Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

MENJADI TUKANG BEKAM LEBIH BAIK DARI PADA MENJADI PENGEMIS KEPADA PEGAWAI BANK


MENJADI TUKANG BEKAM LEBIH BAIK
DARI PADA
MENJADI PENGEMIS KEPADA PEGAWAI  BANK

Orang yang bertanya berkata:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
يا أبا أحمد سددك الله!
Ada seseorang yang membuka praktek hijamah, sementara ada yang mengeritik bahwa sejelek-jelek pekerjaan adalah tukang bekam (dengan menggunakan dalil, waktu ditanya mana dalilnya dia lupa dikitab apa), yang jadi permasalahan adalah kita pernah mendengar bahwa Nabi kita (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) pernah berbekam dan beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memberi upahnya, sepertinya terjadi hal yang bertolak belakang, tolong kita diberi ilmunya biar tentram dihati.
جزاكم الله خيراً

Abu Ahmad Muhammad Al-Limbory semoga Alloh mengampuninya berkata:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Hendaknya seseorang ketika melihat orang lain melakukan sesuatu yang berkaitan dengan perkara-perkata dalam kesehariannya untuk tidak langsung menghukumi atau mengingkari, akan tetapi dia hendak melihat hujjah atau dalil, kalau dia tidak mengetahui dalil tentang yang dia lihat atau ragu dengan dalil tentang hukumnya maka wajib baginya untuk diam, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»
"Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari kiamat maka hendaknya dia berkata yang benar atau diam". Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim dari hadits Ibnu Syihab, dari Abu Salamah, dari Abu Huroiroh.
Diamnya dia itu lebih selamat, dari pada dia berbicara di atas sangkaan atau di atas kebingungan yang pada akhirnya dia mendapatkan hujatan:
{وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ} [النحل: 116]
Pekerjaan menjadi tukang bekam terkadang pada sebagian orang atau di suatu tempat menganggapnya sebagai pekerjaan yang rendahan atau dikatakan "paling jeleknya pekerjaan", akan tetapi apakah hukumnya sampai pada tingkatan harom?!.
Orang yang berkecimpun di lapangan pekerjaan tentu mengetahui tentang berbagai macam pekerjaan, ada pekerjaan yang paling bagus dan paling santai dan ada pula pekerjaan yang paling berat dan membosankan.
Bila seseorang memiliki pekerjaan yang menyenangkan tentu ketika dia melihat pekerjaan yang rendah darinya, yang menurutnya tidak menyenangkan maka dia akan menilai pekerjaan tersebut tidak bagus dan tidak cocok baginya, terkadang kita mendengar para hizbiyyun melecehkan tukang becak, mereka menjadikan istilah "tukang becak" sebagai bahasa jarh (celaan) terhadap orang yang menyelisihi mereka, sebagaimana kami mendengar Muhammad Afifudin As-Sidawy, sering kali dia menggunakan ungkapan "tukang becak", sampai ada seorang mahasiswa Malaysia di Surabaya berkata kepada kami: "Saya heran sama ustadz Afifudin itu, sering menyebut "tukang becak" padahal ada ikhwah yang tukang becak", kalau orang mau berpikir tentu akan mengatakan: "Bisa jadi tukang becak itu lebih mulia dari pada da'i-da'i hizbiyyin yang hidup bergantungan kepada Yayasan dan minta-minta".
Maka dengan gambaran global seperti itu kami katakan: "Orang yang mengambil profesi bekam atau membuka praktek bekam tidak bisa diingkari, selama di dalam prakteknya tidak ada unsur maksiat", dengan 2 (dua) alasan:
Alasan pertama: Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) minta dibekam, dan beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memberi upah kepada yang membekamnya, sebagaimana diriwayatkan oleh "Asy-Syaikhon" di dalam "Ash-Shohihain" dari hadits Malik bin Anas, dari Humaid Ath-Thowil, dari Anas bin Malik, beliau berkata:
«حَجَمَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو طَيْبَةَ، فَأَمَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَاعٍ مِنْ تَمْرٍ»
"Abu Thoibah membekam Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) lalu beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan untuk (memberi)nya dengan satu sho' korma".
Dan lebih memperjelas lagi apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim di dalam "Shohih"nya dari hadits Abdulloh bin Abbas, beliau berkata:
«حَجَمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدٌ لِبَنِي بَيَاضَةَ، فَأَعْطَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْرَهُ»
"Seorang budak milik Bani Bayadhoh membekam Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), lalu Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memberi upahnya".
Kalaulah pekerjaan bekam itu termasuk paling jeleknya pekerjaan maka tentu Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak akan meminta untuk dibekam ke seorang pun, dan tidak pula memfasilitasi serta tidak pula memberinya dukungan seperti upah, karena tujuan di utusnya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) di muka bumi ini adalah untuk menunjuki kepada kebaikan bukan kepada "paling jeleknya perbuatan", Alloh (تعالى) berkata:
{وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا} [الإسراء: 105]
Dan dia juga berkata:
{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ} [الأنبياء: 107].
Alasan kedua: Memberi manfaat kepada saudara-saudaranya kaum muslimin, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»
"Barang siapa diantara kalian mampu untuk memberikan manfaat kepada saudaranya maka hendaknya dia lakukan". Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Muslim dari hadits Jabir bin Abdillah. Dan sebab adanya hadits ini karena ada seorang shohahat dari kalangan Anshor bertanya:
أَفِي الْعَقْرَبِ رُقْيَةٌ؟
"Apakah pada (sengatan) kalajengking ada ruqyahnya?".
Pada permasalahan ini kita berbicara tentang memberi manfaat, namun tidak mengapa kami akan menyebutkan sedikit perbedaan tentang hukum ruqyah dan bekam, karena sangat jelas perbedaannya, diantaranya: Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak meminta diruqyah, namun istrinya Ash-Shiddiqah bintu Ash-Shiddiq meruqyahnya, dan Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak memberikan upah (gaji) kepada yang meruqyahnya, dan meminta diruqyah termasuk dari salah satu sebab dihisabnya seseorang dihari kiamat nanti.
Adapun bekam maka Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) minta dibekam, beliau memberi upah kepada yang membekamnya.
Maka ringkasnya dari penjelasan singkat ini adalah: Orang yang membuka praktek bekam hukumnya boleh, bila dia tidak memiliki pekerjaan lain. Dan kalau dia memiliki pekerjaan lain namun dia menjadikan praktek bekam sebagai sampingan karena masyarakat membutuhkannya maka boleh karena masuk pada keumuman hadits:
«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»
Dan perkataan Alloh (تعالى):
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2].

والله أعلم
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.


PEMERINTAH INDONESIA ADALAH PEMERINTAH YANG BERAGAMA ISLAM


PEMERINTAH INDONESIA ADALAH PEMERINTAH YANG BERAGAMA ISLAM

Pertanyaan:
Ada satu kelompok sempalan yang ciri-cirinya sama dengan Ahlussunnah, mereka memakai celana di atas mata kaki…, mereka mengatakan bahwa presiden Indonesia dari sejak kemerdekaan sampai saat ini adalah presiden yang kafir.
Apa tanggapan ustadz tentang perkataan mereka itu?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
بِسمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد:
Merupakan salah satu prinsip dari prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jama'ah adalah tidak mengkafirkan kaum muslimin, sama saja mereka (kaum muslimin) itu dari kalangan pemerintah ataupun rakyat biasa.
Adapun yang berkaitan dengan presiden Indonesia seperti Ir. Sukarno (yang dikenal di dunia Islam dengan nama Ahmad Sukarno), Suharto, Prof. DR. Habibi, Mega Wati Sukarno Putri dan Susilo Bambang Yudiyono maka mereka semuanya adalah muslimun (beragama Islam), manusia menyaksikan mereka sholat lima waktu, puasa, zakat dan haji, lebih-lebih presiden yang sekarang ini yaitu Susilo Bambang Yudiono, maka beliau adalah pemimpin yang muslim (jelas keislamannya) dan beliau adalah presiden yang bijak, semoga Alloh memberinya hidayah dan membantunya dalam melaksanakan kebaikan.
Berbeda halnya dengan Abdurrohman Wahid alias Gusdur karena sesungguhnya dia adalah presiden yang zindiq, kafir dan musyrik, diantara buktinya:
Pertama: Menyatakan bahwa Al-Qur'an ada pornonya tidak seperti kitab Injil…, maka dengan terang-terangan kami katakan bahwa dia adalah kafir, jika ada yang berkata: "Dia hanya canda-canda" maka jawabannya Alloh (تعالى) berkata:
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ} [التوبة: 65، 66]
"Dan jika kalian bertanya kepada mereka, maka sungguh mereka akan mengatakan: Kami hanya bersenda gurau dan bermain-main (saja), katakan: Apakah kepada Alloh, Ayat-ayat-Nya, dan Rosul-Nya kalian memperolok-olok, jangan membuat-buat udzur (alasan) sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman". (At-Taubah: 65-66).
Kedua: Tidak mengkafirkan Yahudi dan Nasroni bahkan dia ikut campur baur dengan para biarawati dalam menyembah salib, Alloh (تعالى) berkata:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [المائدة: 73]
"Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya Alloh adalah dari yang tiga (tuhan), dan tidaklah ada sesembahan melainkan sesembahan yang Satu, dan kalau mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan maka sungguh akan ditimpakan kepada mereka orang-orang yang kafir itu azab yang pedih". (Al-Maidah: 73). Maka tidak heran kalau kemudian Abdurrohman Wahid alias Gusdur disegerakan dengan bala' yang mematikan.
Ketiga: Menyajikan sesajian dan ikut menyembah penghuni pantai selatan atau dikatakan dengan ratu pantai selatan, serta berdoa kepadanya, Alloh (تعالى) berkata:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا} [النساء: 48].
"Sesungguhnya Alloh tidak mengampuni orang yang menyekutukan-Nya dan Dia mengampuni apa-apa yang selain demikian itu bagi orang yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang menyekutukan Alloh maka sungguh dia telah membuat kedustaan dan dosa yang besar". (An-Nisa': 48).
Dalam ayat lain:
{فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا} [النساء: 116]
"Maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh". (An-Nisa': 116).

Pertanyaan:
Tapi ustadz! saya mendengar pak Kholiful Hadi di masjid pondok pesatrennya Banyu Tengah Gresik setelah sholat Isya, dia berkata bahwa Abdurrohman Wahid (Gusdur) tidak bisa dikafirkan walapun Asy-Syaikh Muqbil telah mengkafirkannya, dengan alasan karena Gusdur tidak waras atau agak gila-gila?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Bukannya Gusdur yang tidak waras akan tetapi Kholiful Hadilah yang tidak waras, kalaulah dia waras tentu dia akan mempelajari kitab "Nawaqidul Islam", dan dia tidak akan memilih untuk menjadi kholafal hadi serta dia tidak akan meninggalkan saudara-saudaranya Ahlussunnah, akan tetapi karena dia terlena dengan Jam'iyyah dan ketenaran, dia pun akhirnya memilih berkawan dengan hizbiyyin:
«الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ»
"Seseorang itu (berada) di atas agama kawannya, maka hendaknya salah seorang diantara kalian melihat kepada siapa dia berkawan".


NASEHAT TERBUKA UNTUK PEMERINTAH DI TANAH AIRKU INDONESIA

Pertanyaan:
Kami sudah membaca tulisan utadz yang berjudul "Irsyadul Insan fii Ma'rifati Huquqis Sulthon", diantara hak pemerintah adalah diberi nasehat, kalau ustadz mempunyai waktu bisa tidak memberi nasehat terbuka untuk seluruh pemerintah kita di Tanah Air!.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
بِسمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَسْتَغْفِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
أما بعد:
Al-Imam Al-Bukhory semoga Alloh merahmatinya berkata: Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
إِذَا اسْتَنْصَحَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ، فَلْيَنْصَحْ لَهُ
"Jika salah seorang diantara kalian dimintai nasehat oleh saudaranya maka hendaknya dia memberinya nasehat".
Hadits ini adalah shohih, walaupun Al-Imam Al-Bukhory tidak menyebutkan sanad (jalur periwayatan)nya namun beliau menyebutkan dengan bentuk pemastian "telah berkata", dan hadits ini telah diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dengan menyebutkan sanadnya yaitu diriwayatkan dari hadits 'Atho Ibnis Saib, dari Hakim bin Abi Yazid, dari bapaknya, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku bapakku: Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
فَإِذَا اسْتَنْصَحَ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَلْيَنْصَحْ لَهُ
"Jika seseorang meminta nasehat kepada seseorang (yang lain) maka hendaknya dia memberinya nasehat". Dan diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqy dari hadits Jabir sebagaimana  yang telah dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Hajar di dalam "Fathul Bariy".
Beranjak dari hadits tersebut maka kami sampaikan satu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhory dan Muslim di dalam "Ash-Shohihain" dari hadits Abdulloh bin Umar semoga Alloh meridhoinya, bahwasanya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
"Ketahuilah bahwa setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian adalah dimintai pertanggung jawaban dari kepemimpinannya".
Seseorang yang memegang suatu kepemimpinan atau menjabat sebagai aparat negara tentu memiliki harapan untuk bisa melangkah ke depan dengan yang lebih baik, dia berharap untuk bisa membawa bangsa dan negara ke masa depan yang lebih baik, namun bila seseorang menyalahi prosedur maka tentu apa yang dia harapkan tidak akan tercapai.
Pada kesempatan ini kami akan mengingatkan mereka yang memiliki harapan yang demikian bagus itu untuk meninjau kembali kejadian yang pernah berlalu, di zaman Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) terdapat dua kerajaan besar yaitu Romawi dan Persia, apa yang menyebabkan dua negara besar tersebut runtuh?.
Kalaulah mereka mengikuti agama yang dibawa oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) atau minimalnya mereka mendukung dan membantu dakwahnya maka tentu kerajaan mereka tidak akan runtuh, Hiraqlius berkata kepada para mentri dan pembesar-pembesar di istana kerajaanya:
يَا مَعْشَرَ الرُّومِ، هَلْ لَكُمْ فِي الفَلاَحِ وَالرُّشْدِ، وَأَنْ يَثْبُتَ مُلْكُكُمْ، فَتُبَايِعُوا هَذَا النَّبِيَّ
"Wahai seluruh penduduk Romawi, adakah pada kalian pada keberuntungan dan petunjuk, dan jika kerajaan kalian ingin kokoh (tetap jaya) maka ikutilah Nabi tersebut".
Hiraqlius tahu bahwa kejayaan itu hanya bisa diperoleh dengan mengikuti kebaikan yang dibawa oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) namun karena dia takut bawahannya akan meninggalkannya, maka dia pun akhirnya tidak beriman kepada Nabi, tidak menerima dakwahnya dan tidak pula mendukungnya, yang pada akhirnya dia pun lengser dari jabatannya dan negaranya pun hancur lebur.
Maka kami sampaikan kepada pemerintah Indonesia untuk tidak seperti pemerintah Romawi dan Persia, akan tetapi jadilah pemerintah yang memiliki perhatian tinggi terhadap Islam.
Sungguh kami telah menyaksikan banyak rakyat kecil telah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa pendanaan dan berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan jasmani dan kami sangat berterima kasih atas yang demikian itu dan kami berdoa agar Alloh memberi hidayah kepada pemerintah Indonesia dan membantu mereka dalam menjalankan kebaikan, namun bantuan dalam perkara yang berkaitan dengan rohani masih sangat minim, sekadar contoh ketika kami sempat ke salah satu kampung dekat sumber mata air di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur kami mendapati warga dalam kampung tersebut tidak mengenal agama Islam (padahal mereka mengaku sebagai pemeluk agama Islam), dan kami mendapati sebuah masjid kecil tidak ada yang sholat di dalamnya melainkan seorang, yang dia adalah imam masjid, dia azan lalu iqomah lalu sholat sendirian, ini masih di ruang lingkup di pulau Jawa yang dikenal banyak pondok pesantren dan sekolah-sekolah Islamnya lalu bagaimana kiranya dengan di luar Jawa? Dan kami dapati pula banyak perkampungan di pulau Seram-Maluku, kaum musliminnya bernasib sama dengan kampung yang kami sebutkan.
Kami menyingggung permasalahan ini karena negara kita Indonesia telah harum namanya di mata dunia, terkhusus di dunia Islam bahwa dia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, oleh karena itu, maka kami sampaikan kepada yang masih memiliki rasa peduli terhadap nasib umat Islam untuk memperbaiki dan menjaga nama baik tersebut, serta berupaya untuk membenahi segala kecacatan dan kekurangan pada umat, Alloh (تعالى) berkata:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ} [الرعد: 11]
"Sesungguhnya Alloh tidak akan berubah apa-apa yang ada pada suatu kaum sampai mereka (kaum tersebut) merubah apa-apa yang ada pada diri-diri mereka'. (Ar-Ro'd: 11).
Jika kita melihat kembali kepada sejarah nasional Indonesia maka kita akan mengetahui secara jelas bahwa para pejuang kemerdekaan mayoritasnya dari tokoh-tokoh Islam, bahkan para TNI di zaman itu mendominasi dari kalangan pesantren, maka sebagai rasa bentuk penghargaan atas jasa-jasa tersebut kami sampaikan dengan penuh hormat kepada pemerintah Indonesia untuk memperhatikan nasib kaum muslimin.
Bukan suatu kerugian kalau pemerintah terkhusus bagi mereka yang beragama Islam untuk membantu memperhatikan pendidikan Islamnya rakyat yang ada di pedalaman seperti yang kami sebutkan atau bekerja sama dengan pemerintah Saudi Arobia dalam menyebarkan buku-buku agama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bahkan upaya semua itu terhitung sebagai amal jariyah (yang terus menerus mengalir) bila dilakukan karena kesadaran dan penuh keikhlasan, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ "
"Jika seseorang mati maka terputuslah semua amalannya melainkan dari tiga (perkara), yaitu: Sedekah jariyah (sedekah yang terus mengalir pahalanya), atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang sholih yang mendoakannya". 
Hendaknya bagi mereka yang memiliki kesadaran tentang permasalahan ini, ketika membantu menyebarkan buku-buku agama atau memulai mendidik masyarakat Islam maka hendaknya memulai dengan yang paling terprinsip yang berkaitan dengan aqidah dan keyakinan sehingga dengan itu akan menghasilkan kebaikan untuk semua, Alloh (تعالى) berkata:
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} [النور: 55]

Kemudian setelah itu kami nasehatkan pula kepada pemerintah untuk tidak menjadi seperti seorang zindiq lagi kafir, ketika dia menjadi pemimpin dia berupaya untuk melegalkan paham nasionalisme agama komunis di Tanah Air, dia menghinakan Islam, mengatakan Al-Qur'an adalah ada pornonya, ikut duduk bersama para biarawati dalam menyembah salib, ikut menyembah thoghut/ratu pantai selatan, menaungi agama baru Al-Bahamiyyah Al-Babiyyah, menyembah kubur, memberi kebebasan sholat dengan bahasa daerah masing-masing, dan mencela kaum muslimin Ambon serta mempersiapkan pasukan berani matinya untuk menumpas kaum muslimin di Ambon.
Jika seorang pemimpin mengikuti jejak seperti si zindiq yang kafir tersebut maka tentu tidak akan lama kepemimpinannya akan lenyap dan sekaligus dia akan binasa, Alloh (تعالى) berkata:
{قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} [آل عمران: 26].
Demikian nasehat singkat dari kami, semoga bermanfaat untuk kita semua, dan semoga Alloh memberi hidayah kepada kita dan pemerintah kita dan membantu mereka dalam melaksanakan kebaikan.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.



MENJUAL DENGAN MENAMBAH BARANG DAN HARGA

Pertanyaan:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Seorang penjual menetapkan harga, kalau membeli barangnya seharga delapan Rp 8.000,- (delapan ribu rupiah) diberi sepuluh biji, dan kalau membeli Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) diberi dua belas biji? Apa hukumnya? Apakah dia termasuk an-najsy?
جزاكم الله خيرا.

Abu Ahmad Al-Limbory menjawab:

وَعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Jual beli seperti yang disebutkan adalah boleh, karena tambahan dengan dua biji tersebut memiliki harga tersendiri yaitu Rp. 2.000,-, Al-Imam Ibnu Qudamah semoga Alloh merahmatinya berkata di dalam "Al-Mughniy":
فَإِنْ جَاءَهُ بِزِيَادَةِ فِي الْقَدْرِ، فَقَالَ: خُذْهُ، وَزِدْنِي دِرْهَمًا. فَفَعَلَا، صَحَّ؛ لِأَنَّ الزِّيَادَةَ هَاهُنَا يَجُوزُ إفْرَادُهَا بِالْعَقْدِ.
"Kalau dia datang padanya dengan tambahan pada ukurannya, lalu dia berkata: Ambillah, dan tambahkan padaku dengan sedirham, lalu keduanya (pembeli dan penjual) melakukannya, maka ini sah, karena sesungguhnya tambahan di sini boleh menyendirikannya terhadap suatu transaksi".
Dan jual beli seperti ini bukan termasuk dari an-najsy, adapun an-najsy maka dia adalah:
الزِّيَادَةُ فِي ثَمَنِ السِّلْعَةِ مِمَّنْ لَا يُرِيدُ شِرَاءَهَا لِيَقَعَ غَيْرُهُ فِيهَا.
"Tambahan pada harga barang yang dijual dari orang yang tidak menginginkan untuk membelinya supaya jatuh kepada selainnya".
Al-Imam Al-Bukhory dan Muslim meriwayatkan dari hadits Malik bin Anas, dari Nafi' dari Abdulloh bin Umar semoga Alloh meridhoi keduanya, beliau berkata:
«نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّجْشِ»
"Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) melarang dari an-najsy".
والله أعلم.

HUKUM-HUKUM SEPUTAR MENUNTUT ILMU


HUKUM-HUKUM SEPUTAR MENUNTUT ILMU

Penanya:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz saya ini sudah beberapa kali belajar di pondok pesantren, pernah saya belajar di Jawa dan di Sulawesi, namun saya merasa tidak memiliki hasil, apakah karena saya salah dalam menempuh belajar ataukah memang saya belajar kepada orang tidak bisa mengajar? Terus apa yang ustadz nasehatkan kepadaku?
جزاكم الله خيرا
Semoga Allah memberkahi ustadz!.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Apa yang kamu alami itu sama dengan yang pernah dialami oleh kebanyakan para penuntut ilmu, jika kamu sudah mengetahui bahwa apa yang kamu alami itu, juga pernah dialami oleh orang lain maka kamu bersabar, dan terus menerus dalam belajar, Alloh (تَعَالَى) berkata dalam surat Al-Kahfi:
{وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاه} [الكهف: 28]
"Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang mereka berdoa kepada Robb mereka di pagi dan sore hari, yang mereka menginginkan Wajah-Nya, dan janganlah kamu memalingkan matamu dari mereka, karena kamu menginginkan perhiasan dunia, dan janganlah kamu mentaati orang yang telah Kami tutup hatinya dari mengingat Kami dan dia mengikuti hawa nafsunya'. (Al-Kahfi: 28).

Penanya:
Lalu bagaimana dengan pertanyaanku tadi "Apakah karena saya salah menempuh dalam belajar ataukah memang saya belajar kepada orang tidak bisa mengajar?".

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Sebelum kamu menyimpulkan seperti itu terlebih dahulu kamu mengoreksi diri, dan kamu ber-husnudzdzon (baik sangka) kepada pengajarmu, kamu banyak berdoa, Al-Imam Al-Bukhory semoga Alloh meridhoinya membuat bab khusus di dalam "Ash-Shohih":
بَابُ مَا جَاءَ فِي العِلْمِ. وَقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا} [طه: 114].
"Bab apa-apa yang datang tentang ilmu, dan perkataan-Nya (تَعَالَى): "Dan berdoalah: Ya Robbku tambahkanlah kepada ilmu". (Thoha: 114).
Memang telah kita ketahui bahwa ada dari para pengajar terkadang tidak mampu memahamkan para murid, hal tersebut mungkin karena mereka baru terjun ke medan dakwah atau mungkin mereka keliru dalam bermetode والله أعلم .

Penanya:
Terus apa yang ustadz nasehatkan kepada para pengajar seperti itu?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Al-Imam Al-Bukhory semoga Alloh meridhoinya setelah membuat bab khusus di dalam "Ash-Shohih":
بَابُ العِلْمِ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ
"Bab berilmu sebelum berkata dan beramal", beliau membawakan beberapa dalil dan perkataan-perkataan yang bagus diantaranya: Perkataan Alloh (تَعَالَى):
{كُونُوا رَبَّانِيِّينَ} [آل عمران: 79]
"Jadilah kalian Robbaniyyin!" (Ali Imron: 79).
وَيُقَالُ: "الرَّبَّانِيُّ الَّذِي يُرَبِّي النَّاسَ بِصِغَارِ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ"
Dan dikatakan: "Arrobany adalah orang yang membimbing manusia dengan yang kecilnya ilmu sebelum yang besarnya".
Dan kami pernah dapati ada yang mengajar ilmu nahwu kepada para pemula dengan menyebutkan banyak perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ulama nahwu, dia mengajar "Matn Al-Ajrumiyyah" seakan-akan mengajar "Syarh Ibni 'Aqil", ada pula yang mengajarkan fiqih kepada para pemula dengan menyebutkan banyak perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para ulama, para Robbaniyyun tidak demikian keadaan mereka, namun mereka memulai dari yang terpenting lalu yang penting lalu yang setelahnya.
Hendaknya seseorang bila mengajar melihat keadaan yang diajari, berbeda halnya kalau mengajari orang-orang yang mengkhususkan bidang-bidang tertentu atau memiliki daya pemahaman yang kuat maka tidak mengapa menerapkan seperti itu.  

Penanya:
Ustadz apa pendapatmu tentang sebagian pondok pesantren terkadang membuka takhosus (pelajaran khusus) seperti tahfidz Al-Qur'an, Ilmu Nahwu dan Ilmu Qiro'a? Apakah boleh hal demikian itu?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Tidak ada larangan tentang yang demikian itu, akan tetapi hendaknya para pengajar bila membuka program khusus seperti itu tidak melupakan pelajaran yang terpenting, misalnya dia membuka program khusus tahfidz Al-Qur'an maka dia sisipkan di dalamnya pelajaran Aqidah, Fiqih dan Ilmu Bahasa Arob, sehingga para murid tersebut bisa memiliki bekal, karena kebanyakan kami melihat banyak para murid dari pesantren ketika di perjalanan pulang kampung (ketika liburan) mereka cengengas cengenges to! Bila mereka mengendarai kapal laut atau sampai ke suatu tempat dan banyak bertanya kepada mereka tentang perkara agama atau mereka diminta untuk berkhutbah mereka tidak memiliki kesanggupan sama sekali.
Tidak hanya itu bahkan ketika kami di Indonesia mendapati beberapa orang dari Yaman kami bertanya tentangnya maka dikatakan kepada kami: "Dia dari markaz Ulama di Yaman, dia sudah hafal Al-Qur'an, sudah hafal 'Umdatul Ahkam, dan beberapa mutun Aqidah" namun tidak bisa memberi faedah kepada umat, alasannya karena dia ketika di Yaman hanya memfokuskan menghafal. Ini jelas metode yang salah, hendaknya dia memfokuskan hafalan sekalian menyisihkan sebagian kecil waktunya untuk mengambil pelajaran ilmu-ilmu dasar dan penunjang.
Terkadang mereka mengambil pengkhususan seperti itu dengan beranggapan bahwa mereka akan lama di markaz ulama namun ternyata tidak demikian, maka hendaknya mereka mengambil bagian dari ilmu-ilmu dasar dan penunjang yang dibutuhkan umat.
Dan terkadang ada pula yang sibuk merangkul semua bidang, mengambil aqidah, ilmu bahasa, fiqih, mushtholah dan ushul namun dia meninggalkan dari menghafal Al-Qur'an dan Al-Hadits maka ini juga keliru, karena nantinya dia ketika terjun dakwah, dia dibutuhkan umat, dan orang yang sudah mengenal ilmu tentu tidak akan menerimanya melainkan dia berpijak di atas dalil, ketika dia berkhutbah membutuhkan dalil, ketika berpidato membutuhkan dalil, dan dalil hendaknya dihafal. Belum kami dapati para ulama terdahulu ketika berkhutbah dengan membaca konsep namun mereka berkhutbah dengan menggunakan hafalan, maka keliru kalau kemudian ada yang meremehkan hafalan.
Sungguh sangat banyak dari kalangan para shohabat mereka ketika berdakwah mereka menyebutkan dari hafalan, diantaranya Al-Imam Al-Bukhory semoga Alloh merahmatinya berkata di dalam "Ash-Shohih": "Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, dari Ayyub, dari Nafi, dari Ibnu 'Umar semoga Alloh meridhoinya beliau berkata:
«حَفِظْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ فِي بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ»
"Aku telah menghafal dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) 10 (sepuluh) roka'at, dua roka'at sebelum zhuhur, dua roka'at setelahnya, dan dua roka'at setelah maghrib di rumahnya, dan dua roka'at setelah isya dia rumahnya dan dua roka'at sebelum sholat shubuh".

Penanya:
Ustadz apa pendapatmu tentang orang yang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu namun dia sangat egois, tidak memperdulikan nasib orang tuanya, dan bahkan ada orang yang sudah menikah memiliki sifaf tersebut, dia tidak peduli dengan istri dan anaknya, suka menampakan akhlak yang tidak bagus di hadapan anak dan istrinya, selalu membentak-bentak istrinya, dan tidak bisa bertatakrama dengan istrinya, keluarganya dan kerabat-kerabatnya, namun kalau dengan kawannya sangat terlihat ramah, beradab dan ceria?
Dan ada pula yang sibuk belajar sampai tidak mau tahu tentang isi perutnya, dan suka utang dan sering sekali tidak dibayar utangnya, diajak kerja tidak mau dengan alasan sibuk menuntut ilmu?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Itu sebagai alamat kalau orang tersebut tidak akan bermanfaat ilmunya, dan dia akan dihujat oleh ilmunya, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ»
"Al-Qur'an adalah hujjah bagimu atau menghujat atasmu". Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah dari hadits Abu Malik Al-Asyja'y.

Penanya:
Ada seseorang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan memiliki kecerdasaan, dia dikagumi orang dan dia mengagumi dirinya sendiri, suka meremehkan orang, dia ingin sekali untuk belajar ke pangkuan ulama, namun karena tidak memiliki biaya, kemudian dia mencari akhwat yang orang tuanya memiliki modal (harta) dengan maksud supaya dia bisa diberangkatkan ke tempat ulama, padahal dia tidak memiliki keinginan untuk menikah maka apa pendapatmu tentang orang ini?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Aku berlindung kepada Alloh (تعالى) dari orang yang seperti kamu sebutkan, kalau pun dia bisa menikah dan kemudian bisa berangkat ke markaz ulama dengan biaya dari pihak istrinya maka nanti akan terlihat keadaan yang sebenarnya, kasihan istrinya, istrinya tidak akan mendapatkan ketenangan hidup dan perlakuan yang baik darinya, karena tujuan nikah orang tersebut bukan pada tujuan yang sesungguhnya, akan tetapi tujuannya karena yang lain, dan orang seperti ini tidak akan diharapkan kebaikannya, karena niatnya yang rusak dan upaya memanfaatkan orang, yang kemudian kata pepatah "habis manis sepak dibuang", maka otomatis orang tersebut telah mengundang azab Alloh (تعالى):
{لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]
"Jika kalian bersyukur maka sungguh Kami akan tambahkan rezki-Ku kepada kalian dan jika kalian mengingkari (kebaikan) maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih" (Ibrohim: 7).
Dan kalau dia merasa kagum terhadap dirinya maka tungguhlah kebinasaannya, karena termasuk salah satu sebab ketergelinciran seseorang dari jalan yang lurus adalah meremehkan orang lain yang berada di atas al-haq, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّ مِنَ الْكِبْرِ مَنْ بَطَرَ الْحَقَّ وَغَمَصَ النَّاسَ».
"Sesungguhnya termasuk dari kesombongan adalah menolak al-haq dan meremehkan manusia". Diriwayatkan oleh Al-Jama'ah dari beberapa orang shohabat diantaranya Abdulloh bin Mas'ud, Abdulloh bin 'Amr bin 'Ash, dan 'Uqbah bin 'Amr.
Dan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«قَوْمًا يَتَعَبَّدُونَ، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ، وَصَوْمَهُ مَعَ صَوْمِهِمْ»
"Suatu kaum mereka beribadah, salah seorang diantara kalian menganggap remeh sholatnya dengan sholatnya mereka, puasanya dengan puasa mereka". Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Jama'ah dari beberapa orang shohabat diantaranya Abu Said Al-Khudry, Ali bin Abi Tholib dan Abu Dzarr.

Penanya:
Ustadz ada orang ketika menuntut ilmu terjatuh ke dalam dosa kekejian seperti homoseks, zina atau merayu-rayu anak-anak kecil dan yang semisalnya lalu kemudian dia bertaubat, maka apakah boleh baginya untuk berdakwah?

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Kalau dia sudah benar-benar bertaubat maka tidak ada larangan baginya untuk berdakwah:
وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ
"Siapa yang menghambat antaranya dan antara taubat?!".
Namun kalau dia hanya bermain-main dalam bertaubat misalnya meninggalkan perbuatan dosa tersebut akan tetapi dia mengalihkan keperbuatan dosa besar yang lainnya maka orang seperti ini tidak layak untuk berdakwah, namun kalau dia tetap memaksa dirinya berdakwah maka resikonya pada dirinya dan dakwah berlepas diri darinya:
{وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى} [فاطر: 18].

Penanya:
Ustadz apa ada perbedaan antara menjawab pertanyaan lewat tulisan dengan lewat lisan secara langsung? Karena saya mendengar beberapa orang ustadz menyatakan bahwa menjawab pertanyaan seperti yang ustadz lakukan (dengan cara menulis) adalah tidak boleh, karena ini khusus kerjanya mufti atau lajnah! Tidak hanya itu namun mereka juga mencercamu dan mencelamu, apa tanggapanmu.
Adapun kalau seperti mereka –katanya-, yang menjawab pertanyaan lewat tabligh akbar atau menjawab lewat telpon atau jumpa langsung boleh-boleh saja, apa tanggapanmu.

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory menjawab:
Orang yang bila sudah diperkenankan dalil-dali baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah tentu sudah mengetahui jawaban atas apa yang kamu tanyakan.
Adapun bagi siapa saja yang mencela dan mencaci maki kami karena kami di atas pendirian kami, yang kami landasi dengan hujjah dari Al-Qur'an dan As-Sunnah maka hanya kepada Alloh (تعالى) kami serahkan urusannya:
{وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ} [فاطر: 43]
Kami katakan: Cepat atau lambat mereka akan merasakan akibat perbuatan mereka:
{مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا} [النساء: 123].

Kami menjawab lewat tulisan karena penanya jauh dari kami, adapun kalau dekat kepada kami seperti beberapa kawan kami orang Yaman bertanya langsung maka kami langsung menjawab dengan tanpa tulisan.
Jika kami mengetaui permasalahan lalu kami diamkan maka kami akan terkena ancaman:
«مَنْ كَتَمَ عِلْمًا يَعْلَمُهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ»
"Barang siapa yang menyembunyikan ilmu yang dia ketahui maka dia dipakaikan pada hari kiamat dengan pakaian dari api".
Bahkan di dalam "Sunan Ibni Majah" dari hadits Anas bin Malik dengan lafadz:
«مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ...»
"Barang siapa yang ditanya tentang ilmu…".
Maka saya katakan kepada orang-orang yang tidak sependapat dengan kami: "Ini urusannya antara kami dengan Alloh (تعالى), adapun bagi kalian maka urusan kalian:
{أَتُحَاجُّونَنَا فِي اللَّهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ وَلَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ} [البقرة: 139]
"Apakah kalian akan menghujat kami tentang Alloh, sedangkan Dia adalah Robb kami dan Robb kalian? Bagi kami amalan kami dan bagi kalian amalan kalian". (Al-Baqaroh: 139).
Demikian jawaban singkat dari kami.
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (9) دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (10)} [يونس: 9، 10]