan kepada ummat, karena banyak
di Indonesia seperti itu. Jazakumullohu Khairon.
Ummu Rumman.
Muhammad Salim Al-Limboriy menjawab:
بِسم
الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ
لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ
لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ».
"Sampaikan oleh kalian dariku walau hanya satu ayat, dan
kisahkanlah tentang bani Isroil dan tidak mengapa (mengisahkannya), dan barang
siapa berdusta dengan sengaja atas (nama)ku maka hendaknya dia menyiapkan
tempat duduknya di neraka". Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bukhoriy, At-Tirmidziy dan
Ibnu Hibban dari Abdulloh bin 'Amr bin 'Ash.
Dari
hadits tersebut dengan mudah difahami bahwa menyampaikan ayat dari Al-Qur'an
atau hadits dari sunnah-sunnah Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bukan dipersyaratkan harus
hafal Al-Qur'an, ketika datang rombongan sebagian penuntut ilmu ke sisi Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) maka Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) langsung memerintahkan mereka
untuk menghafal satu hadits lalu beliau memerintahkan mereka menyampaikan
hadits tersebut ke kaum mereka, beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«احْفَظُوهُنَّ وَأَخْبِرُوا بِهِنَّ مَنْ وَرَاءَكُمْ»
"Kalian hafal (itu semua), dan kabarkanlah oleh kalian tentangnya
kepada orang-orang yang di belakang kalian". Diriwayatkan oleh
Al-Bukhoriy di dalam "Shohih"nya pada "Kitabul Ilmi"
dari hadits Abdulloh bin 'Abbas.
Seseorang
yang menyeru kepada ilmu syar'iy maka dia adalah seorang da'i, dan setiap da'i
mengetahui kadar atau kemampuannya masing-masing, ada dari mereka yang mampua
hanya bidang tajwid maka dia mengajarkan tajwid, ada dari mereka
mampu hanya bidang nahwu maka dia mengajarkannya, dan lebih dari itu
adapula yang menguasai berbagai bidang maka dia ajarkan itu semua.
Kebutuhan
umat terhadap para da'i adalah mendesak, maka suatu kesalahan bila kemudian
mencegah atau melarang seseorang dari berdakwah dengan alasan bukan ahli ilmu
atau tidak hafal Al-Qur'an, akan hendaknya diberi keluangan baginya, karena dia
senang berdakwah maka arahkan dia,
biarkan dia mengajar sesuai kemampuannya, misalnya dia bisa mengajar "Iqro
Qiro'atiy" atau "Durusul Lughoh" jilid 1 (satu) maka
dukung dia, bersamaan dengan itu terus kamu semangati untuk dia mengajar sambil
belajar karena ini termasuk salah satu diberkahinya ilmu, pahamkan dia dengan
kitab-kitab para ulama, bukakan untuknya dan kawan-kawannya pelajaran khusus, ajari
dia bersama kawan-kawannya, kader mereka sehingga mereka benar-benar akan
menjadi "du'at Ilalloh 'ala bashiroh".
Bukan
syarat seorang da'i itu harus menghafal Al-Qur'an, Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan Mu'adz bin Jabal
untuk dakwah ke Yaman, juga beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan Ali bin
Abi Tholib untuk keluar dakwah dan beberapa shohabatnya, ketika itu
Al-Qur'an belum diturunkan semuanya, mereka para shohabat masih menghafal yang
sudah diturunkan akan tetapi mereka sudah diperintahkan untuk berdakwah.
Manusia
itu berbeda-beda intelek dan pemahamannya; ada yang cepat faham dan ada yang
sulit faham, ada yang mudah menghafal dan ada pula yang sangat sulit menghafal,
dengan keadaan seperti itu hendaknya seorang da'i ketika mendidik tidak
memperlakukan mereka seperti militerisasi; harus bisa, kalau tidak bisa maka
dicambuk, dipukul sampai bengkak atau disuruh berdiri sampai harus bisa, walaupun
ada sebagian orang berdalil bahwa ada shohabat merantai anaknya dalam belajar,
namun yang jadi patokan dan teladan kita adalah Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), di dalam "Shohih Muslim"
dari Anas bin Malik, beliau berkata:
" خَدَمْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَشْرَ سِنِينَ، وَاللهِ مَا قَالَ لِي: أُفًّا قَطُّ، وَلَا قَالَ لِي لِشَيْءٍ:
لِمَ فَعَلْتَ كَذَا؟ وَهَلَّا فَعَلْتَ كَذَا؟
"Aku menjadi pembantu Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) selama 10 (sepuluh tahun), demi
Alloh, tidaklah beliau berkata kepadaku: "uf" sama sekali,
dan beliau tidak pula berkata kepadaku dengan sesuatu: "Kenapa kamu
lakukan demikian?!!!", mengapa kamu berbuat demikian?!!!".
Beliau
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak berkata keras kepada
anak-anak didikannya, lebih-lebih kalau beliau memukul maka sungguh beliau
tidak melakukan itu, demikianlah akhlak penghafal Al-Qur'an, beliau (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berakhlak dengan Al-Qur'an, Sa'd
bin Hisyam berkata:
"سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: " أَمَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ؟
فَقُلْتُ: بَلَى. فَقَالَتْ: فَإِنَّ خُلُقَهُ كَانَ الْقُرْآنَ ".
"Aku bertanya kepada Aisyah tentang akhlaknya
Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) maka dia berkata: "Tidakkah
kamu membaca Al-Qur'an?!", maka aku berkata: "Tentu (saya
membacanya)", maka dia berkata: "Sesungguhnya akhlaknya beliau adalah
Al-Qur'an". Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rohawaih.
Sungguh
telah kami saksikan dengan mata kepala dan kami telah mendengar dengan telinga
kami bahwa di Dammaj juga para thullab berbeda-beda, ada dari mereka dalam
beberapa bulan sudah menghafal Al-Qur'an, ada pula beberapa tahun sudah bisa
menghafalnya dan ada pula lebih dari itu tidak mampu menghafalnya, ada yang la'ab
(suka main) akan tetapi cepat hafal Al-Qur'an, ada yang "banting
tulang" (bersungguh-sungguh) namun tidak bisa menghafalnya, sampai ada
sebagian mereka sudah bersusah payah menghafal dengan mengikuti petunjuk
orang-orang yang telah menghafal namun masih saja tidak mampu menghafal, bila
sudah hafal juz 30 kemudian pindah ke juz 29 maka yang dilewati terlupakan, dan
masalah ini banyak didapati, bukan hanya 4 (empat) tahun namun lebih dari itu
masih belum bisa menghafal Al-Qur'an, dan ini banyak kita dapati, kalau kita
mengatakan mereka la'ab mungkin kita sudah zholim, karena kenyataan
mereka bersungguh-sungguh dalam menghafal, rajin belajar dan beribadah.
Dan
yang lebih jelek lagi ada yang lebih dari 4 (empat) tahun tidak bisa menghafal
Al-Qur'an, tidak bisa baca kitab gundul, tidak bisa berbahasa Arob dengan
benar, malas beribadah, tidak bisa mengambil faedah dan tidak bisa memberi
faedah, lebih dari itu sukanya bikin fitnah dan bikin onar maka orang seperti
ini terkenai perkataan Alloh:
{أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ
إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا} [الفرقان: 44]
"Ataukah kamu menyangka bahwa kebanyakan mereka mendengar
atau memahami, tidaklah mereka itu melainkan seperti binatang bahkan mereka
lebih sesat jalan(nya)".
(Al-Furqon: 44).
Tidak
kita pungkiri bahwa memang kenyataan banyak para penghafal Al-Qur'an dari
keluaran Dammaj, bukan suatu berlebihan kalau kita katakan mayoritas
orang-orang yang bersungguh-sungguh belajar di Dammaj bisa menghafal Al-Qur'an.
Orang
yang mampu menghafal Al-Qur'an dan yang tidak mampu semuanya itu adalah ujian, siapakah
dari mereka yang akan berhujat dengannya? Dan siapakah dari mereka yang akan
dihujati oleh Al-Qur'an?:
«وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ».
"Dan Al-Qur'an adalah hujjah bagimu atau hujjah atasmu".
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Malik Al-Asy'ariy, dari Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Ada
yang sangat mantap hafalan Al-Qur'annya akan tetapi keadaannya seperti yang
dikatakan oleh Nabi (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
«يَخْرُجُ مِنْهُ قَوْمٌ يَقْرَءُونَ القُرْآنَ، لاَ يُجَاوِزُ
تَرَاقِيَهُمْ».
"Akan keluar darinya suatu kaum yang mereka membaca
Al-Qur'an yang tidak melewati kerongkongan mereka". Diriwayatkan oleh
Asy-Syaikhon dari Abu Sa'id Al-Khudriy. Dia membaca hanya sekedar di
bibir, tidak ada perenungan ma'na dan tidak ada pula penghayatan kandungannya,
dan orang seperti ini tampak kerusakan pada akhlaknya.
Adapun
perkataan penanya: "karena kalau Al-Qur'an
saja yang (penting) tidak hafal, apa lagi menghafal hadits dan perkataan
syaikhnya" maka ini tidak bisa diitlakkan, karena ada sebagian
orang bisa dan mudah menghafal hadits dan mutun aqidah akan tetapi sulit
menghafal Al-Qur'an, semua itu adalah keutamaan tersendiri yang telah Alloh (تعالى) rezqikan kepada hamba-hamba-Nya,
sebagaimana Alloh (تعالى) telah berikan kelebihan dan keutamaan
kepada sebagian Rosul terhadap sebagian yang lain:
{تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ
مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ} [البقرة: 253]
"Demikianlah para
Rosul, Kami telah mengutamakan sebagian mereka atas sebagian (yang lain),
diantara mereka ada yang Alloh mengajaknya bicara dan Dia mengangkat derajat
sebagian yang lain". (Al-Baqoroh: 253).
Tidak dibenarkan bagi orang yang menghafal
Al-Qur'an kemudian meremehkan orang yang tidak menghafalnya, karena bisa jadi
dia hanya hafal Al-Qur'an namun tidak bisa memahami ma'na dan tafsirnya, atau
sebaliknya, maka sungguh bagus perkataan Nabi Khidhir kepada saudaranya Nabi
Musa:
«يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ
لاَ تَعْلَمُهُ أَنْتَ، وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ عَلَّمَكَهُ لاَ أَعْلَمُهُ».
"Wahai Musa!
Sesungguhnya aku di atas suatu ilmu dari ilmunya Alloh yang Dia telah
mengajarkannya kepadaku, yang kamu tidak mengetahuinya, dan kamu di atas suatu
ilmu, yang Dia telah mengajarkannya kepadamu, yang saya tidak
mengetahuinya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon, dari Abdulloh bin
Abbas, dari Ubaiy bin Ka'ab, dari Nabi (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Maka
sungguh betapa indahnya kalau para da'i Ahlussunnah ada kerukunan, sehingga
dengan itu saling mengisi dan dan saling menguatkan, karena sangat jarang kita
dapati ada seorang da'i bisa merangkul semua bidang ilmu syar'i.
Adapun perkataan penanya "apakah da'i yang seperti ini boleh di ambil ilmunya?"
maka dirinci, kalau ilmu yang dia ajarkan atau yang dia dakwahkan itu haq
(kebenaran) maka diterima dan diambil ilmunya, berbeda halnya kalau dia bukan
Ahlussunnah maka dengan serentak kita katakan: "Kita tidak membutuhkan
ilmu dari selain Ahlussunnah", Ibnu Sirin semoga Alloh merohmatinya berkata:
"لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الْإِسْنَادِ، فَلَمَّا
وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ، قَالُوا: سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ، فَيُنْظَرُ إِلَى
أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ، وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ
فَلَا يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ".
"Tidaklah mereka dahulu bertanya tentang sanad
(jalur periwayatan hadits), maka tatkala terjadi fitnah, maka mereka berkata:
Sebutkan rijal (para periwayat) kalian, maka dilihat kalau dia dari Ahlussunnah
maka diambil hadits mereka, dan dilihat kalau dari Ahlulbid'ah maka
tidak diambil hadits mereka". Diriwayatkan oleh Muslim di dalam "Muqoddimah
Shohih"nya.
Perlu
diketahui bahwa seorang penuntut ilmu itu punya hak untuk memilih dan memilah
mana ustadz yang cocok untuknya!, kalau dia mengetahui ada seorang ustadz yang
mengalami kekurangan maka dia bisa mencari ustadz yang lain. Dan hendaknya pula
bagi para ustadz berlapang dada dan jangan memaksa para penuntut ilmu untuk
harus bersamanya, akan tetapi berupayalah bisa memberi yang terbaik atau
minimalnya mampu menunjukan kepada kebaikan:
«انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا
يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ».
"Pergilah kamu ke negri demikian dan demikian, karena sesungguhnya
di negri tersebut ada segolongan manusia yang mereka beribadah kepada Alloh
maka beribadahlah kamu kepada Alloh bersama mereka (dalam beribadah kepada
Alloh)".
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa'id, dari Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ»
"Barang siapa menunjukan kepada kebaikan maka baginya
semisal pahala pelakunya". Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Mas'ud Al-Anshoriy.
وصَلَّى
اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.